Part 19 || Kekecewaan Vano

11 4 0
                                    

Pukul 8 malam, Vano memasuki ruang kerja ayahnya. Setelah makan malam tadi, ayahnya memintanya untuk menemuinya setelah makan malam. Dan yang membuatnya heran, ayahnya pulang lebih awal dari hari-hari biasanya. Padahal tadi siang, ayahnya menelpon dirinya jika ada meeting malam ini.

"Van... sini masuk," pinta ayahnya sambil melepaskan kacamatanya.

Vano yang tadi hanya menyembulkan kepalanya pun langsung membuka pintu lebar dan masuk ke dalam ruangan milik ayanya dan menutup pintu kembali. Dia langsung menghampiri sang ayah dan duduk di hadapan ayahnya.

"Bukannya ayah bilang ada meeting ya malam ini? Kok... tumben pulang cepet. Vano bukannya ngak suka. Cuman heran aja," ucap Vano menyampaikan isi pikirannya.

"Meetingnya dibatalkan jadi besok. Kamu bikin ulah lagi sama Tirta?" tanya ayahnya langsung tanpa basa-basi pada anaknya.

Vano mengangkat sebelah alisnya heran. Bagaimana ayahnya bisa tahu? Apakah kakak sepupunya yang memberitahu kepada ayahnya? Secara hubungan mereka setelah kepergian ibunya menjadi lebih membaik.

"Ayah... dikasih tau bang Geo? Atau kak Leora?" tanya Vano langsung pada ayahnya.

Ayahnya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Kedua orang yang di sebutkan anaknya sama sekali tidak mengadukan anaknya. Dia tahu sendiri. Tidak sengaja, saat di kantor tadi dia melewati ruang kerja anak buahnya dan kebetulan sedang memiliki kepentingan dengannya. Dia tidak sengaja mendengarkan percakapan antara ibu dan anak.

"Ayah tau sendiri. Clover itu pacar Tirta kan? Dia pernah bawa pesanan kue ayah ke sini sama Tirta dan kamu goda dia?" tanya ayahnya lagi pada sang anak.

Vano mendengus kesal. Jika ayahnya memanggilnya untuk masalah ini, dia tidak akan kemari. Untuk apa membahas hal sepele seperti ini?

"Ayah punya masalah sama Vano kalau Vano lakuin itu? Itu cuman candaan doang,Yah. Lagian apa pentingnya ayah ngurus ginian? Vano keluar," putus Vano sebelum dia lebih kesal dengan ayahnya.

Baru saja dia bangkit dari duduknya ayahnya sudah memanggilnya dan dia mengurungkan niatnya untuk keluar.

"Tentu masalah Van. Kamu hargain perasaan Tirta. Dia cewek nya Tirta. Ayah ngak suka kalau kamu berbuat gitu lagi. Lupain kejadian dulu. Lebih baik kita diem daripada cari masalah lagi. Ujungnya ngak akan baik nak," jelas ayahnya pelan pada Vano. Dia tidak ingin nasib anaknya ini sama seperti istri dan anak pertamanya saat itu. Dia tidak ingin kehilangan lagi.

"Ayah bisa ngomong tentang hargain perasaan. Gimana sama perasaan Vano sendiri? Apakah Vano harus diam setelah kakak dan ibu Vano sendiri pergi karena mereka? Ngak, Yah. Gara-gara mereka kakak sama mama pergi. Vano ngak bisa diem doang. Ayah udah bisa nerima itu sedangkan Vano? Enggak bisa nerima itu semua. Lupain masa lalu ngak segampang itu. Sedangkan orang penyebabnya masih ada di sekitar kita," ungkap Vano lalu bangkit dari duduknya dan segera keluar dari ruangan ayahnya.

Ayahnya yang melihat anaknya begitu ambisius untuk membalaskan dendam itu tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa memperingati dan terus memperingati anaknya. Dia hanya bisa berdoa dna berharap agar anaknya baik-baik saja dan tidak berbuat hal yang aneh-aneh. Dia tidak ingin masa lalu kembali terulang sehingga dia kehilangan anaknya ini.

"Ayah cuman mau kamu terima semuanya dan kuta bisa hidup tenang tanpa bayang-bayang masa lalu Van," ucap ayahnya lirih setelah kepergian Vano.

