Chapter 31

1.7K 93 3
                                    

"Jadi selama seminggu ini lo tinggal di tempat Nara, Niel?"

Daniel mengangguk tanpa mengalihkan fokus dari kesibukannya membenarkan senar gitar, sesekali ia memetiknya untuk mengetes suara. 
Theo berdecak tak menyangka.

"Gue udah mikir lo emang ada masalah sih, Niel, sampe nggak masuk seminggu. Tapi gue nggak nyangka lo pergi dari rumah, mana tinggal di tempat Nara." Ares ikut membuka suara seraya menyembulkan asap rokok lewat mulut.

"Lo nggak digrebek gitu, tinggal berdua?" Theo mulai bertanya tentang pertanyaan yang tiba-tiba mengganggu otaknya.

"Nggak!" jawab Daniel singkat, lalu meletakkan gitarnya dan bersandar. "Gue jarang keluar, lagian orang-orangnya pada sibuk, cuek juga. Jadi ... gue sama Nara aman aja," lanjutnya.

"Lo nggak ambil kesempatan, Niel? Mumpung berdua, gitu?"

"Brengsek lo, Res! Gue selalu minta dia kunci kamar kalau mau tidur, mandi aja gue ke sini. Beberapa hari gue juga tidur di sini, kok." Daniel melirik sinis ke arah Ares yang langsung membuat Ares menelungkup kan kedua tangannya.

"Kalem, Mas!"

Setelahnya tak ada pembicaraan, Daniel yang kembali menarik gitar dan memperbaiki senar, Ares yang menikmati isapan nikotin seraya bermain handphone, dan Theo yang memilih tidur dengan posisi tengkurap. Membahas keberadaan Erick, cowok itu hanya mengatakan masih ada urusan sehingga tak ikut berkumpul.

"Lo mau ke mana, Niel?" tanya Ares saat Daniel beranjak seraya mengambil jaket denim nya.

"Mau balik dulu," jawab Daniel memakai jaketnya lantas menyambar kunci motor di atas meja.

"Gaya lo balik-balik, palingan juga numpang di rumah Nara," celetuk Ares yang hanya dibalas acungan jempol oleh Daniel dan senyum miring.

Daniel mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Bisa dibilang, jarak rumah Nara dan tempat latihan tidak begitu jauh sehingga Daniel memilih mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ketika Daniel berhenti di lampu merah, sebuah motor dengan suara mesin yang cukup keras menarik perhatiannya. Ia menoleh ke samping, tepat pada motor yang ternyata tidak begitu asing bagi Daniel. 

Daniel memperhatikannya dengan seksama, bersamaan dengan si pengendara yang balik menatap, Daniel langsung teringat pada kejadian beberapa bulan lalu. Ia menatap wajah pengendara itu tajam, lain hal dengan orang itu yang tersenyum---terlihat dari kerutan di ujung matanya meski tertutup helm.

Tangan orang itu mengacungkan ibu jari ke bawah, sebelum setelahnya melaju dengan kecepatan tinggi membuat Daniel tersadar dan hendak mengejar. Namun, umpatan orang-orang membuat fokusnya buyar dan memilih menatap warna lampu yang ternyata masih bewarna merah. Pantas orang-orang berteriak kesal. Daniel pun sama kesalnya, padahal ia bisa memberi pelajaran pada orang yang menabraknya dengan sengaja waktu itu.

"Bangsat!"

Lampu berubah hijau, Daniel mendesah kecewa dan memilih menjalankan motornya menuju rumah Nara. Sampai di sana, ia mengerutkan keningnya ketika bersamaan Nara mengunci rumah dengan pakaian rapi.

"Daniel?" panggilnya kaget saat berbalik mendapati Daniel masih duduk di atas motor.

"Lo mau ke mana?" tanya Daniel cepat.

Nara tampak ragu untuk menjawab, lantas menghela nafasnya pelan.

"Aku mau ke cafe book," jawabnya.

"Cafe book?" tanya Daniel saat otaknya tidak bisa mengeja istilah asing yang baru saja disebutkan Nara.
"Gue anter, nggak usah nolak." Walaupun asing dengan tujuannya, Daniel tetap ingin mengantar Nara. Lagi pula, ia ke sini untuk mencari Nara, percuma ia ke sini jika Nara keluar tanpanya.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang