THE GUY BUSTAMI JR.

11 0 0
                                    

Kami berdua ada didalam mobil kuning Jazznya Mela. Pintu depan terbuka lebar guna sirkulasi udara rokok yang dia hisap dengan tidak sabar.

"Gue bukan orang katrok yang gak pernah ketemu sama orang penting ya, Ace! Tapi sumpah!!!" Daguku ditarik separuh kasar menghadap mukanya. Belum selesai Mela mengatakan sesuatu, pintu sampingku dibuka mendadak. Kedua mataku ditutup dengan telapak tangan yang kemudian diikat dengan sapu tangan. "Woyyy! Apa-apaan ini!" Tangan Mela menarikku.

Aku mendengar pintu disamping Mela dibuka paksa. "Easy beb. Mending lu geser ke samping, deh. Dia udah sama orang yang lu incer." suara pria dengan logat bule.

Aku memberontak tapi tertahan dengan pelukan hangat dan sebuah bisikan "lu mau berapa? Gue kasih ke elu berapa pun yang elu mau." sehalus suaranya, parfum yang terendus disamping tubuhnya juga wangi yang enak. Parfum mahal. langkah kakinya tegap dan santai dengan bobot tubuhku menuju ke suatu arah.

"Boleh kubuka ikatannya?" Aku mencoba tenang. kedua tanganku kukalungkan di leher pria ini. Jemariku merabai sekitar bahunya. bahan katoon mahal. sejenis milik Felix. Ok! aku merasa buta disini.

"Jangan coba-coba atau kesepakatan kita akan berakhir."

Pria ini berhenti membungkuk sebentar dan memasukkanku kedalam lembutnya jok kulit mobil.

"Tetaplah terikat, Ace."

"Siapa?" Tanyaku. Tanganku terentang menyengkeram lengan kirinya. Kencang. Ok!

Jemariku digenggam erat. "Apakah Bustami mempunyai arti untukmu?"

"Iya..." Aku terdiam. Ya Tuhaaannn... ini sebenarnya siapa sih?

Terdengar samar-samar hp seseorang bergetar. Dan lancangnya di loudspeaker.

"Kamu dimana, Mas?" Suara perempuan dengan hentakan kesal.

"Mas lagi jalan, Dek."

"Iyaaaa... Jalannya dimanaaaa?" Suaranya merengek.

"Adeknya mas kok, nangis. Cerita sayang, ada apa?" Suara halus membujuk.

OK! Aku merasa gelap sekali. Persetan dengan kesepakatan! kutarik kebawah sapu tangan yang mengikat mataku. belum kubuka mataku mobil sudah membelok tajam ke basmen sebuah ruamah dua lantai.

Gerakan pria ini secepat kilat tanpa bisa kuterka. sekejap musik jazz tahun 90n mendengung kencang, sandaran kursiku ditarik kebelakang dan aku digagaghi. benar-benar digagahi, tanpa sekalipun melihat wajahnya. kamu bisa bilang aku rudapaksa, atau separuh rudapaksa. aku digagahi tapi aku menikmatinya.

ledakan itu datang untuk kedua kali. diantara ruang terbatas ini aku memeluk pinggang pria ini dengan kakiku. mulutku menggigit bahunya, dua tanganku ditahan diatas kepala. aku mendesah pelan menikamti sensasinya. gigitanku mengendur. dan aku masih tidak sadar laki-laki ini tidak mengeluh sakit atau menghindar. kepalaku dipeluk erat kedua tangannya. mataku membuka dan sialnya terasa kabur. pria ini tidak tampan. tapi garis wajahnya cukup memberitahukan bahwa dia dari keturunan kaukasia.

untuk persekian menit, pria ini menyatukan tubuh kami. dan mulutbya menggauli lidahku dalam-dalam. Ya Tuhan ini nikmat sekali. aku tidak perduli lagi, diantara remang-remang lampu mobil aku menggati posisi kami. aku ada diatas. aku puasa hubungan badan sebulan, dan pria ini berhasil memantik sikap jalang yang paling liarselama ini.

bau-bauan kami menyebar disemua sudut ruang mobil. mobil bergoyang liar. dan siapa yang peduli. pria ini mengerjaiku habis-habisan dan aku dengan sadar memncing pria ini untuk memuaskanku. kami serasi. lalu kemudian merasa dibopong masuk rumah.

aku dibawa ke kamar mandi. Dimandikan dengan badan lunglai tanpa sanggup membuka mata. sialan! Tanganku merabai pelan sturktur wajah orang di depanku. dan pria ini menghentikan gerakan sabun menyabun. telapak tanganku dikecup dia pelan.

"Nanti kalau aku kecanduan kamu gimana?" bisikku lemas. Dua tanganku merengkuh pinggang pria ini.

"Kamu enggak ngerasa kalo sejak di luar tadi, aku berusaha untuk itu, Yang?" Suaranya berbisik tapi juga geli.

Rambut panjangku ditarik ke bawah. Kepalaku mendongak. Kami saling menatap. Pria ini menarik. Tidak tampan. Tapi menarik. Jenis muka cerdas. Kepalanya merunduk. Mengecup bibirku pelan. Dalam. Lama.

"Enggak usah ketemu papa lagi. Urusan Jona, kamu sama aku saja."

Tubuhku dibilas bersih. Di bebat handuk hingga kering. Di dudukkan diatas closed bersih dan kering dan memakai jubah mandi. Dia memperlihatkan dirinya sendiri di dalam ruang kaca. Mandi bersih dari ujung kepala sampai kaki. Rambut kami masih separo basah ketika dia menarik tanganku masuk kedalam kamar.

Aku di dudukkan diatas ranjang ukuran double. Setengah sadar aku menatapnya. Bawah rahangku ditarik lembut keatas. Kepalanya miring ke kanan dan ke kiri.

"Sudah bisa diajak berpikir?"

Kuanggukkan kepalaku. "Bisa."

"Akan aku selesein urusan Jona. Dan mulai saat ini Kamu ga ada urusan apa pun sama dia.  Kamu cukup selesain skripsi dan kerja. Laki laki dalam hidup kamu hanya aku. Titik. Kapan hubungan ini selesai, sampai aku mati. Sampai aku yg mutusin ini selesai. By the way, aku punya tunangan. Aku sayang dia. Kalo kamu mau resmi, hanya jadi yang kedua."
Pria ini tersenyum kecil. "Deal?"

Aku menarik napas. Napas yg selama dia berbicara aku tahan. Kutatap matanya lekat-lekat. Sadar sepenuhnya. "Kalau beberapa tahun lagi aku sanggup bayar hutang Jona?"

"Bunga 10%. Aku pebisnis jujur."

Aku mengangguk mengerti. Dan dengan sungguh sungguh bagaimana caranya harus lunas.

Di tepuk pelan pipiku. "Istirahatlah. Besok kamu boyongan ke sini. Satu lagi, lupakan pria pertamamu. Hanya ada aku. Ok?"
Aku mengangguk Lamat-lamat.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ACE THE SUGAR BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang