24.

37 38 7
                                    

Sambil baca sambil play lagu "Aku yang salah - Elmatu" biar lebih ngena, hahaha. Happy reading y'all

.
.
.
.
.
.
.

"Kalau memang kita hanya dipertemukan, mengapa Tuhan membiarkan aku jatuh terlalu dalam, Na?" -Adimas Pradhipta-

🍂

"Na" Aku membuka suara. "Lo kalo liburan suka kemana aja?" aku bertanya sambil menatap gadis yang lebih pendek dariku.

"Eumm, Venna belum pernah request tempat liburan kalau lagi liburan keluarga" ia menjawab sambil tetap memandang lurus ke depan. "Because I never allowed to go to anywhere without my family join in and my voice never be heard by anyone"

"But I would like if I can go to Zoo with person I love" senyumnya merekah, terdapat harapan di matanya.

"Atau sekedar pergi ke Mall, gak apa-apa walau gak belanja apapun"

Biarkan aku mengagumi Ravenna sekali lagi. Gadis ini sangat sederhana, aku belum pernah bertemu seseorang setulus dan sesederhana ini. Maksudku, Venna tidak menginginkan sesuatu yang mewah, hanya hal sederhana seperti kebebasan.

"Kalau begitu, ayo kita ke kebun binatang, Mall, nongkrong di Cafe fancy tepat habis lo Ujian Nasional, gimana?"

Venna menoleh dengan cepat dengan senyuman lebar di wajahnya. Ia mengangguk cepat dan berteriak senang, bahkan badannya yang awalnya lemas menjadi sangat berenergi sampai mampu berlari dan melompat kesana kemari.

"Ih tapi kenapa harus abis UN, sih?? Kelamaan tau kak" ucapnya sambil menggoyang goyangkan genggaman tangan kami. Aku menghentikan langkahku, memutar badanku menghadap kepadanya dan menggenggam dua telapak tangan yang lebih kecil dariku.

"Karena kakak hari ini mau sekalian pamit sama kamu. Kakak mau ada urusan kampus ke Surabaya besok sampai beberapa bulan ke depan"

Tatapan mata Venna langsung berubah sendu, cekalan tangannya melemah. Aku sudah menduga reaksinya akan seperti ini, aku terkekeh kecil dan mengelus puncak kepalanya.

"Jangan sedih, bocil. Kakaknya cuma ke Surabaya kok. Malang ke Surabaya kan cuma satu jam perjalanan"

"Ih tapi kan sama aja, Venna ditinggalin lagi"

"Eh siapa bilang?? Tenang, kakak udah sewa jasa anter jemput, ajak makan siang, termasuk ojek buat pulang pergi dari tempat bimbel" aku dengan bangga memamerkan persiapanku untuk Venna.

"Emang siapa?"

"Janu sama Rio"

Venna akhirnya terkekeh kecil. Untungnya tidak ada hal yang menyulitkan pamitku pada Venna. Ia segera mengerti setelah aku menjelaskan kegiatan kampus yang aku rencanakan beberapa bulan ke depan.

Dan coba tebak, siapa yang aku bohongi? Kampus mana yang menyuruh mahasiswanya mengikuti kegiatan di luar kota berbulan bulan? Benar, kegiatan kampus adalah pengalihan isu yang sesungguhnya.

Saat aku keluar dari rumah sakit waktu itu, Dokter Chandra sempat mengatakan bahwa ia sudah nyaris angkat tangan dengan kondisiku yang parah ditambah peralatan medis untuk mengatasi penyakitku tidak cukup memadai disini. Namun, ia segera merujukku pada salah satu rumah sakit besar di Surabaya. Aku perlu melakukan beberapa pengobatan disana, dan sedikit kabar gembira bahwa aku ada di urutan kedua untuk waiting list penerima donor ginjal.

Aku tidak mungkin menceritakan ini pada Venna dengan kondisinya yang juga lemah. Bisa bisa ia drop lagi karena banyak pikiran. Setidaknya, sekarang ia milikku, aku harus menjaganya dari semua rasa sakit yang ada di dunia.

"Satu lagi, bawa ini ya, simpen jangan diintip" Aku menyerahkan kertas kecil berisikan keinginanku yang tadi kutulis. "Habis kamu UTBK dan diterima kampus, kita kesini lagi dan ngeliat hal apa aja yang udah kita capai" kulihat mata Venna sedikit berkaca kaca menerima kertas milikku.

"Janji ya?" ucapnya sambil mengacungkan kelingkingnya. Aku merendahkan tubuhku sejajar dengannya dan menautkan kelingkingku pada kelingkingnya. "Janji"

"Ya sudah, sekarang pulang ya, besok ujian"

Aku mengajaknya pulang ketika senja telah turun menyambut malam. Kami melewati jalanan Kota Malang yang dingin dengan suasana yang damai. Tidak ada obrolan di antara aku dan Venna, hanya ada kami dengan pikiran masing masing yang melayang entah kemana.

"Na"

"Iya, kak?" ia langsung menoleh kearahku dengan wajah cantiknya.

"Nothing, just love you"

Bukannya di balas dengan 'I love you too' aku malah mendapat pukulan salting seorang Ravenna. Tak lama setelah gombalanku berlangsung, kami dihadang oleh kemacetan padat di jalan Soekarno Hatta, dan aku tau ini akan menjadi macet yang tak kunjung reda.

"Yah, kak. Sampe malem nih macetnya" ucap Venna sambil mendongak berusaha melihat keadaan di depan.

"Jelas sih. Lo gapapa kan balik agak malem?"

"Gapapa asal sama kakak sih, hehe"

"Ih dasar, mentang mentang official malah centil si bocil" aku bergerak menoel ujung hidungnya dan disusul dengan kekehan kecil darinya.

"Mau dengerin kakak main gitar sambil nyanyi gak?" ucapku iseng.

"BOLEH!" tak kusangka perkaraankuendapatkan respon semangat darinya. Baiklah, karena gitarku juga sedang ada di jok belakang jadi sekalian menunggu macet ini bisa diurai mari kita mainkan satu lagu.

Aku meraih gitarku, membenarkan senarnya dan akhirnya memposisikan gitarku dengan nyaman di pangkuanku. "Judulnya, Aku yang salah. Dengerin ya" aku mulai memetik senar senar gitar dengan perlahan.

Sejak pertama kita
Menjalin kisah cinta
Tak ada yang bisa
Merubah kisah kita

Aku meliriki Venna yang benar benar serius mendengarkanku. Baik, ini saatnya aku menunjukkan sisi laki laki hebat diriku. Aku melanjutnya permainin jariku di gitar milikku.

Ternyata
Aku salah
Iman yang berbicara
Tolong aku Tuhan
Mengapa semuanya terjadi

Aku tersenyum kecil setelah mengeluarkan suaraku dengan sebaik mungkin dan melihat senyuman manis di wajah Venna. Aku mendongak dan balik menatapnya saat memasuki reff lagu.

"Tolong tanyakan pada Tuhanmu" nyanyiku merdu.

"Tuhan kakak juga kali" Venna menyahut dengan cepat.

"Bolehkah aku diberikan waktu untuk mencitainya?"

"Kak?"

"Bila memang cinta ini singkat. Mengapa kita yang harus terjatuh, terlalu dalam" Aku mengulas senyum, aku merasakan sensasi sedikit bangga dengan lirik sekaligus curhatan hatiku yang spontan barusan.

"Ekhem, macetnya udah agak reda ya, oke ayo pulang ya"

Aku meletakkan gitarku dengan buru buru ke belakang lalu segera fokus lagi ke jalanan yang sudah mereda. Aku berusaha meredakan suasana dengan mengajaknya bercanda serta gombal gombal garingku kuluncurkan selama perjalanan. Aku mengantar Venna sampai rumahnya dengan selamat dan tidak ada lecet sedikitpun.

"Istirahat ya, cantik. Semangat besok ujiannya" tanganku terulur mengusap kepalanya perlahan.

"Siap kakak sayang! Kakak juga jaga diri ya di Surabaya. See you pacar!" balasnya langsung keluar mobil dan masuk ke dalam rumahnya.

Bagaimana tidak mleyot aku dipanggil seperti itu. Sungguh rasanya jantungku bertambah jumlahnya menjadi empat. Aku melihat wajahku di kaca yang merona hebat dan berakhir dengan diriku jingkrak-jingkrak di mobil dengan mengacak rambutku.

"Aduh aduh aduh gusti, lucu tenan pacarku niki" aku menggelengkan kepalaku dan akhirnya menyetir kembali ke rumah dengan hati yang masih lemas dan letoy akibat Venna.

.....

tbc.





Yang merasa geli atau cringe, maafin saya ya. Wajar, saya tidak pernah ngerasain uwu-uwu an di real life :"""

Ravenna || Sejeong X Doyoung [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang