Maureen membereskan meja makan. Ternyata makan ditemani orang lain tidak terlalu buruk pikirnya.
"Kau tinggal sendiri?" Toner muda bertanya
"Sekarang tidak, kau tamu ku"
Maureen menjawab enteng"Mungkin kau akan terkena masalah"
"Trims untuk rasa khawatirmu, aku bukan wanita yang tunduk dengan kekuasaan aku bebas tidak terikat jadi aku tidak takut."
"Tapi Ayahku bukan orang yang baik. dia temperamen, kasar, dan pecundang"
"Kau salah son semua ayah di dunia ini adalah ayah yang baik tergantung dari sudut mana kau menilainya. Ayahku juga temperamen tapi dia begitu mencintai ibuku. Dan suami sahabatku mencintai anak yang bukan miliknya"
"Kau dan anak sahabatmu beruntung" Jawaban lesu Toner muda membuat Maureen tersenyum kecil.
"Mau bertaruh. Besok ayahmu pasti akan memiliki tanduk di kepalanya atau telinganya mengeluarkan asap panas, dengan wajah memerah"
"Itu konyol" elak Toner muda dengan dengusan dan sudut bibir berkedut menahan tawa
"Jika kau melihatnya seperti itu besok maka dia ayah yang baik Tapi dia masih perlu belajar. Namun jika tidak, kau hanya perlu mengingat rumahku. disini kau diterima"
"Aku suka kau" Toner muda begitu mudah terbawa perasaan
"Jangan terlalu mudah menyimpulkan son, kau masih perlu mengenalku"
"Kita belum berkenalan namaku Jack Toner" Toner muda mengulurkan tangannya dan itu membuat Maureen bergeming
Ada rasa yang menjalar dalam sudut hatinya sebuah rindu yang tak bisa di ungkapkan."Maureen Ellish"
"Boleh kah jika ku tambah persyaratannya selain mengantarku kesekolah?"
Mencoba negosiasi? Pikir Maureen."Boleh saja asal masuk akal, jika kau meminta hal aneh itu bukan kuasa ku"
"Mendongeng untukku" Toner kecil begitu ingin menikmati dongeng,
Dan Maureen tidak percaya cerita sebelum tidur. Bagi Maureen mimpi jauh lebih menyakitkan di banding sebuah kenyataan.
"Aku pencerita yang buruk son"
"Aku bukan penakut, Ayah pernah bilang jika peri tidur itu tidak ada. Aku tidak pernah bermimpi"
"Ayahmu pendongeng yang buruk" tapi benar bermimpi lebih buruk bahkan sangat buruk. Sambung Maureen dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me
Short Storyaku masih ingat dengan jelas tawa cemohan mereka, hinaan mereka. Aku menyimpan semua luka itu sendiri, menanamkan di sudut paling gelap hingga mekar dengan pekat. "merepotkan kenapa dia di kelompok kita?" "Bagaimana rasanya duduk di tumpukan sampah"...