Menurut aplikasi penunjuk arah, cafe yang sudah kuputuskan untuk menjadi tempat istirahat beberapa jam lalu dapat kusinggahi usai berjalan 304 meter lagi.
Gemericik hujan yang menyerang payungku menjadi alasan mengapa aku harus segera mencari tempat untuk berteduh. Pokoknya, harus sesegera mungkin sampai. Sebelum diriku mati dilahap dinginnya suhu malam ini.
Mungkin, mengakhiri hidup di suasana kota osaka yang berpendar ribuan cahaya merupakan ide yang cukup bagus untuk dilakukan saat ini.
Saat ini, dengan kondisi fisik yang tak memungkinkan untuk meneruskan langkah, membiarkan darahku berceceran di jalanan sana mungkin merupakan opsi terbagus. Mungkin saja.
Andai saja rasa pedih yang tergores di ingatanku ini telah lenyap, bisa jadi kata 'mungkin' tak akan muncul lagi di dalam angan-anganku. Tak kusangka. Ternyata diriku selemah ini.
"Menangislah jika dirimu ingin menangis."
Suara berat yang juga serak itu ... berkali-kali berdengung di kepala. Nyata atau tidak, yang jelas, aku mengenalnya. Tentang suara itu. Yang sempat menggusur niatku untuk mengakhiri hidup, dua tahun lalu.
Berikutnya, aku menangis. Dengan harapan dapat menghilangkan rasa sakit ini. Seperti yang kudengar dari suara itu. Seperti yang kulihat dari memoriku di dua tahun lalu. Aku berharap dan terus berharap. Penderitaan yang kurasa saat ini, dapat berakhir sesuai yang ia katakan.
"Suatu hari senang datang, nikmati saja. Tapi, suatu hari sedih akan lebih berkesan, nikmati saja."
Aku menangis, dan menangis. Hingga rasa senang itu datang dengan sendirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
tanda koma - atsumu miya
Fanfiction💭 ꧇ atsumu miya Satu kesamaan tentang perasaan, yang masih diakhiri dengan tanda koma. [kumpulan drabble tak beralur] Ⓒmonasei, 2022