Matahari menampakkan diri di ufuk timur. Waktunya memulai hari. Setelah memasak sarapan dan bekal untuk di sekolah, aku memakan sarapanku bersama ayah dan segera bergegas kesekolah. Hari ini cuaca cerah dengan sedikit berawan, sempurna sekali untukku.
Aku berjalan menuju ke persimpangan dimana aku biasa berpisah dengan kembar bersaudara dan Evelyn, sesampainya disana aku tidak berpapasan dengan siapapun, aku pun meneruskan langkahku. Setelah di persimpangan, di jalan ku biasa pergi ke sekolah terdapat jalan yang dikedua sisinya dipenuhi dengan barisan pohon hijau, pemandangan yang indah. Di pertengahan jalan aku melihat dua orang gadis yang sedang berhadapan, kelihatannya seperti sedang membicarakan sesuatu. Salah satu gadis menunduk ke gadis yang satunya, kelihatan seperti kakak kelas, sepertinya gadis itu meminta maaf. Setelah meminta maaf gadis itu pun pergi meninggalkan kakak kelas tersebut, setelah memandangi gadis yang meminta maaf itu selama beberapa saat, kakak kelas itu pun pergi menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah, aku pergi menuju kelas, melewati lorong yang ramai dengan murid – murid yang sedang mengobrol. Sampai dikelas aku pun langsung di sambut dengan sapaan Alan yang energinya menembus atmosfer bumi.
"YOOOO, YUU!!" Alan merangkul pundakku.
"Kau terlalu bersemangat." Balasku, mencoba melepaskan tangannya dari bahuku.
"Apa kau ingin mendengar berita baik?" Mata Alan terlihat bersinar.
"Baik untukku atau untukmu?" Aku meletakkan tasku diatas meja.
"Tentu saja untuk kita semua!" Alan mengeluarkan suara yang kuat, semua teman sekelas kami menoleh ke Alan.
"Hei kau ini, darah mu terlalu panas untuk jam 8 dipagi hari."
"Yuu, apa kau ingin mendengar baiknya? Pasti mau kan? Tentu saja kau mau."
"Iya iya, aku mau."
"Aku terpilih menjadi tim inti di turnamen voli prefektur tahun ini!"
"Wow, selamat, akhirnya latihan pagimu selama ini terbayar." Aku menyelamati Alan.
"Terima kasih kawan, Iyeeeeyyyy!!!" Alan mengangkat kedua tangannya, mengajakku tos. Aku menyambut kedua tangannya.
"Pagi."
"Pagi!!!"
Kana dan Gaby masuk ke dalam kelas bersama.
"Ada apa ini? Aku baru saja mendengar suara Alan 10 langkah sebelum masuk ke kelas." Ucap Kana sambil menaruh tasnya di samping meja.
"Sepertinya ada hal baik yang terjadi pada si tampan." Gaby menyiku lengan Alan.
"Dia masuk ke tim inti voli di turnamen nanti." Aku memberitahu mereka apa yang Alan beritahu.
"Wow, selamat Alan. Menangkan tutnamen tahun ini ok? Aku lelah melihat sekolah kita yang selalu kalah di per empat final." Keluh Gaby.
"Jika Alan main, mungkin aku akan menonton turnamen kali ini." Gumamku.
"Wow, kalau Yuu menonton mungkin aku juga akan ikut, ayo kita ajak Elina juga." Kana tertarik.
"Jarang sekali kau tertarik dengan turnamen, Yuu. Bukankah kau bilang kau tidak suka dengan suara orang – orang yang rusuh mendukung tim pilihan mereka?" Gaby bertanya, duduk di bangkunya.
Aku sangat tidak suka dengan kerusuhan, apapun bentuknya. Aku orang yang lebih suka menikmati masa tenangnya sambil mendengarkan music klasik dan membaca novel di tanganku. Kecuali jika seperti perayaan yang aku terlibat di dalamnya, contohnya seperti merayakan ulang tahun ibu Evelyn waktu itu.
"Yah, karena Alan akan bermain, tentu saja aku akan mendukung."
"Yuu..." Mata Alan berkaca. Firasatku buruk tentang ini, ketika Alan terharu, itu adalah hal yang paling merepotkan di alam semesta beserta isinya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canary without a Voice
RomanceYulis Ervin adalah anak SMA laki laki biasa saja yang bisa kau temukan dimana saja. Suatu hari saat dia pulang sekolah, dia melihat seorang gadis meneriakkan makanan kesukaannya. Disitulah pertemuan yang akan merubah takdir Yulis dimulai.