Bintang

20 1 0
                                    

Bintang menghentikan laju motornya di pinggiran jalan yang lumayan sepi, malam itu sekitar pukul sembilan malam, setelah Bintang mengelilingi kota dengan motornya tanpa tujuan, kini Bintang memutuskan untuk berhenti, dan duduk di depan sebuah toko yang jelas sudah tutup.

Bintang mengacak rambutnya dengan kasar, hari ini kacau, sangat kacau, Mentari tidak ada, Senja marah, teman-teman Bintang pun masih setidak mengerti itu pada Bintang.

Lalu di tengah heningnya Bintang merasakan kekacauan pada harinya, ekor mata Bintang menangkap dua orang yang berada tidak jauh dari dirinya.

Bintang menoleh, terlihat seorang wanita paruh baya tengah duduk bersama seorang anak kecil yang sekiranya berumur 10 tahun, mereka tampak lusuh, Bintang bahkan melihat sebuah bungkusan kertas nasi yang hanya berisi nasi dan satu tempe goreng.

"Enak?"

"Enak, Bu, tapi kayaknya enak kalo makan kayak orang-orang di warung, pake sayur."

"Besok ibu kerja lebih keras lagi ya, biar anak ibu yang ganteng ini bisa makan di warung makan." ucap wanita paruh baya itu kepada anaknya, dia tersenyum begitu lebar, membuat sang anak juga ikut tersenyum.

Tapi, hati Bintang tersayat.

Ini sakit.

Wanita paruh baya itu pasti merasakan sakit  lebih dari yang Bintang rasakan, dia harus mendengar anaknya mengucapkan itu.

Kalimat yang pasti sangat menyayat perasaan seorang ibu.

Bahkan bagi Bintang, makan sayur itu sebuah keinginan yang sangat sederhana, tapi bagi mereka tidak demikian.

"Aku janji kalo udah besar nanti akan punya warung makan, biar kita makan sayur terus." Bintang memperhatikan setiap gerakan tangan wanita itu, dia mengusap kepala anaknya dengan lembut, tersenyum melihat sang anak memakan lahap nasi putih yang ada di hadapannya, matanya berkaca-kaca.

Bintang memalingkan wajahnya, dia mendongak ke arah langit gelap di atas sana, mendung, tidak ada bintang satu pun, bulan juga tertutup awan.

Ini malam yang lumayan buruk untuk hati Bintang.

Lalu ...

Bresss

Hujan.

Bintang bergegas mengambil helm yang ada di atas motornya, lalu berjalan semakin masuk ke emperan toko untuk menghindari air.

Bintang bukan takut berubah jadi mermaid ya.

"Kak, hujannya deres, ke sini aja, di situ masih kena cipratan airnya nanti." Bintang menoleh ke sumber suara.

Anak kecil itu berbicara pada Bintang, wajahnya tampak tulus sekali, dia tersenyum dengan begitu manis.

Bintang berjalan perlahan mendekati mereka.

Bintang menekuk kedua kakinya untuk duduk, dari jarak yang begitu dekat, kini semakin jelas betapa anak itu tampak lahap memakan makanannya.

"Halo, Kak, nama aku Laksa, Laksana." Ujar anak kecil itu mengulurkan tangan mungilnya.

"Bintang." jawab Bintang menjabat tangannya.

"Kak Bintang dari tadi di sana?" Bintang tersenyum sembari mengangguk mengiyakan pertanyaan anak bernama Laksana itu.

"Kenapa? Kakak di usir dari rumah juga ... kayak aku sama ibu?" Bintang mengernyitkan dahinya ketika mendengar pertanyaan itu.

"Laksa ..."

Bintang diam, tidak mengucap sepatah kata pun untuk menanggapi kalimat yang lumayan membuat canggung,

Kasihan mereka.

Di usir? Apa masalahnya?

"Setiap hari, Laksa jalan ke sana ke sini sama ibu, tidurnya juga gak menetap, Laksa nemenin ibu kerja, uangnya buat beli makan." ucap Laksa sembari menyuap nasi ke dalam mulutnya.

Dia tersenyum, seperti seorang yang sangat bahagia.

"Laksa gak sekolah?" tanya Bintang.

"Engga." enteng Laksa menyuap nasinya lagi.

"Laksa gak sekolah, tapi Laksa belajar, kadang Laksa suka main ke sekolah di ujung jalan sana, ikut dengerin orang belajar." lanjutnya.

Hati Bintang tidak baik-baik saja, bahkan anak se-lucu Laksa harus menerima kehidupan berat sejak kecil.

"Tapi Laksa bahagia." Bintang mengernyitkan dahinya lagi, kebahagiaan model apa yang sedang Laksa bicarakan, dari tadi Bintang iba, tapi Laksa terus saja tersenyum.

"setidaknya, Laksa bisa makan, bisa tidur, bisa bantu ibu, Laksa gak pernah nyerah, Laksa ga suka liat ibu nangis, kalo Laksa sedih ibu pasti sedih." jawab Laksa menatap ibunya.

"Ayah udah bikin ibu sedih, Laksa gak bisa ikut-ikutan dong, Laksa gak mau nyariin ayah bukan karena Laksa gak sayang Ayah, kalo ayah pergi itu pilihan ayah, tugas Laksa ngejagain apa yang ada di deket Laksa, bukan ngejar yang gada." lanjut Laksana.

Bintang sedikit tergerak, kalimat Laksa seakan tamparan untuk Bintang, Bintang terlalu mengejar Mentari sampai membuat orang orang yang ada di dekat Bintang terusik, bahkan tersakiti hatinya.

Selama ini Bintang salah?

Jadi?

"Bu, ini ... Sedikit rezeki, untuk pegangan ibu." ujar Bintang memberikan beberapa lembar kertas bergambar pahlawan dari dompetnya.

Wajah ibu itu terlihat bahagia tapi tangannya belum juga menerima pemberian Bintang.

Entah,

"Gak papa, Bu, ambil aja."

"Terima kasih banyak ya, Nak, semoga tuhan melindungi nak Bintang." Bintang tersenyum menanggapi kalimat ibu itu.

Mata Bintang kembali memperhatikan Laksana yang masih sibuk memakan nasi putihnya, dia tampak tenang.

"Laksa ... Semoga suatu saat nanti Laksa bisa menggapai mimpi Laksa ya, semoga Laksa bisa punya warung makan yang sukses."

"Amin!!" teriak Laksa mendengar doa Bintang.

Tangan Laksa yang awalnya ada di atas bungkus nasi, sekarang menengadah mengaminkan ucapan Bintang.

Dia sangat bersemangat.

"Pas lagi hujan, doanya cepet terkabul loh, Kak."

"Masa?"

"Iya, tuh, airnya lagi bilang amin ramai-ramai." Bintang tertawa kecil melihat ekspresi Laksa yang sangat lucu ketika mengucapkan itu.

Dia masih kecil, tapi, pemikirannya dewasa, dia bersyukur dengan apa yang dia punya, sedangkan Bintang? Ah, tidak tau.

Ini masih belum terlambat untuk memperbaiki semuanya, kan? kerusakan ini masih bisa di tolong.

Semoga.

Semoga Bintang dapat kembali baik dengan setiap hari milik Bintang.

Amin.

Kalo kata Laksa, air hujan pasti ikut bilang amin sekarang.

Hahaha.

• • •

Halo, selamat malam semuanya.

Gimana kabarnya? Baik? Semoga baik ya.
Jaga kesehatan, jangan sampe sakit, jangan lupa makan meskipun gak diingetin sama ayang.

Hahaha.

Lupyu.

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang