DUA

5.6K 1K 97
                                    

Aku lagi bosen banget saat ini (Selasa malem tanggal 8 Feb). Jadi memutuskan buat update LBD lebih cepet (harusnya Kamis nih) supaya bisa baca komen kalian. Oleh karena itu, jangan lupa komen ya guys!

***

Untuk kali ini, Star lebih bisa mengontrol dirinya dibanding Dinda. Star mendengarkan penjelasan Adam dengan saksama, menimpali secara profesional, membuat catatan, dan memberikan usulan. Sementara itu Dinda lebih banyak mendengarkan, berusaha mengalihkan pandangannya dari Adam, dan pura-pura mencatat. Bagian terakhir tidak lama Dinda lakukan karena dia benar-benar tidak fokus akan pembicaraan, dan kalau dia memaksakan mencatat, Adam akan tahu catatannya sama sekali gak nyambung.

"Oke, semua aman. Nanti gue akan brief lagi ke anak-anak dan bantu tim produksi TV."

"Siap. Terima kasih, Mas Star."

"Just Star is alright. Gue nggak keliatan Mas-mas banget kan?"

Dinda mengangkat alis. Lo ngapain centil sih Star? inget cowok lo!

Adam tertawa dan giginya yang rapi dan putih langsung tampak. Pikiran Dinda selangkah lebih jauh. Gimana rasanya ciuman sama Adam terus giginya gigit manja bibir gue?

"Oke. Star."

"Berarti boleh dong manggil Adam doang?"

"Silakan," Adam mengangguk.

"Anyway, setahu gue bukannya lo kerja kantoran juga? LBD itu sampingan kan?"

Adam mengangguk. "Iya, LBD sampingan. Tapi khusus hari ini saya ambil cuti dari tempat kerja. Kebetulan memang udah lama nggak cuti, jadi ya sekalian aja."

"Bos lo baik banget kalau gitu ya," Star mengangguk-angguk.

"It's a bless," Adam ikut mengangguk.

Adam dan Star masih mengobrol dan Dinda semakin bingung mau melakukan apa. Maka dia meminta izin untuk ke depan, membantu apa yang perlu dibantu. Padahal ini hanya alasan supaya dia tidak perlu seperti orang ketiga dalam obrolan Star dan Adam. Ternyata ini jadi isyarat bagi kedua laki-laki itu untuk menghentikan pembicaraan dan mereka bertiga pun sama-sama keluar.

Di saat yang bersamaan, kru TV sudah mulai datang dan Star langsung membantu mereka di lantai dua untuk mengatur tempat. Dinda pikir dia bisa terbebas dari Adam yang begitu menggoda iman dan pandangannya. Ternyata pikirannya salah. Adam masih berdiri di lantai satu, menatap menu yang dipajang di balik meja kasir.

Adam terlihat sangat serius maka ini saatnya Dinda juga menatapnya tanpa ragu. Dinda paham kenapa Star bilang Adam sangat 'hot'. Dinda tidak bisa menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia.

Tubuh Adam tinggi dan kekar. Tapi bukan kekar macam Ade Rai atau Deddy Corbuzier. Apa ya? Bulky? Berotot dan tebal. Di balik kemeja hitam yang dia gunakan pasti dadanya sangat nyaman untuk disandari, tangannya juga pasti berotot dan indah, yang tidak kalah utama, perutnya pun pasti berbentuk. Entah dua, empat, atau enam kotak, Dinda tidak berani membayangkan.

Kemudian wajahnya. Potongan rambutnya yang bergaya crew cut (cepak bahasa umumnya) semakin membuat potongan wajahnya terlihat tegas, hidungnya yang berbentuk segitiga siku-siku dengan ujung melengkung, dipadu mata besar dengan bola mata hitam bergaris coklat yang memancarkan karisma dan kelembutan. Namun favorit Dinda (baru bertemu satu jam sudah berani bilang favorit?!) adalah bibirnya. Tipis dan keriting. Mengingatkannya kepada Matt Murdock versi Charlie Cox.

Adam menyebutkan pesanannya kepada Uya kemudian berbalik. Dia mendapati Dinda memperhatikannya dan Dinda harus mengerahkan segenap kemampuan aktingnya.

"Nggak ikut naik?" Dinda menyapa, ikut duduk di kursi di hadapan Adam.

Love Is Blind (Date) - END (KARYA KARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang