[4]

152 29 0
                                    

Rasanya aneh terbangun tanpa mendengar rentetan panggilan dan spam pesan dari Wendy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya aneh terbangun tanpa mendengar rentetan panggilan dan spam pesan dari Wendy. Pada jam-jam ini biasanya ponselku sudah riuh sekali. Meski begitu aku tetap mengecek chat room dengan Wendy walau tidak ada satupun pesan terbaru, tentu saja. Last seen-nya sama sekali tidak berubah, memang apa yang aku harapkan?

Jemariku malah bergerak menggulir layar, melewati beribu-ribu pesan. Kemudian berhenti ditopik pembicaraan serius, sangat tidak tepat untukku yang baru saja bangun. Namun akhirnya aku membacanya juga, soal kondisi rumahnya yang kian memburuk. Lalu pembicaraan itu terputus dan disambung telepon.

Aku ingat tengah malam mendengarkan tangis dan cerita Wendy yang terputus-putus. Mendengarkan bagaimana lelahnya dia terus dipaksa belajar dan mendengarkan cemooh orangtuanya ketika dia gagal.

Sebetulnya aku kurang atau malah sangat buruk menanggapi yang seperti ini. Yang kukatakan saat itu hanya sepatah dua patah penenang, lainnya hanya penuh omong kosong.

Di titik ini aku sadar bahwa tidak memahami bagaimana sakitnya Wendy.

Cepat-cepat kututup room chat dan mematikan ponsel. Aku benar-benar seorang pecundang yang berusaha lari dari penyesalan. Sebenarnya apa alasan Wendy tetap menumpahkan seluruh kerapuhannya padaku?

"Bangun, pemalas."

Mama membuka pintu begitu saja. Ini akhir pekan, tidak biasanya dia membangunkanku. Meski begitu, aku tetap bangkit dan meninggalkan kasur setelah mencium aroma masakan. Makanan adalah hal nomor satu di atas segalanya ketika kau terbangun dalam keadaan lapar.

Masih dengan penampilan kusut, aku melahap pelan-pelan nasi goreng. Asin, terkadang Mama bisa memasak dengan hasil sangat buruk dan terkadang sangat mengesankan.

"Aku masih menyayangkan soal Wendy. Anak yang malang."

Sepertinya pagiku tak akan berjalan baik. Didetik Mama membicarakan kepergian Wendy, selera makanku langsung sirna.

"Kau berteman baik dengannya, bukan? Apa benar rumor tentang kekangan orangtuanya itu benar?"

Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana. Aku enggan membagi kisah pedih Wendy pada siapapun. Bisa jadi cerita ini menyebar luas dan menjadikan keluarga Wendy yang cukup terpandang itu dicap semakin jelek. Meski fakta bahwa memang benar yang menyebabkan Wendy terperosok dalam kekelamannya adalah mereka. Namun aku tidak pantas menyebar luaskan kebenarannya, tentunya ini demi Wendy.

Satu-satunya yang bisa kulakukan hanya mengangkat bahu. "Dia tidak pernah bercerita apa-apa." Padahal ada segudang cerita-cerita yang aku simpan.

Mama mengangguk-angguk. Menghela napasnya panjang. "Wendy pergi dengan menyakitkan. Tapi mau bagaimana lagi, hidupnya sudah digariskan seperti itu."

Darahku mendidih. Aku memilih diam saja walau perkataan Mama sangat tidak kusetujui. Mengapa Wendy harus menderita begitu parah? Bahkan ketika dia mengejar kematiannya sendiri, rasa sakitnya masih terus menggelayuti hati.

Mataku memanas, kekesalanku memuncak. Aku langsung meninggalkan meja makan tanpa kata dan memasuki kamar mandi. Rasanya paru-paruku semakin menciut, seperti ada beban berat yang menindih dadaku. Pandanganku mengabur, apa yang ada di kepalaku hanya penuh dengan Wendy dan penyesalan.

Wish You Were Here ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang