Pikiranku semrawut. selesai pertemuan dengan bos, yang banyak revisian, aku ke kampus bertemu dosbingku. pikiranku yang melayang entah kemana diketahui hanya dengan melihat sekilas oleh dia. Namanya Bu Marsih. Dosen pebimbingku ada dua. Yang satu pak Cokro.
"Pusing sekali kamu, Wik. kalau ini saya ACC kira-kira beban pikiran kamu bertambah apa berkurang?"
Aku meraup lelah mukaku. Kutatap beliau sendu. "Tambah pusing pasti bu. Tapi paling tidak akan ada satu yang segera selesai." Jawabku nyengir.
"Jangan dipaksa kalau memang tidak kuat, ya. kamu juga manusia, juga punya batasan." Kuku yang di kutek biru tua menepuk pelan lengan atas kiriku. Senyumnya teduh. Kan, Jadi pingin nangis.
kemudian beliau memberikan tanda tangan tebal ACC beserta tanggal dan tanda tangan di cover depan skripsiku. separuh beban di bahuku terangkat rasanya. "Ibu yakin skripsi kamu bakal selesai cepat karena kamu sudah di lapangan langsung. kuliah kamu yang susulan gimana?"
"Baik, Bu. Sedang usaha mati-matian jadi mahasiswa teladan ini." Aku meringis.
Bu Marsih tertawa. "Ya Tuhan... kadang kamu merasa nggak sih, Wik? Kamu itu masih kalah cantik sama yang lain. Tapi aura menggulung ombakmu itu lho, yang bikin ketar-ketir ratu kampus sekalipun."
Ok, aura apa itu?
Beliau angsurkan sebendel skripsiku. "Ini nanti langsung ketemu sama Pak Cakra?"
kuanggukkan kepalaku. "Setengah jam lagi, di kantin."
"OK, banyak belajar lagi ya, pelajari lagi semuanya. semoga segera sempro."
Aku mengangguk semangat. Sewaktu berjabat tangan kucium tangan halus beliau dengan keningku. Dengan sayang beliau mengusap anak-anak rambutku.
"Nanti, ketika kamu sudah selesai dengan urusan apapun itu, hubungi Ibu, ya, Wik."
"Njeh..." Jawabku dari hati.
Aku keluar dari ruang Bu Marsih dengan gontai menuju kantin. kuletakkan dengan malas proposal skripsiku diatas meja kantin. Kuambil air mineral dari tas ranselku. Mempelajari kembali isi proposalku. sialan. semakin diteliti semakin kurang ini dan itu. Bahuku di tepuk seseorang. Kutolehkan kepalaku. Mela. Dulu pernah memakaiku sekali. Dia duduk elegan di depanku. Berbanding dengan mukanya yang kusut.
"Kamu, Ok?"
"Berapa hargamu?"
Aku menyemburkan tawa. Tergelak-gelak sampai air mataku menetes. Kuusap air mataku dan kembali menetes. Kupikir ini bukan hanya air mata tawa tapi juga tangis. Aku benar-benar lelah dengan semua ini. Kutatap dia dengan tenang. "Gue bener-bener udah selesai, Mel. silahkan cari yang lain."
Mela membuka mulut ingin memprotes, tapi Pak Cokro sudah ada di hadapan kami dengan santai. Tangan kanannya membelai rambutku sekali. Mela mengangkat alis kirinya tinggi. Hell, yeah! Silahkan ambil kesimpulan sendiri!
"Sudah bertemu Bu Marsih?" Kuanggukkan kepalaku. Angsuran ajuan proposalku diambilnya. Dicek detail. Pak Cokro tersenyum. Dibalik-balik perlembar dan beberapa pertanyaan dilontarkan semakin menambah rumit apa yang akan aku teliti tapi semakin menambah pemahanku, lebih detail mau dibawa kemana. Percayalah dosen lajang 38 tahun ini juga sama apiknya dengan itunya. "Kamu revisi ini dulu ya, Wik. Dua hari nanti kamu kirim email, biar saya cek lagi." Pak Cokro berdiri. "Lima belas menit lagi saya harus di kelas. Sampai jumpa kalian berdua." Sambil mengantongi bolpoint matanya mendongak kearahku, suaranya rendah, "Sudah makan?"
"Kenyang sekali." Balasku lebih rendah.
Kepalanya mengangguk. Ditepuknya kepalaku dan berlalu. Sadar atau tidak, perlakuannya itu membuat hatiku hangat. Kubuka mataku dan bertemu pandang dengan Mela. Mulutnya terbuka lebar.
"Gimana lu bisa sama Dosen Cokro?!! kalo anak-anak sampai tahu bisa di rajam kamu, Ace!!"
Aku tertawa. Dosen paling keren yang masih lajang, Bapak Cokro Liem. Peranakan Tionghoa generasi tiga. Salah satu pendiri yayasan tempat kuliahku berada saat ini. Suami halu semua perempuan desain grafis. Aku sudah merasainya di awal bulan ketika masuk dikelasnya. dan menjadi sugar baby belaiu hingga semester di kelasnya selesai. By the way, lap top yang aku gunakan saat ini berikut aplikasi pendukung kuliahku, beliau yang memprakarsai. Dan semakin banyak lagi pemberiannya dari printilan aksesoris hingga apartemen. Untuk yang terakhir sempat aku kembalikan tapi beliau menolak. Hingga saat ini yang aku tempati adalah pemberiannya. Setajir dan sekeren itu beliau. Apa aku minta bantuan sama beliau saja, ya?
kepalaku menoleh kearah jalannya Dosen Cokro, terlihat perempuan parlente memeluk erat tangan kirinya. Bahkan dari jarak 20 meter pun aku tahu, dia sedang digilai perempuan baik-baik. Okeeyy... bukan dia jawabannya. Kutatap Mela lekat-lekat yang masih memindai gerak-gerikku. Kuambil Ipad dan mencari foto Riziq Bustami. kuarahkan padanya.
"Gue mau laki-laki ini. Transaksi dia bakal nyampai M. 5% buat elu."
mela mencibir. "20%!"
"7%"
"10% dan link circle pria ini!
"Deal!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ACE THE SUGAR BABY
ActionPerempuan 22 tahun ini memasuki tahun ke empat di dunia perkuliahan. Salah pergaulan menyebabkan ia harus berurusan dengan konglomerat paruh abad, Rizik Bustami. Pria beristri, beranak tiga. Lalu putra sulung pria ini datang dan mengikatnya. Semua b...