3. Harapan Anti Wacana (Ayah)

6 1 0
                                    

pemberian nama itu diharapkan anak-anak kami kelak menjadi ksatria yang mengabdi pada
negara dan menjadi sesorang yang luhur budinya ditengah bangsa yang merdeka.

Bahkan ayahmu ingin mas Rio kelak menjadi tentara seperti dirinya, tetapi semua berubah saat
peristiwa itu terjadi.”

Mata Sesa membelalak terkejut. “Apa?

Ayah seorang tentara dulunya? Kok gaada foto
ataupun seragam.

Kan setidaknya ada kenangan yang bisa aku lihat.”
“Semua kenangan itu baik foto maupun seragam dia simpan di ruang pojok dekat kebun
belakang. Itu sebabnya baik Sesa maupun Mas Rio dilarang masuk di ruangan itu. Ayahmu selalu mengunci rapat ruangan itu dan mewanti-wanti bunda agar anak-anak jangan sampai
masuk ke ruangan itu.”

“Kalo ayah tidak suka sama hal-hal yang berbau tentara, kenapa kenangan itu tidak dibuang
atau dibakar saja?” seloroh Sesa.

Bunda menggeleng dan menjawab dengan nada lembut.
“Nak, Bunda tegaskan sekali lagi.
Ayahmu tidak pernah membenci profesi itu dan beliau tidak pernah menyesal pernah berada
di masa itu. Beliau hanya tidak mau apa yang ia rasakan dirasakan kembali oleh anak-anaknya. Beliau tidak ingin hal-hal yang buruk terjadi lagi nantinya.”

Seminggu kemudian adalah pengumuman penerimaan mahasiswa baru jurusan kedokteran,
tepatnya pukul 10.00 WIB.

Sepertinya ayah dan bunda menaruh harapan besar kepadaku,
sebagai anak laki-laki pertama, agar menjadi seorang dokter.

Tuhan, aku nggak mau buat
mereka kecewa.
“Nak, keterima kan?”

“Maaf bunda, ayah.” Aku menunduk.

Ayah mengernyit. “Maaf kenapa? Kamu ga keterima kah?”

Aku tersenyum lebar sambil berteriak girang. “Maaf aku keterimaaaa hehehehe.”

Tiba-tiba adikku merangkul dari belakang. “Widiiihhh, selamat ya maskuuuu. Ayah, Bunda
keknya kita wajib merayakan nih.”
Bunda mengangguk. “Setuju, besok bunda masakin nasi tumpeng lengkap sama orek tempe
kita rayakan bersama.”

Kulihat ayah menepuk bahu Sesa.

“Oiya untuk Sesa, kamu belajar yang rajin ya nak agar
kamu bisa masuk ke SMA Pelita Harapan.”

Sesa mengangguk. “Pastiii yah, aku pengen banget masuk kesana soalnya selain muridnya
pinter-pinter sekolahnya juga keren banget ada tamannya gitu.

Sepenggal Kisah Sang KsatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang