Jilid 3

2 0 0
                                    

Menu


YANG TERASING-03





9 Votes

YANG TERASING

JILID 3

kembali | lanjut

TIDAK ada bedanya. Yang berubah telah pulih”

“Tidak kakang. Kau meninggalkan bekas. Bekas itulah yang membuat yang dahulu tidak akan sama dengan yang akan datang”

“Aku memang meninggalkan cacat. Mungkin setiap orang tentu akan mempercakapkan aku dengan sudut pandangan mereka musing-masing. Tetapi aku tidak akan ingkar Puranti. Aku akan membawa semuanya itu pulang dengan hati yang lapang”

“Tidak. Tidak. Bukan itu kakang”

Pikatan mengerutkan keningnya. Dipandanginya wajah Puranti yang suram.

Ketika tanpa mereka sengaja tatapan mata mereka bertemu, masing-masing segera melemparkan pandangan matanya jauh-jauh ke kesuraman senja yang semakin gelap, segelap hati kedua anak-anak muda itu.

“Kakang Pikatan” berkata Puranti kemudian, “aku berharap kau tetap tinggal disini. Tinggal di padukuhan ini bersama dengan keluargaku yang kecil”

Pikatan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia kemudian menjawab, “Tidak sepantasnya aku tinggal disini, Puranti. Padepokan ini adalah padepokan yang meskipun kecil dan terpencil, namun di dalamnya tinggal mutiara-mutiara yang tidak ternilai harganya. Tanpa memperagakan diri sendiri sebagai permata yang paling berharga, namun terselubung oleh kesederhanaan yang jujur” Pikatan berhenti sejenak. lalu, “Aku tidak pantas berada diantara kalian Puranti. Aku tidak lebih dari sebutir batu yang telah retak. Sama sekali tidak ada harganya”

“Jangan katakan hal itu kakang Pikatan. Kau ternyata salah menilai karena keretakan didalam perasaanmu. Kau mengalami kekecewaan yang sangat. Tetapi aku pun mengalaminya pula. Aku tidak pernah membayangkan, bahwa sesuatu telah tumbuh dan berkembang di dalam padepokan ini pada saat kau datang. Sikapmu, tingkah lakumu dan kemauanmu telah terpahat dipusat jantung padepokan kecil ini kakang Pikatan” suara Puranti menurun. Dan tiba-tiba saja wajahnya menjadi tegang. Keringat dingin mengalir membasahi segenap pakaiannya. Dan terdengar suaranya serak, “Kalau aku bukan seorang gadis, aku dapat membuka segenap hatiku. Tetapi aku seorang gadis kakang. Meskipun. kita sudah hidup bersama untuk waktu yang lama, tetapi bagimu aku tetap seorang gadis, dan bagiku kau adalah seorang laki-laki”

Pikatan menarik nafas dalam-dalam. Ketika Puranti menundukkan kepalanya, dipandanginya gadis itu dengan tajamnya. Terasa sesuatu berdesir di dadanya.

“Kalau saja aku tidak ingkar” berkata Pikatan didalam hati.

Tetapi Pikatan menggelengkan kepalanya. Dicobanya untuk menindas semua perasaan yang telah tumbuh selama ini. Perasaan yang disimpannya rapat-rapat, karena ia merasa, bahwa Puranti adalah puteri satu-satunya dari gurunya. Ia tidak berani menyatakan isi hatinya, agar apabila tidak berkenan di hati ayah gadis itu, tidak akan tumbuh batas yang mengantarai hubungan antara guru dan murid.

“Kakang Pikatan” berkata Puranti kemudian, “apakah kau benar-benar tidak dapat merasakan getar perasaanku?, Apakah kau lebih senang melihat aku meninggalkan harga diriku dan bersimpuh di hadapan seorang laki-laki”

Pikatan masih tetap berdiam diri meskipun dadanya terasa bergejolak dengan dahsyatnya.

“Dan kini aku sudah melakukannya kakang, Aku sudah berbuat serendah ini untuk melepaskan himpitan perasaanku. Kepergianmu akan membuat padukuhan ini menjadi sepi, dan kau akan tetap meninggalkan goresan yang terpahat di hatiku”

Yang TerasingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang