7. feromon

82 18 2
                                    

Aku melenggang menuju ruang tengah sambil membawa kantung keripik kentang rasa rumput laut favoritku. Di sana, aku menemukan Atsumu yang tengah terkapar dengan keringat membanjiri tubuhnya. 

Pria itu tak mengenakan pakaian, atau sesuatu yang bisa menutup tubuhnya selain celana latihan. Napasnya masih terburu, dan aku bisa melihat abdomennya yang terlihat kembang kempis saat dia berusaha untuk menata kembali ritme napasnya.

Jangan tanya seberapa seksinya dia saat ini,  karena kalau aku tak ingat bahwa kadar cintaku padanya tak melebihi cintaku pada keripik kentangku, maka saat ini pun aku pasti sudah merangkak di atas tubuhnya itu untuk segera menyerangnya.

Rajin melatih otot bukanlah hal baru bagi Atsumu —mengingat dia adalah seorang atlet bola voli yang juga terpilih sebagai salah satu pemain nasional. Dan melihatnya berlatih di dalam rumah pun seharusnya sudah menjadi hal biasa bagiku. 

Yang tidak biasa hanyalah ketika dia melihatku dengan tatapan menghina, seperti saat ini.

"Kau tidak capek ya?" Celetukku di sela kunyahan keripik, mencoba tidak memedulikan betapa terganggunya dia melihat kantung besar di tanganku.

"Aku baru mulai setengah jam yang lalu."

"Dan sudah basah kuyup begini?"

Atsumu membangunkan setengah badannya, lalu menatapku dengan wajah paling menyebalkan yang pernah dia perlihatkan. Tatapan itu beralih padaku dan kantung keripik super besar di tanganku secara bergantian.

"Ada masalah?"

"Kau tidak bisa berhenti mengunyah ya? Terlebih keripik itu! Kau tau berapa kandungan lemak dan kolesterol? Biar kuberitahu ... "

Aku menyahut sebelum ia berkhotbah panjang lebar dan mendadak jadi ahli nutrisi seperti biasa. "Tidak perlu!" Aku tahu kalau keripik kentang mengandung banyak lemak dan kolesterol, namun sebatas itu saja karena aku tak ingin berpisah dengan salah hal yang aku cintai seandainya aku mencari tahu lebih lanjut. 

Atsumu mendecih kesal, mengetahui kenyataan bahwa aku lebih mencintai keripik daripada dirinya. Dia kembali merebahkan tubuhnya ke lantai, sebelum bangun untuk yang kedua kalinya lalu menyambung.

"Bagaimana kalau kau membantuku?"

"Olahraga?"

"Yep."

"Ih, tidak mau. Nanti aku ikut basah oleh keringatmu!" Jawabku santai sambil menjumput lagi keripik dalam kantong.

Atsumu berdiri menghampiriku. Dengan rautnya saat ini, aku yakin kalau dia pasti akan melakukan hal aneh yang kemungkinan bisa membuat noradrenalinku naik.

Dia duduk di sebelahku.

"Kau tahu?" Mulainya lagi.

"Tidak!"

"Perutmu sudah berlipat tiga." Dia mengucap kalimat sakral itu dengan sengaja menyingkap ujung kausku yang longgar. Lalu dengan sengaja juga dia mencubit bagian dari perutku hingga aku berteriak kesakitan. 

Spontan aku menjitak kepalanya hingga ia memajukan bibirnya, manyun. "Dasar mesum!"

"Hah? Kau pikir siapa yang bernapsu dengan lipatan lemak seperti ini?" Sekali lagi Atsumu menyingkap kausku, lalu lagi-lagi, mencubitku keras.

Ini bukan kali pertama, karena menjadi sangat tumpul dengan tidak memikirkan sensitivitas wanita saat disinggung perihal berat badan adalah salah satu sisi buruknya. 

"Serius, kau harus membakar lemakmu ini sebelum benar-benar menggumpal!"

"Bukankah kau sendiri menyebutku dengan 'gumpalan lemak'?"

"Benar. Jadi sekarang letakkan kantung itu lalu ikut melatih otot bersamaku!"

"Tidak mau!"

"Kenapa tidak?"

"Ini hari libur, jadi kenapa aku harus kelelahan dan penuh keringat sepertimu?" Lembar keripik yang baru saja masuk ke mulutku menjadi yang terakhir saat Atsumu merebutnya paksa sambil menyeloroh ringan, "Keringat itu bagian dari feromon!"

"Aku tidak butuh feromon!"

"Oh, benarkah?" Atsumu menyeringai tipis.

"Hah?"

"Ngomong-ngomong aku tahu hal yang bisa menjadikanmu kurus selain olahraga."

"Ya?"

"Jadi mau bergerak di sini apa di kamar?"

" .... "

Aku tidak sempat menjawab karena sepersekian detik setelahnya dia bergegas mengangkat dan membawaku ke kamar untuk aktivitas yang ia bilang bisa membuatku kurus itu.

tanda koma - atsumu miyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang