“Yok buru ke lapangan! Bentar lagi upaca—”
“COK! TOPI KU HILANG MANEH!”
“ITU DASI GUE, COK!”
“Lu ada ikat pinggang nggak?”
“Kagak! Gue pake tali rapia di belakang lemari kelas, njir!”
“Ini nggak ada razia rambut, kan?! Rambut gue udah mirip Eren Yeager mau rumbling dunia, nih!”
Fajar menghela napas paling pasrah. Ini masih pagi, sangat pagi dan terlalu dini untuk meledakkan emosi yang pelan-pelan membuat jidatnya mendidih macam lumpur lapindo. Menjadi yang paling normal di antara teman-teman ‘ajaibnya’ memang merepotkan.*
*Cuma doi yang berpikir demikian, by the way.
Doi mengelus dadanya berulang, “sabar, Jar. Yang sabar pacare akeh (pacarnya banyak) .” Ujarnya, menenangkan diri sendiri.
Agak kurang ajar sih, Jar.
“Jar!”
Fajar menengok, menemukan Kasa di ambang pintu kelas. Berbeda dengan sisa teman-temannya yang masih riwehin atribut upacara, Kasa pagi ini udah berdiri dengan ganteng dan full atribut sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Kenapa lu? Tumbenan lo nggak rebutan minyak urang-aring sama Sam.” Curiga Fajar. Tiap hari Senin kelas mereka pasti mendadak penuh sesak sama bau melati khas urang-aring milik Mbah Ilham karena kaum adam nggak mau menjadi pelanggan salon cukur rambut gratis Pak Jay.
“...”
Tapi Kasa diam aja. Kepalanya menunduk sambil mesem-mesem nggak jelas. Yah, kebetulan Fajar nggak kaget, Kasa mah emang aneh sejak zigot.
“Kas, please deh. Pagi ini lo kenapa?” tanya Fajar males. Menghadapi makhluk tak terdefinisi macam Kasa bisa menguras energi kehidupannya yang nggak seberapa itu.
“Hehe.”
Lah, malah cengengesan bocahnya.
“Kas?”
“Jar, ini gue nemu dasi di laci lo, gue pake ya—Lah, lu kenapa, Kas?” Naufal bergabung ke lingkaran sesat antara Fajar dan Kasa setelah sibuk mencari dasi.
“Hehehe.”
Sumpah deh, Kas. Lu kenapa, sih?
“Kas, lu pagi ini mau digeplak pake sapu lidi atau dicium sama si Mbah?” tawar Taufik tiba-tiba.
“IIHHH EMOHH!” Merasa namanya dijual, Mbah auto muntah ditempat.
“Sam.” Setelah cengengesan sok misterius, Kasa memanggil bestainya.
“Ha?” Dengan rambut yang abis dikeramasi minyak urang-aring, Sam menyahut malas.
“Lo…”
“Gue kenapa?” Alis doi naik satu, Sam jadi kepo. Doi khatam mati sama ke-abnormal-an Kasa, tapi please deh, kali ini apa lagi?
“Lo punya…”
“Punya?” Risky menyahut, sedang yang lain ikutan cengo menunggu akhir dari ketidakjelasan makhluk anomali di depan mereka.
Kasa mengadah, kali ini mengabsen wajah-wajah abstrak teman-temannya. Tapi aneh, muka doi malah keliatan pucet.
“Lo… punya obat diare nggak? Tolak angin gitu? Perut gue mules. Huehueee~”
Ending yang anti-klimaks sekali.
Dan Kasa berakhir di UKS.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Galaxy In Your Sea [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[Tersedia di Shopee] . . . "Kas, lo tau nggak, apa yang lebih luas dari nama lo dan nama gue?" Alis Kasa naik satu. "Apaan? Emang ada?" "Ada." "Apa, tuh?" "Hati lo." Rollercoaster persahabatan dan kehidupan SMA Samudera dan Angkasa. ...