Dari Hidup Bagaikan Mati

14 9 0
                                    

"Dari mana gadis itu mengetahui bisnis kotor milikku? Apakah dia mendengarnya dari Dirga?....tidak, itu tidak mungkin, aku yakin dia juga tidak tahu tentang hal ini," gumam Edo resah.

Tidak ada yang dapat dia lakukan untuk menutupi bisnis kotornya selain mengesampingkan urusan Sunmi dan mencari cara untuk menutup semua informasi terkait usaha kotornya itu agar jangan sampai terendus aparat ataupun pihak media.

Karena terlalu lelah memikirkan semua persoalan yang memenuhi benaknya, akhirnya Edo tertidur dalam posisi duduk, tidak ada satupun anak buahnya yang berani mengganggunya walaupun untuk sekedar mengingatkan pindah ke kamar atau untuk memberikan selimut baginya.

Sementara itu Dirga yang masih di rumah Sunmi pun pamit karena masih ada tugas yang harus dia selesaikan, apalagi kalau bukan menjemput anak konglomerat Eropa yang ditugaskan oleh komandannya untuk di kawal selama dia tinggal di kota ini.

"Baiklah, terimakasih karena telah membantu aku menghindari pria brengsek itu," kata Sunmi sambil ikut bangkit dari duduknya lalu kemudian mengantar Dirga ke luar rumahnya.

"Sama-sama, aku yakin untuk sementara ini dia tidak akan mengganggu kamu lagi," hibur Dirga santai.

"Dari mana kamu bisa yakin?"

"Yah ini hanya perhitungan aku saja, aku yakin sampai di rumah dia pasti langsung memeriksa informasi aku," jawab Dirga kalem.

"Trus gimana?" tanya Sunmi cemas.

"Gak gimana-gimana, santai saja, dia tidak akan punya nyali melakukan apa pun untuk menghadapi aku," jawab Dirga sombong.

"....." Sunmi terdiam. Walau jawaban Dirga terkesan sombong, namun Sunmi percaya kalau Edo memang akan lebih berhati-hati kalau ingin berhadapan dengan Dirga.

Bagaimana pun adalah suatu kebenaran yang nyata jika Dirga memiliki latar belakang yang tidak biasa.

Setelah meninggalkan rumah Sunmi, Dirga langsung menuju asramanya untuk berganti pakaian menjadi baju hitam-hitam, sesuai permintaan anak konglomerat itu yang tidak ingin terlalu kelihatan diikuti atau dikawal oleh tentara berseragam.

Saat Dirga keluar kamar, Zee dan Jaka sudah berdiri di ambang pintunya. Dirga tidak heran dengan kehadiran Jaka namun, dia merasa heran melihat kemunculan Zee di depan pintu kamar asramanya kembali.

"Dia juga mendapatkan tugas untuk mengawal anak konglomerat itu," jelas Jaka kepada Dirga sambil menunjuk Zee.

"Itu benar!" kata Zee tegas dan keras kepala menunjukan bahwa Dirga tidak dapat mengusir dirinya dari tugas.

"....." Dirga terdiam sebenarnya dia kurang setuju jika ada wanita di dalam tugas pengawalan ini karena di matanya kehadiran Zee hanya akan membuat gerak mereka menjadi serba terbatas. Namun, dia juga tidak dapat berbuat apa-apa atas penugasan langsung Zee oleh atasannya, walaupun dia yakin itu semua diputuskan karena Zee yang mengajukan dirinya sendiri kepada ayahnya yang merupakan seorang komandan dan juga atasan Dirga di ketentaraan.

Mereka berjalan keluar asrama dengan Dirga yang memimpin di depan. Zee mengerucutkan bibirnya melihat sikap Dirga yang masih saja cuek dan acuh tak acuh terhadapnya.

Jaka hanya tersenyum melihat sikap Zee dan Dirga yang sangat bertolak belakang, dalam hati dia merasa tidak berdaya melihat kedua sahabatnya itu yang menjadi tampak terlihat canggung dan kaku saat bersama, padahal sebelumnya mereka biasa saja, sebagaimana layaknya teman seprofesi.

Semua berawal dari pengakuan sepihak Zee yang mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan di hadapan Dirga, hingga membuat Dirga merasa sangat tidak nyaman saat berdekatan dengan Zee.

Di tempat lain, Sunmi merasa sangat putus asa menghadapi kedua orang tuanya yang mulai membombardir dirinya dengan pertanyaan seputar Edo dan Dirga.

Mereka terus saja bertanya tentang siapa Dirga dan bagaimana sikap Edo ketika melihat dia menerima tamu pria lain selain dirinya.

"Bagaimana pun Edo itu anak atasan papa, papa harap kamu bisa menjaga perasaannya jangan sampai dia marah ataupun kesal, hingga akhirnya mempengaruhi pekerjaan papa kamu ini, nak," kata papanya dengan nada suara di tekan, membuat Sunmi merasa tambah tertekan.

"Benar-benar bagus sekali jika kamu mau menikah dengan Edo, nak, tidak saja pemuda itu dapat menjamin masa depanmu sendiri tapi kamu juga bisa membantu karir papa kamu untuk lebih naik lagi," kata mamanya dengan mata berbinar.

"Mama kamu ada benarnya, kalau kamu jadi istri Edo, otomatis posisi papa di tempat kerja juga akan ikut terangkat, secara papa sudah menjadi besan pemilik perusahaan, tentunya jabatan papa yang sekarang pasti akan dipandang tidak cocok untuk besan pemilik perusahaan," ujar papa Sunmi melamun.

"....." Sunmi terdiam melihat kedua orang tuanya yang seperti bermimpi disiang bolong.

Gadis itu tidak dapat berkata-kata menanggapi semua celotehan papa dan mamanya yang terkesan berambisi untuk menjadikannya batu loncatan untuk urusan duniawi, bahkan sepertinya mereka juga tidak peduli apakah dia setuju atau tidak.

Sunmi menggigit bibirnya dengan perasaan sedih yang berkecamuk di dalam dadanya. Apakah sungguh dia tidak dapat menghindari nasib buruk untuk menikah dengan pria brengsek dan kasar seperti Edo?

Apa yang harus dia lakukan untuk menolak semua paksaan dan keinginan kedua orang tuanya yang terkesan mendorong dan ingin menjerumuskannya hingga mau menikah dengan Edo?

Papa dan mama Sunmi mendadak menghentikan celotehannya ketika melihat anaknya itu hanya diam dan menundukkan kepalanya tidak menanggapi satupun ocehan mereka.

"Apakah sudah cukup?" tanya Sunmi dengan nada terasing.

"Apa maksud kamu?" tanya sang papa bingung.

"Pah, mah, Sunmi memang banyak berhutang Budi kepada papa mama sebagai orang tua yang sudah mengurus Sunmi hingga dewasa seperti sekarang ini," kata Sunmi.

"....." Papa dan mama Sunmi mengangguk setuju.

"Namun, Sunmi tidak menyukai adanya perjodohan ini....tapi kalau mama papa memaksa Sunmi tidak bisa berbuat apa-apa," kata Sunmi lagi.

"Jadi kamu setuju?" tanya papa dan mamanya bersamaan.

"Selama Sunmi hidup Sunmi tidak akan pernah setuju, jadi Sunmi akan mati dulu untuk memenuhi keinginan mama papa menikahkan Sunmi dengan Edo!" kata Sunmi dengan mata merah menahan kalut.

"Kamu!" papa dan mama Sunmi menunjuk anaknya dengan ngeri.

"Silahkan ambil nyawa Sunmi sebagai penebusan atas jasa baik papa mama selama ini karena telah mengurus dan membesarkan Sunmi," kata Sunmi dengan tersendat.

"Kamu gila?" kata mamanya ngeri.

"Iya mah, Sunmi memang gila, Sunmi sudah tidak kuat lagi menghadapi semua ini, papa dan mama terus saja memojokkan Sunmi dengan segala macam perjodohan yang tidak Sunmi inginkan, dari pada Sunmi hidup bagaikan mati kenapa Sunmi tidak mati saja sekalian!" kata Sunmi putus asa dan menangis.

"Mama benar-benar gak ngerti kenapa kamu begitu ngotot menolak Edo?" tanya mamanya heran.

"Iya kenapa kamu begitu membenci Edo? Padahal seingat papa kamu tidak pernah bertemu dan mengenal Edo," sambung papanya heran.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang