Tebakan bapak bener, dua minggu pendekatan Arin minta maaf sama bapak kalau engga bisa lanjut. Dia bilang Pratama terlalu sempurna buat Arin, dan Arin ngga bisa nerima kesempurnaan itu.
Aneh alasan dia, bikin saya sama bapak yang denger dibuat ngga bisa ngomong apa-apa. Di luar akal kami.
Akhirnya seperti janji saya ke bapak, saya jemput Arin pulang kerja, hari ini dia ada meeting sampai malam, jadi mau ajak makan malam di luar. Bapak juga hari ini sengaja ngga masak, bapak mesen whopeefood. Mentang-mentang bapak sudah tau cara pakainya, ketagihan pesan makanan pakai aplikasi itu seminggu ini.
Saya ajak makan di Loewy daerah Kuningan, sore sampai menjelang malam daerah ini memang selalu padat merayap, apa lagi sebelum pandemi. Sengaja melipir mampir ke sini, salah satu tempat sering Arin datangi dulu saat masih suka keluar malam-malam. Badung dulu mah Arin.
"Kirain mau ajak drive thru," katanya
"Pengin sekalian minum."
"Jangan banyak-banyak. Kamu nyetir Wan, aku masih mau berumur panjang."
Saya cuman ngangguk aja, narik dia duduk depan meja bartender. Sesuai yang saya bilang tadi, lagi pengin minum. Dari pada ke klub, bikin telinga berdengung, better ke tempat makan yang ada barnya.
Saya pesen cocktail, sementara Arin pilih vodka yang per satu shot. Kita melihat kanan kiri, ngga ada yang berubah, tetap ramai seperti dulu.
"Kamu lagi pusing ngajar?"
"Cuman mau ajak kamu minum aja."
"Tumben," katanya lagi.
Tanpa babibu, karena niatnya ngajak minum biar bisa ngobrol serius. "Rin, kenapa ngga mau lanjut pdkt sama Pratama?"
"Ngga suka," ucapnya singkat.
"Emang ngga bisa langsung naksir, yang penting nyaman dulu aja. Lama-lama juga nanti suka."
Dia menggeleng saat mutarin gelas kecil, baru minum sekali tenggak. "Ngga mau buang-buang waktu."
"Dicoba Rin, mau sampai kapan nutup hati. Udah bertahun-tahun, hati kamu udah sembuh itu."
"Aku sama dia emang kurang cocok, dia terlalu sempurna buat aku yang kayak begini doang."
Saya menaikan sebelah alis mendengar ucapannya. Kayak begini doang? Arin kalau apa-apa harus perfect dari ujung kuku sampai ujung kepala, bisa-bisanya bilang begitu. Ya meski terkadang sifat Arin itu suka di luar akal manusia.
"Baru dua minggu kenal gimana bisa kamu bisa buat kesimpulan? Lagian, kalau dia menurut kamu sempurna, kamu sendiri perempuan yang di atas rata-rata, sempurna juga. Mau cowok seperti apa yang kamu cari?"
"Justru itu." Arin berhentiin ucapannya, dia minta segelas lagi untuk ketiga kali. "Batu ketemu batu aja ngga akan cair, api ketemu api makin panas. Sama kayak sempurna ketemu sempurna, ngga bisa seimbang. Hubungan yang seperti itu akan datar."