4. Calon Dokter

8 1 0
                                    

***
1 Bulan Kemudian

“Widihhh, pak dokter udah siap OSPEK nih.”

Sambil terkekeh aku menjawab, “haha belom jadi dokter. Eh, Sa doain OSPEK hari
pertamaku lancar ya."

“Iyaa, Mas, pasti Sesa doain.”
“Anak-anak bunda udah pada siap ni, sarapan dulu yuk ada nasi goreng sosis,” seru bunda

dengan suara khasnya yang setiap pagi mengalun merdu seperti ini.
Wah, bau masakan bunda wangi, seolah menari-nari di rongga hidung, perutku langsung
meronta-ronta ingin di isi.

Harus ku akui, masakan bunda memang yang terbaik sedunia, tak
ada satupun yang bisa ngalahin.
Setelah selesai melahap habis menu sarapan dari bunda, aku dan Sesa langsung berpamitan
dan bergegas ke tujuan kami masing-masing.

***
Di Kampus


Gubrakkkkkkk!
Aku terjatuh saat tiba-tiba seseorang menabrakku. Nggak liat apa da manusia segede ini?
Ya salamm, siapaa sih yang nabrak aku,” gerutuku.

Kulihat seorang gadis berambut ikal dan
berkacamata menunjukkan ekspresi terkejut saat mata kami bersitatap.
Hanya anggukan kepala yang kulakukan, dia pun mulai melangkah menjauh dariku.

Hmmm
kalau dipikir-pikir itu orang perasaan udah pake kacamata tapi kenapa jalannya masih meleng
ya.

Dahlah ga penting juga. Mungkin dia lagi buru-buru.

“Saya lihat tadi ada beberapa mahasiswa baru yang terlambat datang upacara, mohon yang
merasa datang terlamat bisa berkumpul ke selatan lapangan dan memperkenalkan dirinya
masing-masing beserta alasan datang terlambat,” tegas seorang senior.

Kemudian para maba berkumpul dan memaparkan alasannya masing-masing dan tibalah
giliran gadis itu untuk perkenalan dan memaparkan alasan didepan para maba lainnya.

Gadis berkacamata itu terdengar menjawab, “Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
perkenalkan nama saya Nirwana Hyang Wenang, Prodi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
ingin meminta maaf karena saya tadi datang terlambat.

Alasan keterlambatan saya tadi karena
motor yang saya tumpangi mogok di jalan.”
“Sst stt oii.” Aku mencoba memanggil Nirwana dengan siulan.
Nirwana menunjuk dirinya sendiri. “Siapa? Aku?”
Aku pun mengangguk.

“Iya lah kamu, kamu yang nabrak aku tadi ga si?”
Matanya membola. “Oh astaga, iyaa iya aku inget bener tadi aku yang nabrak soalnya buru-buru.”

“Kenalin nama aku Ksatria Abdi Nagari, biasa dipanggil Rio,” kuulurkan satu tanganku di
hadapannya.

Nirwana menjabat tanganku. “Wih namamu keren, kenalin namaku Nirwana Hyang Wenang
b

iasa dipanggil Nana. Eh btw, bokapmu TNI kah?”

Tentu saja aku menggeleng. “Bukan, bapakku kerja di mebel.”

Nirwana mengernyit seperti tak percaya. “Masak sih? Tapi namamu kaya apa ya nuansa
nama anak abdi negara gitu.”

Pukul 12.00 WIB, detik dimana penutupan acara ospek hari pertama telah selesai dan
selanjutnya adalah pembagian kelas. Diantara nama-nama yang disebut terdengar nama
Ksatria dan Nirwana yang berkumpul dalam satu kelas yaitu Kelas Ilmu Bedah B.

“Gais tau gaaa katanya kita mau praktek bedah mayatt di RS Medika Citra, takut woii kalo ada hantunyaaa.” Diva berbicara dengan nada cemasnya.
Aku menanggapi.

“Hushh, apaan si Div. Gada hantu-hantuan lagipula ini juga udah resiko kita masuk ke fakultas kedokteran apalagi prodi kita Ilmu Bedah.”

Selang 5 menit kami berbincang-bincang makanan yang dipesan pun datang.

Nirwana pun ikut menanggapi. “Dahlah gaiss, gausa dipikirin kita tunggu info yang pasti dari bu Ani aja. Mending kita langsung makan sama nyruput teh angett.”

Semangkuk kecil soto dan satu gelas teh anget telah kami santap habis dan tak terasa waktu pun juga semakin sore. Diva dan Aldo berpamitan untuk pulang lalu tersisalah aku dan Nana di warung itu.

Aku berinisiatif mengantarkan Nana pulang karena tidak mungkin aku meninggalkan seorang gadis sendirian di warung, sementara banyak lelaki tua yang nongkrong di warung itu.
“Rumahmu dimana Na? ayo ku antarkan pulang.

“Di daerah Pasar Melati Yo.”
Kedua alisku menyatu. “Seriusan? Rumahku daerah gang Kenanga malahan belakang Pasar Melati.”

“Nirwana mengangguk. “Sebenernya kan yo, aku di Bandung tu tinggal sama om, tante, dan sepupuku. Orang tuaku sekarang di Jakarta dan aku juga orang Jakarta asli.

Aku pengen merantau. Kuliat di kampus kita fakultas Kedokterannya unggul juga, Berhubung aku udah memantapkan niat buat jadi dokter ya aku merantau ke Bandung. Untuk orang tuaku sendiri sebenernya ga ngebolehin aku ngekost alesannya karena aku anak cewek dan kebetulan omku ini tinggalnya ga jauh dari kampus incaran yaudah mamahku setuju-setuju aja”

Aku menanggapi, “bener tu kata mamahmu, yaudah Na, ayo kita pulang keburu sore.”

Saat kami sedang dalam perjalanan, langit terlihat mendung dan kemungkinan ia akan menjatuhkan air ke bumi, aku menambah laju kecepatan motor ini agar kami tidak kehujanan di jalan.
***

Sepenggal Kisah Sang KsatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang