Only Dream

318 35 0
                                    


Anna masuk ke dalam rumahnya tepat di waktu makan malam. Setelah menyimpan tas dan jaketnya, Anna masuk ke ruang makan dan di sana sudah terlihat Thomas dan meja makan yang berisi makanan dan lilin. Makan malam yang tidak biasanya, makan malam romantis. Thomas berdiri lalu menghampiri Anna, menatapnya sambil menyeka sebagian rambut yang menutupi wajahnya. Jemarinya sampai di dagu Anna, sambil menatap, Thomas mengangkat dagu Anna dan menempelkan bibirnya pada bibir istrinya.

"Kita belum pernah makan malam romantis, maka aku buatkan ini untukmu," bisik Thomas setelah mencium istrinya.

Anna tersenyum manis. "Aku sudah sangat lapar."

Thomas kemudian membukakan kursi di untuk Anna duduki, kemudian mereka pun mulai memakan hidangan yang sudah dipersiapkan di atas meja.

"Aku sudah memikirkan," kata Thomas di sela-sela makan malam. "Bagaimana kalau kita bulan madu?"

Anne terkejut mendengar itu. Thomas benar-benar penuh dengan kejutan. Bagaimana mungkin seorang mafia memiliki sikap romantis seperti itu.

"Kenapa? Kau tidak mau?" tanya Thomas, karena Anna tidak merespon soal rencana bulan madu itu.

Anna menggeleng. "Tentu aku mau. Kita bulan madu kemana?"

"Kau ingin ke tempat yang dingin atau hangat?"

"Um...aku ingin ke pantai yang hangat," kata Anna sambil meminum winenya.

"Deal."***Seseorang dengan hoodie berjalan di jalanan gelap pada malam hari tanpa adanya penerangan. Di balik tikungan terdapat lahan luas di pinggiran danau. Di lahan luas tersebut terlihat beberapa kereta gipsy berjejer dan di tengah terdapat api unggun menyala dengan orang-orang berkerumun di pinggiran api unggun.

Orang-orang yang berkerumun itu kemudian menatap kedatangan orang yang terasa asing di lingkungannya. Lelaki itu pun membuka hoodienya dan menatap mencari ketua dari kelompok Lee Bersaudara itu. Lelaki itu bukan lain adalah George.

"Siapa ketua gengster Lee Bersaudara?" tanya George.

Tak lama seseorang dengan tatapan tajam berdiri dan menghampiri. "Mau apa kau?"

George menatap lelaki kurus di hadapannya. Dia tahu orang ini bukanlah yang diacari.

"Kubilang aku ingin bertemu dengan ketua!" hentak George.

Tak lama, lelaki tinggi besar dengan luka sayat lkering di pipinya berdiri dan mendekat. Dia menyuruh anak buahnya untuk menyingkir dari hadapan George.

"Apa yang membawamu berani ke sini?" tanya lelaki itu.

"Aku ke sini untuk menawarkan sesuatu," ucap George.

Lelaki itu berdecak. "Aku tidak tertarik dengan uangmu."

Lelaki itu kemudian berbalik hendak meninggalkan George.

"Bagaimana dengan kepala Thomas Scott?"

Lelaki itu berhenti saat mendengar kepala Thomas Scott sebagai imbalan. Hasil pertarungannya dulu Lee Bersaudara memang berhasil mencuri semua uang dan senjata The Blinders, tapi The Blinders berhasil membalas dengan memberikan Lee Bersaudara kepada polisi atas kepemilikan senjata pencurian dari gudang senjata pada saat perang. 


 Sampai saat ini Lee Bersaudara masih dendam pada The Blinders. Dendam membuat mereka ada. Tapi mereka masih mencari celah untuk bisa menaklukkan The Blinders lagi setelah mereka tidak memiliki Grace.

Lelaki itu kembali berbalik dan menatap George.

"Apa yang kau inginkan?" tanya lelaki itu.

George tersenyum miring.***Sreet

Thomas yang sudah tak sanggup lagi berdiri diseret oleh kedua orang yang tak dikenalnya. Kepalanya dibungkus kain hitam kedua kelangannya terikat ke belakang dan dia tidak tahu berada di mana. Wajah dan tubuhnya penuh dengan luka dan darah karena pukulan. Dia merasakan dadanya mulai sesak, mungkin ada tulang rusuknya yang patah.

BRUK

Yang tadinya diseret, Thomas dijatuhkan ke atas tanah. Tubuhnya lemas, tak sanggup dia untuk berdiri. Tapi seseorang menariknya dan membuatnya terduduk.

Sret

Kain hitam penutup kepalanya terbuka, cahaya mulai masuk dan menusuk matanya. Perlahan Thomas membuka mata dan melihat ke sekeliling. Terlihat seperti gudang senjata. Di sekelilingnya berdiri orang-orang dengan wajah yang sangat asing.

"Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanya Thomas, lemah.

Tak lama dua orang muncul dengan membawa seorang wanita dengan cara yang sama, diseret dengan kepala ditutup kain, dan kedua lengan di belakang.

"Tidak! Tidak!" teriak Thomas saat mulai mengenali sosok di balik kain hitam itu.

Kedua orang itu berdiri hanya berjarak beberapa meter dari hadapan Thomas. Wanita itu di jatuhkan kemudian kain penutupnya dibuka. Wajah itu sangat dikenali Thomas.

"Anne..." ucap Thomas melihat wanita yang terlihat lemas dan penuh luka lebam di wajahnya.

Anne menatap Thomas dengan mata yang berkaca-kaca. Thomas mulai berontak namun orang-orang bertubuh besar itu segera menahan tubuh Thomas.

"Lepaskan!" teriak Thomas.

Lelaki yang berdiri di samping kiri Anne tersenyum miring, lalu mengeluarkan senjata dari balik jasnya dan menodongkannya ke kepala Anne.

"Tidak! Tidak!" teriak Thomas. Semakin dia memberontak, semakin besar pula tenaga orang-orang yang menahan tubuhnya.

Anne menangis, lalu menatap mata Thomas. "I love you,"

"DOR!"

Tubuh Anne tergeletak ke tanah dan darah segar keluar dari tengkorak Anne.

"Tidaaaaaakkkkk!!!!!" teriak Thomas sambil menangis histeris.

Anne terbangun dari tidurnya saat mendengar Thomas mengigau. Segera dia memeluk suaminya dan berusaha membuatnya terbangun.

"Tommy, buka matamu!" seru Anne.

Thomas segera membuka matanya dan keringat dingin membanjiri tubuhnya. Segera dia menatap Anne yang ternyata berada di sampingnya. Thomas meraup muka Anne dengan kedua telapak tangannya dan memeriksa wajah dan tubuh istrinya yang terlihat baik-baik saja.

"Ada apa?" Anne terheran-heran dengan tingkah laku suaminya.

Thomas akhirnya menghela nafas panjang. "Hanya mimpi.. hanya mimpi..."

Sungguh mimpi yang sangat mengerikan. Selain merasakan kehilangan sahabatnya di medan perang, baru kali ini dia kembali merasakan sesaknya kehilangan orang yang dicintainya meski hanya lewat mimpi. Thomas segera memeluk Anne. Anne yang bingung hanya dapat membalas pelukan suaminya.

"Kau bermimpi buruk?" bisik Anne, dalam pelukan Thomas.

Thomas mencium kepala Anne sambil tak melepaskan pelukannya. "Tidak akan ada yang bisa menyakitimu. Aku janji."

Anne mengusap dada Thomas. "It's okay, aku aman bersamamu."

Anne masih merasakan detak jantung Thomas yang memburu dan nafas yang belum beraturan. Sebegitu mengerikannya mimpi itu hingga pertama kalinya dia melihat Thomas ketakutan seperti ini.

Birmingham 1919Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang