"Kalau gue bukan adek lo, gimana?"
"Hah?" Renjun menatap bingung Alena.
Renjun menyentuh dahi Alena, lalu dia menyentuh dahinya. "Oh pantes, panas."
Alena menatap datar abangnya. "Gue serius,"
Lelaki itu malah menatap Alena lalu menjepit hidung gadis itu dengan kedua jarinya. "Lo itu adek gue, buktinya muka kita sama. Dan hati gue bilang kalau lo adek gue satu-satunya,"
Alena menatap Renjun sambil menahan air matanya, kenapa setiap abangnya berada di sampingnya dia selalu ingin menangis.
"Jangan dengerin pikiran lo, terkadang pikiran juga bisa menjebak. Untuk sekarang lihat dengan mata lo dek, gue mirip siapa?"
"Mama,"
"Terus kalau liat di kaca, adek mirip siapa?"
"Mama,"
"Jadi kesimpulannya, kita adek kakak tapi bukan anaknya Papa karena kita gak mirip Papa Hahahah."
Bukannya ikut tertawa Alena malah mengeluarkan air matanya.
"Kita bukan anak Papa?"
Lah ini anak kenapa tiba-tiba bego? Mungkin itu dipikiran Renjun.
Lelaki itu mengusap-usap kepala Alena agar otak adiknya berfungsi kembali. "Adek, Abang tadi cuma bercanda. Kita memang anaknya Papa walaupun kita sebenarnya tidak menginginkannya. Adek bisa balapan motor, itu bakatnya Papa. Dulu Pap-"
Akhirnya berakhir dengan Renjun menceritakan segala bakat Papanya, pertemuan Papa dan Mamanya, waktu kecil dia pernah pelihara balon kuning gara-gara gak dibolehin pelihara ayam, nyungsep dalam toilet gegara badan kecil dan lain-lainnya.
"Abang dulu kecil banget, sampai-sampai bisa masuk dalam koper kerjanya Papa. Dulu adek sekecil Abang gak?" tanya Renjun.
Tidak ada respon.
"Dek?"
Tidak ada respon lagi.
Lalu Renjun menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Alena yang teryata sudah menutup kedua matanya. Lelaki itu mengusap-usap rambut Alena yang mirip sekali dengan rambut hitam Papanya.
"Gimana coba kita gak satu sodara, muka lo cetakan Mama sama Papa begini?" ucap Renjun lalu menjepit pelan hidung Alena.
Lelaki itu tersenyum melihat adiknya yang sudah tertidur lelap, jadi begini rasanya punya saudara? Ada rasa ingin melindungi dan menjaga. Tidak pernah dia rasakan selama ini, karena biasanya dia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Setelah mematikan lampu kamar Alena, Renjun pergi dari kamar bernuansa biru itu.
Dddrttt drrttt
Handphonenya bergetar, Renjun mengambil handphonenya yang ada di saku celananya.
Siapa yang menelponnya tengah malam begini? Saat dia melihat layar handphonenya, Lelaki itu langsung mengangkat telepon itu. Teryata Bapak Chanyeol yang menelponnya.
"Halo pa,"
"Halo Jun, gimana kabar kalian disana?"
"Baik pa, tumben nanya-nanya kabar."
Karena Renjun tau itu cuma basa-basi Papanya, biasanya Papanya langsung bicara ke intinya.
"Cuma basa-basi aja,"
Tuh kan betul.
"Terus ngapain nelpon tengah malam begini?"
Sumpah gue mau tidur sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Dari Semesta
Novela Juvenil"APAA??" "Iya kamu punya adek," "MAKSUDNYA PAPA NGEHAMILIN ANAK ORANG TERUS AKU PUNYA ADEK!!" Gue sudah 18 tahun, terus gue punya adek?