Di sisi lain, Vano memegang sebuah bingkai kecil yang di dalamnya terdapat foto keluarga lengkapnya saat di Kanada saat itu. Dia rindu akan kakak dan ibunya. Melirik jam dinding sudah pukul setengah 9. Mungkin jika dia mengunjungi makam ibu dan kakaknya akan lebih baik.

***
"Bund, ini kue nya udah semua. Udah Clover packing rapih di paper bag. Buat rasa ngak usah khawatir. Enak semua," ucap Clover sambil menenteng 2 paper bag di tangannya sambil masuk ke dalam ruang kerja ibunya.

Ibunya tersenyum ke arah putrinya lalu menutup laptopnya. Meeting hari ini ditunda menjadi esok. Jadi dia mempersiapkan berkas untuk esok yang tadi belum selesai.

"Makasih ya sayang. Maaf loh bunda repotin," ucap ibunya pada Clover.

Clover menggelengkan kepalanya pelan. Ibunya sama sekali tidak merepotkan dirinya. Lagipula kan dia free tadi.

"Ngak kok bund. Bunda tau ngak? Abang kemarin nelpon adek tau. Kata abang, minggu depan dia balik ke sini. Kuliah dia udah selesai semuanya. Kata abang dia bakal netap di sini 1 bulan terus balik ke Kanada buat urus perusahaan kakek yang di kasih ke ayah. Lagian paman juga udah di kasih kewenangan baru sama kakek buat urus perusahaan yang lain. Jadi paman ngak bisa urus dua-duanya. Udah saatnya abang ngurus," jelas Clover penuh semangat pada ibunya.

Ibunya tersenyum senang setelah mendengar penjelasan dari putrinya itu. Sudah lama juga dia tidak menghubungi putranya itu karena sibuk. Dia senang mendengar jika putranya itu akan kembali. Terakhir kali dia melihat wajah putranya itu 2 tahun lalu.

"Bunda bakal liburan sama kalian berdua nanti kalau abang kamu udah di sini. Kita family time. Udah lama bunda ngak rasain itu sama kalian," ucap ibunya bahagia.

Clover terenyuh mendengar ucapan ibunya. Yang dikatakan oleh ibunya memang benar. Ibunya selalu sibuk akhir-akhir ini. Family time terakhir kali saat kakaknya pulang 2 tahun lalu. Dia ingin berlibur bersama ibunya pun saat ini sudah sulit karena kesibukan sang ibu dan juga dirinya yang mengikuti lomba terus menerus. Untung saja lomba beberapa minggu lalu merupakan lomba terakhirnya.

"Clover kangen suasana itu. Bunda selalu sibuk dan Clover sibuk belajar buat lomba. Tapi, untung aja lomba kemarin itu lomba terakhir. Clover udah terbebas dari belajar buat lomba dan ngak akan ninggalin bunda ke luar kota buat lomba," cerita Clover pada sang ibu sambil tersenyum simpul.

"Maafin bunda karena sibuk ya. Sebelum abang kamu sampai disini, gimana nanti minggu kita pergi berdua dulu? Bunda turutin kamu. Kamu mau pergi kemana bakal bunda turutin pokoknya. Ini juga sebagai hadiah kamu karena kamu menang lomba yang terakhir," ucap ibunya menawarkan hal manis itu kepada anak gadisnya.

Clover tersenyum sumringah. Tawaran yang begitu mengiurkan. Kapan lagi kan dia pergi hanya berdua dengan ibunya. Dengan cepat, Clover menganggukan kepalanya sebagai setuju sebelum ibunya berubah pikiran.

"Clover mau. Tapi bener kan bunda hari minggu kosong? Ngak ada rapat dadakan?" tanya Clover ragu pada ibunya.

Ibunya menggelengkan kepalanya pelan, dilihat dari jadwalnya seminggu kedepan, rapat terakhir akan dilakukan esok. Kemungkinan besar dia tidak memiliki rapat lagi hingga minggu nanti.

"Ngak ada sayang. Kita bakal keluar. Sekarang tidur ke kamar kamu," ucap ibunya lembut sambil mengusap puncak kepala Clover. Clover mengangguk sebagai jawabannya dan bangkit dari duduknya lalu keluar dari ruang kerja milik ibunya.

***
Tbc!
Gimana part ini? Ayo ramaikan pren. Jangan lupa vote nya. Komennya juga yak.

See you next part.

To Parelthón [Spin-off QOTD] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang