RIZIK BUSTAMI 3

16 0 0
                                    


Land Cruiser VX, mobil termewah yang pernah aku tumpangi hingga saat ini membelah jalanan menuju hunian apart mewah tengah kota. Gary, supir paruh 30 memberikan semua kebutuhanku. Dari minuman hingga, sekotak coklat mahal hingga make up. Aku menolak. Tapi tidak untuk segelas anggur merah tua.

Aku membutuhkan sesuatu agar diriku tenang. Aku belum pernah bertemu dengan Superman. Tapi gaung keangkuhan kekuasaan yang dimiliki pria ini mampu membuatku merinding. Beberapa gelintir hotel bintang lima dan empat di berbagai kota besar warisan orang tua. Masih berkembang dengan stabil. Superman memulai usaha bisnisnya sendiri dalam bidang arsitektur dan jajarannya masuk dalam kategori tiga besar terpopuler dan termahal. Proyek raksasa dalam negeri hingga manca selalu elok dan menjadi mascot daerah tersebut. Dan perusahaan yang aku tempati ini merupakan anak bontot perusahaan Rizik Kapital House. Makin tahun bertambah profitnya. Berkembang dengan semestinya.

Dan saat ini, aku akan mencoba berembuk dengannya. Aku gemetar. Sialan! Kusesap anggur merah ini lagi. Aku ingin nyebat. Dan aku tidak ingin kurang ajar dengan menambah bau busuk di ruangan elegan mobil ini. kutatap kepala Gary dari kursi penumpang.

"Apakah masih lama?"

"Sepuluh menit lagi." Jawabnya diplomatis.

Kudiamkan dia kembali. Jalanan lengang di jam 2 dini hari. Kepalaku berat. Aku butuh tidur, dan pikiranku membuat terjaga. Lalu mobil berjalan mulus ke basement apartemen.

Lift naik ke lantai 30. Gary menekan earpod di telinganya. Mengabarkan jika aku sudah didepan. Membalas dengan sopan, lalu mengundurkan diri keluar tanpa bicara sepatah kata pun.

Lalu pintu mendengung terbuka. Kakuku melangkah kedalam. Apatemen tipe 21. Luas dan nyaman. Foto ketiga anak Superman tersebar dengan hangat. Sulung yang berumur 24 tahun dengan foto wisuda Masternya di luar negeri. Foto sepasang anak kembar laki-laki dan perempun berlatar belakang salju. Ok! Cukup menjelaskan kehidupan seorang pebisnis arsitek termashur. O jangan lupakan warisan hotel bintang 5 dan 4 dari orang tua paruh baya ini.

Dan disanalah ia. Sedang menatapku dari tepian gelas kristral gemuk yang diminumnya. Dengan elegan dia menurunkan gelasnya di meja Sebelahnya. Secara keseluruhan dia sama seperti pic yang kucari beberapa hari yang lalu. Hanya kesan adidaya lebih menguar disini secara alami. Kharisma yang diperoleh dengan keringat dan darah.

 Kharisma yang diperoleh dengan keringat dan darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

nyomot dari google ini picnya.

Pria ini berdiri, mempersilahkan aku duduk di sova tunggal yang nyaman. Sedangkan ia menarik kursi kayu sederhana dengan dengan jok berwarna biru tua. Menempatkkan di satu sudut hingga bisa menatapku keseluruhan. Tapi berbeda denganku. Harus melirik penuh. Ihhh makin gorgi kan. Sialan!

Pria ini tahu kondisiku. Ada segaris senyum dalam bibir tipisnya. "Mau minum sesuatu? Kopi? Teh? Bir? Wine?"

"No. Thanks." Lalu kutatap dia sungguh-sungguh. "Jona..." mulaiku. "Mengapa Anda mempersulit keponakan anda sendiri?"

"Berapa hutangmu padanya?" Dia bertanya balik.

Oke aku akan jujur saja. Hanya kemungkinan kecil aku bisa membantu banci itu. Jadi, tidak ada salahnya aku jujur kan apa maksud dan tujuanku. "tujuh puluh. Tinggal sepuluh."

Kembali ada senyum tipis di bibirnya. "Berapa hutang Jona?"

"Sepuluh digit." Kutatap datar pria ini.

"Mengapa mau jadi tumbal?"

"Hutang budi saya lebih besar, Pak." Ku ubah cara dudukku hingga menghadap dia penuh.

Tapi sebaliknya pria ini malah menyenderkan punggungnya di senderan kursi. Kakinya menyilang keatas kaki kiri. Dengan santainya mengambil cerutu di depanku yang sebelumnya tidak kusadari. Menyulutnya dengan khidmat. Ditatapnya rupaku dibalik asap pekat cerutunya. "Ceritakan."

"Saya Hypersexual. Seseorang mengenalkan saya dengan orgasme yang sampai sekarang belum ada duanya. Saya masih mencarinya. Dengan elegan tentu saja. Saya mengencani satu laki-laki dalam beberapa waktu. Rata-rata pria berduit di kampus. Saya dibayar. Mereka mendapat keloyalan saya. Untuk kehidupan kuliah, saya bekerja. Diberbagai tempat. Hingga dapat kesialan. Hahaha..." Aku tertawa jika mengingat hal itu. Sialan sekali memang.

"saya bertemu dengan pasangan resmi salah satu klien. Kami berkelahi di tempat ramai. Saya dipolisikan dan diadili. Saya butuh pengacara, dan Jona, teman satu kelas yang kebetulan juga mengambil kelas yang sama dengan dosen yang menjadi biang keributan membantu saya. Proses pengadilan hingga urusan kampus. Saya hampir di DO jika tidak ada campur tangan keluarga Jona."

Rizik tertawa pelan. Kepalanya menggeleng dramatis. "Jadi benar itu kamu?"

Aku hanya mengangkat bahu tidak peduli. Jika lingkaran kampus sampai heboh dan menjadi berita hingga sekarang, sudah pasti menjadi cemoohan di keluarga Jona kan?

"Benar!"

Rizik menyedot kuat cerutunya dan asapnya di lempar kemukaku dengan sinis. "Pulanglah. Silahkan kebawah. Gary akan mengantarmu." Lalu dia berdiri. Mengambil smartphone, mengetik sesuatu dan pintu apart terbuka.

Aku gagal. Kuraih lengan kirinya. "Try me..."

Pria paruh baya ini menatap tanganku yang menarik lengannya kuat. Tidak menunggu sedetik untuk merelai tanganku dengan kasar. Lalu menyeretku keluar. Pintu menutup dan kuhempas tangan Gary. Kutelan makianku dalam mulut. Kuacungkan dua jari tengahku kearah pintu. Kucebikkan mulutku dengan kesal.

Lalu kutegakkan tubuhku dan pergi dengan tergesa menuju lift. Sampai di luar lobi apart kutelpon Felix.

"Ya, Yang?" Suara debuman berisik dibelakang music Club terdengar kuat.

"Jemput gue. Apart A. Tower."

Felix tertawa girang. "Five Minute!"

ACE THE SUGAR BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang