BAB 3 Undangan Organisasi

16 2 0
                                    

[Assalamualaikum, Sinta. Kamu wanita pertama dan terakhir dalam hidupku selain ibu dan Dara. Walaupun terlalu lama, tapi tak ada kata terlambat untuk menyatukan cinta kita dalam sebuah ikatan. Percayalah, hanya dirimu sampai mati dan takkan pernah terganti.

Rangkaian kata-kata itu berhasil menumpahkan air mata Sinta. Dia terlalu rapuh bila menyangkut soal Reno. Sekelebat kisah indah bersama lelaki itu menari-nari di jendela ingatannya.

Andai Reno menepati janji, mungkin Sinta tak menanggung luka serta derita delapan tahun lalu. Hinaan dan cacian dari tetangga akan jauh darinya. Begitu pun rasa kecewa ibu dan sang kakak pun pasti sirna. Dia lah wanita yang berbahagia masa itu. Namun, kenyataan lain dari harapan.

Sinta mengusap jejak bulir bening di pipi lalu meletakkan gawai ke tempat semula. Diciumnya kening Aydan berkali-kali dan memeluk sang putra hingga tertidur.

***

Sinta membuka butik lebih awal, apa lagi kunci toko tersebut dipercayakan Reva padanya. Setelah masuk dia kembali mengunci dari dalam karena dua karyawan, bagian kasir dan penjualan belum datang. Tentu saja, masih ada satu jam lagi.

Pekerjaan kemarin mengharuskan Sinta untuk datang lebih awal. Dia masuk ke ruangan dan meletakkan tas di meja. Menarik kursi beralaskan busa empuk, kemudian menjatuhkan bobot tubuh di sana.

Dia menekan tombol power di laptop. Sembari menunggu, Sinta menarik laci dan mengeluarkan bukti-bukti transaksi yang belum sempat diinput ke program akuntansi. Setelah itu bunda Aydan tersebut tenggelam dalam pekerjaannya.

Seiring berjalan waktu, dia membuka butik karena dua karyawan yang bekerja di sana telah datang. Bersamaan dengan itu Reva terlihat keluar dari mobil. Denis pun ada di sana mengantarkan pimpinannya itu. Sinta kembali masuk ke ruangan melanjutkan pekerjaan.

Menjelang siang, Reva masuk ke ruangan Sinta. Dia melihat perempuan itu tampak sibuk dengan pekerjaan. Sesekali bunda Aydan itu memijit sudut mata. Mungkin lelah menatap laptop terlalu lama.

"Sin, maaf atas kejadian kemaren." Reva sudah berada di ruangan Sinta.

"Oh, aku udah lupain. Kakak gak perlu khawatir." Sinta melanjutkan pekerjaannya menginput transaksi harian.

"Ini ada undangan dari Bang Denis." Reva meletakkan sebuah kertas dalam amplop berwarna putih di meja Sinta.

"Undangan? Undangan apa, Kak?"

Sinta mengambil amplop dan mengeluarkan kertas putih ukuran A4. Dia membaca setiap tulisan yang ada di sana.

"Undangan menghadiri acara pembukaan angkatan baru sekaligus pertemuan alumni anggota organisasi kita. Kamu datengkan?" Reva memastikan.

Setelah membaca undangan itu, Sinta memasukkan kembali ke dalam amplop. Dia menghela napas.

"Entahlah, Kak. Aku belum tahu, apa aku bisa dateng ke acara tersebut."

"Kakak harap kamu dateng, Sin. Angkatan tiga, organisasi UKM-KSR yang tinggal di Padang cuma beberapa orang. Lagian acaranya masih beberapa hari lagi, kok."

Aku akan usahain." Sinta menyimpan undangan itu di laci meja.

"Good. Bang Denis juga mengharapkan kehadiranmu." Reva menggenggam punggung tangan Sinta.

"Insya Allah." Sinta mengulas senyum.

Tak ada lagi pembicaraan. Reva pun keluar meninggalkan Sinta di ruangan. Sekelebat potongan-potongan memori di UKM-KSR melintas di ingatan. Segala kenangan indah itu hanya menambah luka yang bersemayam di hati. Sudut matanya mulai berair. Dia menangis menyesali kebodohan diri.

Perempuan di Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang