Confused

20 5 6
                                    


"Pagi prend," sapa Adel ke para temannya sambil berjalan masuk ke kelas menghampiri tempat kursi miliknya.

"Pagi," jawab Jenjen teman sebangku Adel yang sedari tadi pagi sudah datang. Tersenyum menyambut kedatangannya dan membiarkan Adel duduk disampingnya. Begitu juga Yesa menyapa balik dengan senyum ramahnya.

"Pagi Adel," sahut Yesa.

Sementara Yelena hanya diam fokus menulis mengacuhkan sapaan Adel. Layaknya seperti orang tuli dan buta, Yelena berpura pura tidak mendengar dan melihat. Tidak perduli membiarkan kedatangannya tanpa menoleh sedikitpun.

"Len, lu gpp?." Adel bertanya ke Yelena karena merasa diacuhkan, menegur Yelena agar membuka suara.

"Gpp kok gua, setelah lu tinggalin gua berdua sama dia kemarin." Yelena cetus nenyindir, tidak membalikkan badannya ke belakang menghadap ke Adel.

"Ouh hohoho, gara gara itu ternyata." Adel yang paham maksud Yelena hanya tertawa tanpa rasa bersalah. Segera Adel menghampiri Yelena, berdiri disampingnya sambil menggoda Yelena yang sedang menulis.

"Kenapa sih prend, ada kejadian apa emang kemarin??." Yesa terbingung heran menatap ketiga temannya itu, akhirnya Adel berhenti menganggu Yelena yang sedang menulis. Cerita Adel menjelaskan ke Yesa apa yang terjadi kemarin hingga Yelena begitu sangat dingin kepadanya.

"Maksudnya??," tanya Yesa masih belum paham juga walaupun Adel sudah menjelaskan panjang lebar.

"Lola lu," lontar Jenjen masih stay duduk manis dikursinya.

"Bantuin donk Jen, lu mah ga setia kawan." Adel meminta bantuan kepada Jenjen, menyuruh bujuk Yelena agar mau bicara dan tidak marah lagi dengannya.

"Bantu doa aja gua mah," ucap Jenjen cengengesan tertawa melihat sekilas Adel. Belum sempat Adel membalas sahutan, Yelena langsung menggebrak meja dengan kedua tangannya.

"Berisik lu pada!!, gua gak fokus nugas." Yelena marah marah karena risih merasa terganggu tidak konsen mengerjakan tugasnya. Adel yang merasa bersalah langsung kembali duduk dikursinya tanpa menyahut ucapan Yelena.

"Udah diemin aja dulu, tar juga tuh anak nanya sendiri." Yesa balik badan menoleh berbicara ke Adel dan Jenjen dengan nada rendah dan pelan seperti orang berbisik.

Yelena kembali fokus mengerjakan PR, tidak menghiraukan sama sekali mereka berbicara. Melihat Yelena menghembuskan nafas dengan kasar membuat para temannya yakin jika dia sedang marah. Sudah biasa bagi mereka melihat Yelena marah, apalagi Yesa tahu watak dan sifat Yelena sejak kecil.

Yesa paham betul temannya ini cuma kesal biasa, Adel dan Jenjen pun mengakuinya bahwa mereka salah. Mengalah dan membiarkan waktu Yelena sendirian salah satu cara terbaik.

Puncak marahnya Yelena adalah diam dan tidak peduli, jika dia masih bicara panjang lebar dan menjelaskan masalahnya berarti itu marah biasa dan masih bisa dimaafkan.

Dengan menjelaskan masalahnya, Adel dan Jenjen tahu dia hanya marah biasa dan masih bisa dimaafkan. Lagipula Yelena tidak bisa berlama lama marah kepada para temannya tersebut, karena mereka adalah orang orang yang dia sayangi dan yang dia punya di dunia ini selain keluarga. Bahkan sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri.

"Mau kemana??," tanya Yesa melihat Yelena berdiri dari kursi.

"Toilet," jawab Yelena berjalan keluar meninggalkan kelas.

Sepatu ( Boo♡)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang