Lelah

14 8 2
                                    

"Sudah benar kakak sekarang menolak pinangannya," kata Lidya pada akhirnya.

"....tapi itu juga sulit karena papa mama sepertinya sangat mendukung pernikahan antara aku dan Edo," kata Sunmi murung sambil menghela napas.

Lidya terdiam, Sunmi benar, akan sangat sulit untuk menghindari pernikahan antara dirinya dengan Edo yang telah mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya.

"Lalu...apa yang akan kakak lakukan sekarang?" tanya Lidya bingung.

"Entahlah....semuanya terasa sulit untuk aku, mungkin memang sudah takdir aku suka atau tidak suka akan tetap menjadi istrinya Edo," kata Sunmi lebih seperti sebuah keluhan.

"Kakak akan menyerah begitu saja?" tanya Lidya tidak percaya.

"Aku sudah lelah menjalani semua ini, jika harus menjalani kehidupan yang sama seperti di dalam mimpi, rasanya aku ingin pensiun saja dari hidup ini kalau aku bisa," seloroh Sunmi sambil tersenyum kecut.

Lidya menatap Sunmi iba, awalnya dia sendiri sempat bertanya-tanya kenapa kakaknya yang cantik ini terus saja menolak lamaran Edo yang merupakan pengusaha muda sukses dan kaya raya, padahal gadis-gadis di luar sana banyak yang saling berebut untuk bisa menikah dengan Edo.

Setelah mendapatkan mimpi itu hingga berkali-kali barulah Lidya mulai berpikir, mungkin ada suatu hal yang dia tidak tahu dalam kehidupan itu yang merupakan sebab kakaknya memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai kepada Edo.

Gilanya di mimpi itu dia melihat saat sidang berlangsung kedua orang tuanya malah membela Edo, hingga akhirnya kakaknya kehilangan hak untuk mendapatkan pembagian harta gono gini.

"Jadi, apa yang akan kakak lakukan sekarang?" tanya Lidya ingin tahu.

"Rasanya aku ingin memisahkan diri dari mama papa," kata Sunmi ragu.

"Kak?! Kalau seperti itu kakak akan di cap sebagai anak durhaka, inget kak di masyarakat kita tidak peduli apakah kita benar atau salah sebagai anak, tetap saja kita yang akan di cap sebagai anak durhaka!" kata Lidya mengingatkan.

Sunmi terdiam, apa yang dikatakan adiknya itu memang benar, kalau dia nekat memisahkan diri sebagaimana yang dia inginkan pasti masyarakat luas akan menghujatnya sebagai anak durhaka.

"Lalu aku harus bagaimana?! Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus seperti boneka yang menurut saja mereka perlakukan bagaimana pun? Apakah aku tidak memiliki hak untuk mengatur dan memilih jalan hidupku sendiri?" tanya Sunmi merasa getir dan putus asa.

"Entahlah kak, aku juga bingung, kita sebagai anak memang selalu serba salah kalau sudah dihadapkan pada orang tua, bagaimana pun jasa mereka membesarkan kita itu tidak bisa diabaikan."

"Yah, itu benar, tapi suatu kebenaran juga kalau kita sebagai anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan dari orang tua seperti mereka, kita tidak punya pilihan selain menerima nasib memiliki orang tua seperti mereka," kata Sunmi sedih.

Kadang Sunmi berpikir alangkah beruntungnya anak-anak yang memiliki orang tua yang Egaliter seperti sahabatnya,Dessy.

Orang tua Dessy sangat terbuka dan selalu memperhatikan apa yang jadi keinginan anak-anaknya, tidak ada paksaan dalam hal apa pun yang akan mereka lakukan terhadap anak-anaknya.

"Ini sudah nasib kita kak," kata Lidya sendu.

Lidya sendiri bingung dan takut suatu saat akan mengalami hal yang sama dengan sang kakak, dipaksa menikah dengan orang yang tidak tepat. Lidya bergidik membayangkan semua itu.

"Yah...ini nasib kita, kadang aku berpikir alangkah tidak adilnya nasib ini, kenapa Dessy bisa mendapatkan orang tua yang bijaksana, sedangkan aku tidak?"keluh Sunmi sedih.

"......"

"Ha! Mungkin di kehidupan lalu aku memiliki hutang piutang dengan orang tua kita hingga di kehidupan ini dan kemarin aku harus membayar semua itu dengan penuh penderitaan," desah Sunmi sedih sambil membereskan piring bekas makan mereka sekeluarga.

Lidya hanya termangu mendengar semua keluh kesah kakaknya yang cantik itu. Gadis itu menghela napas memikirkan semua yang diucapkan Sunmi.

Wajar saja bila kakaknya merasa sangat dirugikan dalam hal ini, sulitnya masyarakat sekitar terbiasa dengan ajaran berbakti pada orang tua walaupun harus mengorbankan segala hal, itu penting, agar kita tidak di cap sebagai anak durhaka yang pada akhirnya akan dihujat dan di bully oleh masyarakat luas.

"Mungkin kita perlu mendatangkan orang alim, agar orang alim itu dapat menasehati mama papa," usul Lidya ragu.

"Panggil orang alim juga percuma, tidak akan ada hasilnya kalau mama papa ngotot, paling kita hanya di suruh sabar agar mendapat pahala berbakti pada orang tua," cibir Sunmi tanpa harapan.

"....."

Lidya mengerutkan keningnya, dia bertanya-tanya apakah memang tidak ada jalan keluar bagi anak-anak yang di perlakukan tidak adil oleh orang tuanya? Apakah harus pasrah begitu saja? Pahala itu di dapat setelah kita mati, memang semua orang akan mati tapi apakah untuk itu semua kita harus suka rela menerima semua penderitaan perlakuan semena-mena Dari orang tua, hanya karena mereka telah melahirkan dan membesarkan kita?

Tidak...ini tidak adil, apa gunanya hidup kalau seperti ini? Batinnya sedih.

"Kalau kakak ingin memisahkan diri dari mama papa, rencananya kakak mau kemana?" tanya Lidya ingin tahu.

"Aku masih tidak tahu mau kemana, yang jelas, aku tidak mungkin menuruti kemauan mereka untuk menikah dengan Edo, dari pada menikah dengan dia lebih baik aku akhiri saja hidup ini."

"Jangan kak, itu dosa!"

"Yah itu dosa, kita akan mendapatkan hukuman, tapi apa bedanya dengan menjalani hidup penuh penderitaan dan penyiksaan? Sama-sama sakitnya sama-sama pedihnya," decak Sunmi acuh tak acuh.

"Pasti ada jalan keluarnya kak....."

"Di mana jalan keluarnya?" Potong Sunmi sinis. "Kamu sendiri  dapat melihat bagaimana kehidupanku di dalam mimpi...jika aku menikah dengan Edo, siapa yang dapat menjamin aku tidak akan mengulangi kisah yang sama seperti kisah hidupku di dalam mimpi?" tanya Sunmi putus asa.

Lidya terdiam tidak tahu harus berkata apa lagi untuk mencegah kakaknya pergi. Diam-diam dia sendiri merasa takut jika kakaknya pergi maka akhirnya dialah yang harus menggantikan posisi sang kakak untuk menikah dengan Edo.

"Kak....." panggil Lidya ragu saat melihat Sumi hendak beranjak ke dapur sambil membawa peralatan makan yang telah mereka pakai.

"Hmm ?!" tanya Sunmi sambil menghentikan langkahnya.

"Kalau kakak pergi apakah aku boleh ikut denganmu?" tanya Lidya ragu-ragu.

"Tidak, aku belum memiliki kemampuan untuk menanggung hidup kita berdua, aku hanya sanggup untuk menanggung diriku sendiri, maaf," kata Sunmi penuh penyesalan.

Dia berkata jujur dan apa adanya kepada Lidya, memang benar, dia belum memiliki kemampuan untuk membiayai kehidupan lidya.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang