Kebaikan

20 3 0
                                    

Kebaikan. Sebenarnya apa itu kebaikan? Apakah dengan membantu ibu berbelanja? Menolong seekor kucing yang tersangkut di pohon? Menyumbangkan uang kepada orang yang lebih membutuhkan? Jika dengan melakukan semua itu seseorang bisa dikategorikan orang baik, apakah orang dengan seribu dosa yang belum diampuni melakukan semua itu bisa dianggap orang baik?

Dengan melakukan kebaikan kepada seseorang, seseorang itu akan senang. Tetapi jika kau memaksakan kebaikanmu padanya, kebaikan pun bisa menjadi kesalahan. Lantas bagaimana kita bisa tahu caranya agar kita tidak memaksa? Seseorang harus dipaksa untuk mengetahui semua itu, justru orang yang ingin menolonglah yang dibebankan dengan semua tanggung jawab itu. Kalau begitu kenapa kau ingin repot – repot menanggung beban demi orang lain? Aku pun masih tidak memiliki jawabannya.

Sambil berjalan ke sekolah sendirian, aku memikirkan hal yang aneh. Berjalan sendiri memang menenangkan, tidak perlu memikirkan bahan pembicaraan untuk dibicarakan ke temanmu. Saat berjalan sendiri, kau bisa memikirkan apapun yang kau mau, dan aku sangat suka dengan momen – momen itu.

Sejak berpisah dengan Alan, Elina, dan Evelyn istirahat kemarin, aku selalu memikirkan apa yang bisa kulakukan untuk membantu adik kelas yang misterius ini, sayangnya sampai sekarang aku masih belum terpikirkan apapun. Mengubah sebuah rencana yang sudah di konkrit kan jalannya sampai akhir memang sulit, malah hampir mustahil. Ngomong – ngomong, aku juga belum tahu apa pemikiran para anggota Komdis tentang usulan mendadak ini, mungkin kali ini aku harus menghadap ke ruangan Komdis kali ini untuk mencari informasi. Ketahui lah tentang dirimu, dan ketahui tentang musuhmu. Maka kau tidak perlu takut tentang hasil dari 100 peperangan. Walaupun aku tidak ada teman ataupun musuh sih.

Sesampainya didalam gedung sekolah, aku mengganti sepatuku dengan sepatu indoor dan pergi menuju ruang kelas. Kali ini, aku mempersiapkan diriku untuk menghadapi serangan tiba – tiba dari Alan dan Gaby. Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya dua manusia itu pikirkan.

Setelah mempersiapkan diri, aku pun membuka pintu dengan percaya diri.

"..."

Tidak ada kejutan. Tumben sekali mereka tenang di pagi hari.

"Oh, Yuu. Pagi." Alan melambaikan tangannya padaku.

"Pagi, Yuu."

"Pagi!"

Kali ini, Kana dan Gaby menyapa. Hari yang damai, walaupun Alan dan Gaby masih energik seperti biasa.

"Yo, pagi."

"Jadi? Bagaimana perkembangannya sejak kemarin? Sudah terpikir rencana?" Alan menghadap kebelakang dari bangkunya, menatapku.

"Sayangnya belum, sebenarnya hari ini aku berencana pergi ke ruang Komdis." Aku menatap Kana.

"Eh? Apa yang ingin kau lakukan?" Kana terkejut dan penasaran.

"Aku ingin mendengar apa pendapat dari para anggota Komdis tentang pemilihan ini, apakah bisa?"

"Yah, sebenarnya mungkin saja bisa, tapi ketua adalah orang yang sangat sibuk. Jika tidak beruntung, mungkin baru bisa menemuinya besok atau lusa. Apakah kau seburu – buru itu?" Kana bertanya.

"Sebenarnya tidak juga, tetapi selama aku tidak mendengar pemikiran dari kedua belah pihak tentang masalah ini, aku tidak akan bisa membuat kesimpulan. Aku tidak ingin membuat keputusan yang hanya menguntungkan sebuah pihak, karena aku tidak berada di pihak manapun."

"Benar. Jika Yuu berada di pihak Komdis, hancurlah OSIS." Gaby menyela, menyilangkan tangannya.

"Kau berlebihan sekali, aku bukanlah orang sepenting itu." Aku menaruh tasku di meja.

Canary without a VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang