Sunmi tidak ingin menjalani kehidupan yang sama seperti apa yang dilihatnya di dalam mimpi, dimana uang yang dengan susah payah dia hasilkan bukannya disimpan untuk masa depannya yang belum pasti, malah dihabiskan untuk membiayai sekolah dan kehidupan adiknya.
Akhirnya ketika dia sakit dan membutuhkan biaya berobat, dia kesulitan sendiri, karena Lidya berlagak buta dan tuli saat melihat dirinya sedang dalam kesulitan.
Sibuk...sibuk...dan sibuk...adalah alasan andalan yang digunakan Lidya untuk menghindar darinya.
Sunmi tidak yakin kalau Lidya benar-benar tidak tahu bagaimana kehidupannya sebagai kakak yang sudah banyak membantunya saat itu, yang jelas Lidya selalu berkata bahwa kesuksesannya itu dia dapat melalui usahanya sendiri.
Mengingat semua itu membuat Sunmi tersenyum kecut. 'Tidak! Aku tidak ingin lagi di manfaatkan oleh siapa pun termasuk Lidya,' putus Sunmi sambil bergegas ke dapur.
Lidya hanya terdiam melihat kakaknya melarikan diri seperti itu, dia sadar sikapnya di dalam mimpi itu memang sangat keterlaluan sekarang dia benar-benar merasa takut kalau pada akhirnya dia yang akan menjadi korban karena tidak ada lagi kakak Sunmi seperti yang ada di dalam mimpi, yang memberikan bantuan kepadanya secara sukarela untuk mendukungnya.
***
Di Bandara Dirga, Jaka dan Zee tampak berdiri tegak menantikan pesawat pribadi milik konglomerat Eropa yang mereka tunggu."Itu Pesawatnya!" kata zee sambil menunjuk salah satu pesawat pribadi yang terlihat turun dari udara.
"Dari mana kamu tahu kalau itu pesawatnya Zee?" tanya Jaka.
"Uhm.....semalam aku dikasih tahu papa," kata Zee sambil membasahi bibirnya gugup.
Yang benar adalah dia mencegat informasi dari ayahnya yang harusnya disampaikan langsung kepada Dirga.
Dirga menatap Zee tajam membuat gadis itu salah tingkah. Pemuda itu membuang pandangannya ke pesawat yang telah bersandar di bandara dan menghampirinya.
Michael menuruni pesawat dengan langkah santai tidak tergesa. Dengan kemeja putih yang terbuka dua anak kancing atasnya dan sebuah jas yang tersampir di pundaknya membuat pemuda itu terlihat sangat santai dan mudah didekati.
"Halo?Apakah anda Michael?" sapa Dirga dalam bahasa Inggris.
"Ya, saya, apakah kamu orang yang ditunjuk untuk mendampingi saya di sini?" tanya Michael ramah.
"Anda betul, silahkan!" kata Dirga mempersilahkan Michael lewat terlebih dahulu baru Dirga mengawalnya di samping sementara Jaka dan Zee mengikuti mereka dari belakang.
Dirga senang mendapati kenyataan bahwa anak konglomerat yang dia kawal itu sangat ramah dan tidak sombong sebagaimana anak-anak konglomerat kebanyakan.
"O iya, siapa nama kamu?" tanya Michael sambil menoleh ke arah Dirga.
"Saya Dirga, yang ini dua orang teman saya yang juga akan mengawal anda, nama mereka Jaka dan Zee," jelas Dirga.
Dia hampir menepuk jidat ketika Michael menanyakan namanya, karena dia benar-benar lupa untuk memperkenalkan diri.
"Halo?" sapa Michael kepada Jaka dan Zee.
"Halo," sahut Jaka dan Zee berbarengan.
Michael memperhatikan ketiga orang yang mengikutinya sambil tersenyum dan mulai melanjutkan perjalanan menuju luar bandara. Dia senang ketiga orang yang ditugaskan untuk mengawalnya saat ini sepertinya tidak terlalu jauh usianya dari dirinya sendiri. Dengan kata lain mereka masih seumur.
"Apakah kalian sudah lama menungguku?"tanya Michael saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Tidak terlalu lama," sahut Dirga jujur.
"Good, aku akan merasa bersalah kalau telah membuat kalian menunggu lama," kata Michael sambil tersenyum.
Zee menatap Michel aneh, biasanya anak konglomerat itu sombong dan sulit untuk didekati, sangat jarang yang seperti Michael mau memulai pembicaraan terlebih dahulu.
Gadis itu kemudian mulai membandingkan sikap Dirga dan Michael. Keduanya sama-sama tampan dengan latar belakang keluarga yang istimewa. Namun, sikap Michael lebih ramah dan terbuka, hal ini berbanding terbalik dengan Dirga yang cenderung cuek dan acuh tak acuh, tidak ada basa-basi dan jauh sekali dari kata ramah. Dirga sejak kecil selalu menjadi pribadi yang pendiam dan tidak banyak bicara.
Papanya selalu memuji Dirga sebagai laki-laki sejati, karena sikap dan keterampilannya di bidang militer yang berada di atas rata-rata.
Mungkin karena papanya kerap memuji Dirga didepan hidungnya pada akhirnya Zee malah jatuh cinta pada pemuda itu.
Sementara Jaka juga memiliki perasaan yang sama dengan Dirga dan Zee, dia merasa lega karena orang yang dia kawal bersama kedua kawannya adalah orang yang ramah dan mudah sekali untuk diajak bergaul.
Jaka paling segan kalau diberi tugas mengawal anak konglomerat yang sombong dan hobinya memerintah mereka seenak jidat, menyamakan pekerjaan mereka sebagai ajudan tidak ubahnya seperti pembantu atau OB yang bisa di suruh-suruh ke sana kemari mengikuti perintah orang yang sedang dijaganya.
Michael sendiri tampaknya tidak menyadari kalau ketiga orang yang mengikutinya itu memiliki penilaian positif terhadapnya, karena dia memang sudah terbiasa untuk bersikap ramah kepada siapa saja yang ditemuinya.
Mungkin itu juga yang membuat dia mudah untuk mendapatkan teman, walau pada akhirnya kebaikannya itu sering sekali di manfaatkan oleh beberapa temannya untuk bantuan dan pinjaman.
(^^ kasian banget ya si Michael)
Yah, mencari sahabat sejati itu memang sulit, kebanyakan lebih karena ada sesuatu yang mereka inginkan dari diri kita.
Tidak salah kalau ada pepatah bijak yang mengatakan kita belum akan tahu apakah orang di sekeliling kita itu tulus atau hanya pura-pura tulus menyayangi kita kalau kita tidak sedang terkena musibah.
Hanya orang-orang yang benar-benar tulus sajalah yang akan tetap bertahan, tetap dekat dan tetap membantu kita, sedang yang tidak tulus mereka akan kabur dan menghindar dengan segala cara, sebisa mungkin menghindari pertemuan dengan kita melalui berbagai alasan yang terkesan kamuflase dan dibuat-buat.
Michael menatap kagum bangunan megah hotel bintang lima tempat ayahnya berinvestasi. Dia terus saja mengagumi sekeliling hotel dengan mengedarkan pandangan kesemua penjuru hotel. Tiba di pintu masuk dia disambut oleh Wahyu selaku salah satu pemilik yang juga direktur di hotel tersebut.
Sementara di kanan kiri pintu masuk tampak karyawan hotel berjejer rapi menyambut kedatangan Michael juga.
Di antara karyawan hotel itu juga ada Sunmi yang tanpa sadar menatap Michael penuh tanda tanya. Michael yang merasakan tatapan panas di depannya mulai mengalihkan pandangan untuk mencari dari mana asal tatapan panas yang dia rasakan saat ini.
Pemuda itu memandang pegawai hotel satu persatu, hingga pandangannya jatuh kepada Sunmi yang saat ini juga tengah tertegun menatapnya.
"Kamu...." kata Michael terkejut hingga tidak dapat berkata-kata.
"...." Sunmi mengerutkan alisnya bingung, kenapa orang di hadapannya ini sangat familiar sekali, padahal Sunmi yakin ini adalah pertama kalinya mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dejavu
ParanormalSunmi tak henti hentinya meneteskan air mata, dipenghujung kehidupannya tidak ada satupun kerabat yang hadir menemaninya. adik yang dulunya diurus dan dibiayai sekolahnya pun menghindarinya dengan berbagai alasan apalagi sanak kerabat lain. Sunmi t...