5. warna

78 19 2
                                    

Untuk kamu, sang nirmala yang selalu bersenandika di rongga dada terdalam.

Saat ini, semesta sedang kehabisan warna untuk diabadikan, ya? Berkali kali aku mendengar ketukan hujan dari dalam gapura. Namun, raut semesta tak kunjung mereda. Nirmala, aku gelisah. Aku ingin berjumpa.

Mungkin, baskara yang tengah lelah sudah menyelinap pergi dibawa angkasa. Ah, sudah pasti baskara sedang dirampas. Buktinya, sampai bentang potret ini berputar arah, semesta belum sempat membawa pulang warnanya.

Jangan muram. Kuenya dimakan, ya. Nanti aku antar pulang, seraya membawa warna-warna semesta yang sudah kuselipkan dalam kantung jas hujan.

-Dari Atsumu Miya. Untuk sang nirmala, yang warnanya hilang dirampas semesta.

-

Atsumu. Aku juga ingin berjumpa denganmu. Namun, mengapa kereta yang sama terus berlalu? Atsumu, sepertinya nestapa masih mencintai warna-warna dalam diriku. Sejauh apa aku melangkah maju, pasti abu-abu selalu menyambut.

Atsumu, aku takut. Kali ini, langkahku tak bisa lagi bergerak mundur. Bagaimana caraku bertahan hidup?

Atsumu, semoga warnamu sepenuhnya luntur. Jika terus menerus abu-abu, aku bisa layu. Hatiku akan buntu. Atsumu, aku benci. Aku benci pada semesta yang sudah merampasmu pergi tanpa tutur pamit, walaupun itu hanya satu detik.

Kereta-kereta yang jenisnya masih sepadan terus berlalu pergi. Bentang angkasa yang selalu Atsumu kiaskan masih enggan untuk mewarnai. Hingga sisakan gulana, yang selalu hadir untuk menetap dalam hati.

tanda koma - atsumu miyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang