6. temu

87 17 1
                                    

Sesuai pesan yang disiarkan kemarin lusa, jadwal kelasku untuk berangkat ke sekolah jatuh pada hari Selasa.

Kebetulan, aku sedang menghindari posisiku sebagai pembaca undang-undang di upacara bendera. Walaupun harus melewatkan tiga mata pelajaran pokok, setidaknya balasan yang kudapat masih setimpal. Toh, tidak apa-apa. Meninggalkan pelajaran pokok selama satu hari tidak akan membuatku tinggal kelas.

Totebag putih yang mampu membawa beberapa buku dan botol minum kugendong dengan sepenuh hati. Tak lupa membawa kotak bekal sebagai ganti sarapan yang kulewatkan pagi ini.

Bukan karena terlambat bangun, namun jika aku tidak berangkat tepat pada pukul enam, bisa jadi gerombolan manusia yang pergi untuk bekerja akan memenuhi jalan raya dan menghambat arus menuju sekolah. Benar. Bukan kebohongan lagi jika kota besar akan dilanda macet. Terutama di hari-hari kerja seperti sekarang ini.

Maka dari itu, tiba di sekolah pada pukul enam lebih lima belas menit bukan sesuatu yang aneh bagi para siswa di daerahku.

... Benar, kan?

Tapi, jika hal itu benar, tentu saja halaman sekolah pada pagi ini sedang dipenuhi para manusia yang tengah beranjak menuju kelas masing-masing. Seperti hari-hari sebelumnya. Dan, seharusnya hari ini tidak yang berubah. Tetap stagnan.

Namun, alih-alih melihat para murid berkeliaran, aku malah mendapati gerbang sekolah yang belum dibuka sama sekali.

Ada yang tidak beres, pikirku saat itu.

Pandangku beralih pada arloji yang terpasang di pergelangan tangan kiri. Walau perlahan, ragu mulai menyergap akal sehat. Sempat kukira diriku yang salah melihat angka, namun tidak ada yang berubah. Denting masih berada di angka enam. Lantas, mengapa gerbang sekolah tak kunjung terbuka?

Haruskah aku masuk sekolah dengan cara memanjat gerbang?

Sepertinya harus.

Dengan segera aku mengambil ancang-ancang. Lengan seragam buru-buru kugiling sampai ke atas. Totebag yang lumayan berisi jumlahnya harus kusampirkan pada leher. Juga, tak lupa mengikat rambut panjang yang padahal sudah kutata rapi dari rumah.

Setidaknya, demi sekolah.

"DEK!"

Ah, nyaris saja. Kupikir jantungku akan loncat keluar dari tempatnya.

Spontan diriku menoleh. Netra yang mengerling lantaran seruan lantang itu mungkin sudah cukup menjelaskan betapa kesalnya diriku saat ini. Jika dilihat dari tampangnya, sosok yang memanggilku beberapa detik lalu ini cukup terbilang ... ugal-ugalan. Ada sebuah puntung rokok yang bertengger di tangan kanannya. Dan, kancing seragam yang seluruhnya sudah terbuka, memamerkan kaos berwarna jingga yang bertuliskan do not touch me.

Yang pasti, lelaki itu berbeda jauh dengan diriku -yang tetap memakai blazer walaupun bukan di hari Senin.

"Salah tanggal, ya, dek?" Posisi yang semula sedang berjongkok di samping gerbang itu, tiba-tiba saja berpindah mendekatiku. Meski puntung rokok sudah dibuang, tetapi tetap saja ... baunya masih menetap.

Sial. Kulihat ia menyeringai sekarang.

"Maksudnya? Kita ... salah lihat jadwal, gitu, kak?" Aku berucap pelan. Masih belum berani untuk berkontak mata dengannya.

Lalu, lelaki itu tertawa manis. Sangat cukup untuk menenangkan suasana di saat seperti ini.

"Hari ini hari Selasa. Dan di hari Selasa ini, semua guru mapel lagi ada acara. Kalo gak salah denger ... ada penyuluhan di taman kota?"

Posisinya kembali berubah. Kini, ia tengah bersender di depan gerbang sembari menatapku tanpa henti. Dan, benar saja. Tak lama setelah itu, mata hitamku dan mata cokelatnya bersitatap.

Mungkin karena mentari yang telah muncul ke permukaan, tengkuk leherku yang awalnya sedingin es telah memanas saat ini.

Masih berpandangan, aku pun memberanikan diri untuk berbicara, "Jadi ... kita kurang update, ya, kak?"

Lelaki bersurai kuning itu mengangguk antusias. Kelopaknya menyipit elok. Kurva yang menghadirkan deretan gigi itu berhasil membuktikan bahwa ia bukanlah sosok kakak kelas yang menyeramkan -seperti yang diopinikan publik.

"Nama gue Atsumu. Atsumu Miya. Kelas 12 IPS-4."

"Udah tau, kok, kak."

Kemudian, kami tertawa. Membiarkan temu melahap habis waktu yang semula berjalan secara hampa.

tanda koma - atsumu miyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang