5. Luka

7 0 0
                                    

Nara pulang kerumah pukul sepuluh malam diantar Fareez menggunakan mobilnya, meninggalkan motor Nara yang disimpan di markas. Jaket kebanggaan Thunder membungkus tubuh mereka karena udara malam cukup dingin.

"Lo yakin gak bakal nginep di markas aja? Nanti dimarahin bokap lo Cil" Fareez bertanya khawatir, dia tau bagaimana perlakuan Mr Ervan pada Nara, yang mungkin bisa saja memperburuk keadaan Nara yang masih jauh dari kata baik baik saja.

 Fareez mungkin masih bisa melarang Nara dalam hal lain, tapi jika berkaitan dengan keluarganya Fareez hanya bisa berharap yang terbaik untuk Nara.

"Santai Reez gue gapapa, udah lo balik aja" sebelum Nara keluar dari mobil Fareez mengusap rambutnya lalu mencium puncak kepala sahabat kesayangannya itu.

"Hati hati ya, kalo ada apa apa hubungin gue" Fareez berpesan.

"Siap komandan" lalu Nara mencium pipi Fareez sambil tersenyum. Hal ini sudah biasa bagi keduanya. Hanya ciuman tanda sayang, tidak lebih.

Nara keluar dari mobilnya lalu melambaikan tangannya pada Fareez dan dibalas demikian. Setelahnya Fareez mengendarai mobilnya kembali menuju markas meninggalkan Nara yang mulai melangkah kan kakinya menuju rumah.

"Eh non Nara udah pulang, motornya mana non?" Mang Cecep bertanya sambil membuka gerbang rumah mempersilahkan anak majikan nya itu masuk.

"Di markas Mang, eh Papah udah pulang?"

"Eum udah non" tampak raut khawatir di muka satpam rumahnya itu.

"Ohh" Nara mangangguk walau tak bisa dipungkiri ada rasa takut dibenaknya. Papah nya itu pasti akan memarahinya lagi. Iya, dia yakin itu.

"Non gak papa?"

"Gapapa mang, santai aja yaa" Nara meyakinkan satpam nya itu. "Yaudah Nara masuk dulu"

Nara melangkahkan kakinya perlahan lahan berusaha tidak menimbulkan suara, dia sengaja memilih pintu belakang untuk menghindari Papahnya.

Sialnya baru sampai di tiga anak tangga tiba tiba seruan menghentikan langkahnya.

"Mau jadi anak seperti apa kamu? Jam segini baru pulang" Nara memutar tubuhnya mengahadap Papahnya yang tampak marah padanya.

"Lo kuat Nar" ucapnya dalam hati

Luka yang terpampang di mukanya bahkan tidak memberikan rasa simpati sedikit pun di benak Papahnya.

"Habis ngapain hah? Main sama geng brengsek kamu itu?" Papah nya memandang remeh ke arah nya.

"Maaf pah, gak usah bawa bawa Thunder, mereka anak baik baik bukan seperti yang Papah kira" Nara mengucapkan pembelaan, walau dia tau hal itu akan menyulut amarah Papahnya.

"BERANI MENJAWAB KAMU HA?"

Plakk

Pipinya kini terasa panas akibat tamparan yang dilayangkan Papah nya itu. Sudut bibirnya kembali mengeluarkan darah. Dia sudah biasa dengan tamparan seperti ini. Mungkin dari dia umur 11 tahun. Namun rasanya tetap sama. Sakit.

Nara menunduk tak berani melihat wajah Papahnya. Dia terlalu takut.

"INGAT YA, KAMU ITU TAK LEBIH HANYA SEORANG PEMBUNUH" setelah mengucapkan kata kata itu Mr Ervan berjalan menjauh memasuki kamar nya.

Kaki Nara terasa lemas, tiba tiba dia terduduk sambil mengeluarkan air matanya yang sempat tertahan. Luka ditubuhnya masih tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya. Kapan Papahnya bisa seperti dulu lagi? Nara lelah sungguh, Nara rindu diperlakukan layaknya ratu oleh Papahnya.

Tak lama kemudian sebuah tangan memeluknya dari belakang. Zila. Ah anak itu pasti terbangun karena suara Papahnya.

"Kakak yang kuat ya" Zila memeluk erat kakaknya sambil mengusap punggungnya memberi semangat. Dia sendiri bingung harus berbuat seperti apa. Berbagai usaha dan penjelasan sudah dia lakukan untuk menghentikan perlakuan Papahnya, namun hasilnya nihil, sedikitpun tidak terlihat perubahan dari Papahnya.

MORTAL STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang