"Aku tak mengerti apa yang kau rencanakan."
Malam temaram dengan sinar bulan memasuki jendela kamar megah milik pimpinan para werewolf tersebut. Baginda Raja Kim hanya melirik istrinya tanpa benar-benar menggubris ucapannya.
Pria paruh baya itu meletakan buku bacaannya, kemudian ikut bergabung dengan sang permaisuri di ranjang mewah mereka.
"Kau yang merencanakan ini, Ratuku. Kenapa masih memikirkan apa kiranya yang kulakukan?"
Keduanya saling menghadap satu sama lain, meski ada jarak yang cukup lapang memisahkan mereka. Tampak jauh walau sebenarnya dekat, tampak begitu sulit digapai walau hanya sejangkauan mata. Song Eunji selalu memikirkan apa yang terjadi pada mereka, namun dia terlalu enggan mengutarakan segalanya.
Yang beliau butuhkan hanyalah waktu dan rencana.
"Para peserta mulai mendengar desas-desus tentang penyelenggaraan pemilihan calon permaisuri merupakan rencana tersembunyi untuk menjodohkan putra mahkota. Berita penting semacam ini tak mungkin bocor keluar, kecuali salah satu di antara kita yang berkhianat." Mata wanita itu mengilat tajam. Memperingatkan.
"Oh menurutmu itu adalah aku?" Baginda Raja pura-pura terkejut, beliau lalu mengganti posisi tidurnya agar terlentang, sebelah tangannya menumpu kepala.
"Lagipula, serapi apapun aku menyembunyikannya-pun kau sendiri sudah lebih dulu mengetahuinya, kenapa masih juga bertanya?"
Tidak peka dan tidak punya hati. Permaisuri Song seharusnya sudah sadar apabila beliau mempertahankan pernikahan ini semata-mata karena tanggung jawab yang dia emban. Karena cinta dan komitmen telah lama layu di antara pernikahan mereka.
Ø
Namjoon mengamati tes kaligrafi tanpa minat sama sekali. Sudah banyak hal yang diam-diam diatur oleh keluarganya dan ia sudah terlanjur terbiasa. Terkekang sedemikian rupa telah menjadi rutinitas hariannya. Ruang gerak dibatasi namun dituntut untuk sempurna setiap hari.
Dia terlewat muak, namun tanpa keluarganya, ia hanyalah seorang lelaki tanpa jati diri. Gelar di depan dan belakang namanya akan selalu membebaninya, akan tetapi ia tak jua melihat dirinya bisa hidup di keadaan berbeda.
Perlahan, ia mulai berhenti memberontak. Terlalu lelah. Terlalu berat. Tenaganya total terkuras dengan tindakan sepelenya. Begitu miris, namun begitulah keadaannya.
Hoseok mengirimkan sebuah pesan tepat saat ia membuka ponsel, saat jeda makan siang. Hanya sebuah pemberitahuan jadwal harian dan sebuah foto lelaki tampan yang kelihatannya seorang omega.
Namjoon mengernyit, rasanya ia pernah melihat laki-laki itu di sini.
Siapa? Dia mengetikkan balasan singkat, murni penasaran karena rasanya Hoseok bukan orang yang gemar berbasa-basi semacam ini.
Saya mendengar dari beberapa pengawal istana pagi ini apabila calon permaisuri Yang Mulia sebenarnya telah ditentukan, setelah saya cari tahu, dia adalah orangnya.
Kim Seokjin, putra dari Sekretaris Jendral Istana periode ini Kim KiJoon.
Ah. Pantas saja ibunya tidak terlalu heboh mengikuti serangkaian acara seleksi. Bukan rahasia lagi bagaimana istana kerap kali melakukan berbagai macam rencana agar menarik simpati publik. Namjoon memang sering tak mengacuhkan beberapa hal, namun sepertinya ia benar-benar tak ingin diberitahu secara langsung sekalipun ini adalah calon permaisurinya.
Dia sering dijuluki boneka pangeran beberapa tahun lalu karena kurang cepat memahami beberapa pelajaran dasar adat istiadat, ketika ia berusia sepuluh tahun. Tapi semakin dewasa, ia justru baru merasakan julukan itu lebih cocok untuknya sekarang.
Sebuah pesan singkat dari ibunya, lantas muncul di tengah kalut pikirnya.
Datanglah ke ruang belajarku, Putra Mahkota.
Tepat saat dia ingin sekali menuntut banyak penjelasan kepada sang Permaisuri.
"Saya akan pergi sekarang." ujar Namjoon kepada kepala pengawas ujian yang tengah bersantai.
Jam sudah menunjukkan waktu dua belas lebih lima puluh di mana jam makan siang sebentar lagi akan berakhir.
Namjoon langsung pergi dengan para pengawalnya, kembali menuju bangunan utama istana.
Ø
Seokjin tak akan pernah paham bagaimana semesta mengatur segalanya. Bagaimana pula sang Dewi bisa begitu luwes menempatkan masing-masing pion dengan begitu leluasa. Yang Seokjin pahami, adalah hidup bak permainan belaka.
Hidup yang ia jalani kinipun, hanyalah rangkaian peristiwa yang telah orang lain jalani. Tak ada yang istimewa, tak ada yang benar-benar dibuatkan untuk dirinya seorang.
Dia pun yang kini menjadi bahan utama desas-desus para peserta seleksi hanya bisa menghela napasnya lelah. Seokjin memang ingin semua ini dipermudah agar bisa mendapatkan apa yang ia mau, namun sepertinya memang harus mengorbankan sesuatu.
Seolah semua hal layak dikorbankan demi suatu keinginan. Rasanya ingin mengelakpun, semesta sudah mengatur demikian.
"Seokjin-sshi, saya rasa kamu paham kenapa berada di sini kan?"
Permaisuri bertanya, kala Seokjin duduk di ruang kerja pribadi milik beliau.
"Ya, Yang Mulia. Kalau begitu, bisakah saya mengajukan beberapa hal sebelumnya?"
Hidup memang telah dirancang sedemikian rupa, namun Seokjin enggan untuk turut duduk manis menunggu kisah selanjutnya.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrange Marriage (Extended) ON HOLD
FanfictionDunia Seokjin sudah cukup terjungkir balik, dia bahkan tidak pernah berpikir jika selama dua puluh lima tahun hidupnya akan menjadi sebegini pelik. Dan masalah utama dari semua hal ini, baru saja akan dimulai. Royalty Modern AU ABO Slow burn Kim...