Dirga menghadap komandannya dan melaporkan bahwa dia sudah memesan tempat di hotel yang ditunjuk oleh Michael.
"Jadi kamu sudah menghubungi pihak hotel untuk menyiapkan kamar viv untuk anak konglomerat itu?" tanya komandannya.
"Siap! Sudah komandan!" jawab Dirga tegas dan lantang.
"Bagus...."
"....."
Setelah berbicara panjang lebar membahas tekhnis pengawalan putra konglomerat dari Eropa tersebut, Dirga pun pamit mundur kepada komandannya.
Di dalam asramanya dia duduk merenung memikirkan Sunmi dan rencananya untuk menikahi gadis berkulit putih tersebut.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, Dirga membuka pintu dan tercengang melihat Zee, anak perempuan komandannya, yang juga merupakan tentara wanita angkatan darat, berdiri tegak di depan pintu kamarnya.
"Apakah kamu sedang sibuk?" tanya Zee sambil memperlihatkan senyum terbaiknya.
"....."
Dirga keluar kamar dan menutup pintunya rapat-rapat, dia tidak ingin membiarkan Zee masuk ke dalam kamarnya, karena itu pasti akan menimbulkan gosip tidak sedap.
Melihat aksi Dirga Zee terdiam, dalam hati dia merasa cemberut melihat sikap Dirga yang terlalu menjaga jarak terhadapnya, padahal mereka teman main sejak kecil.
Kedua orang tua mereka sahabat seperjuangan, ayahnya pernah menyelamatkan ayah Dirga saat mereka sedang bertugas di Medan perang melawan gerombolan pemberontak.
Zee terlahir di keluarga militer yang secara turun temurun dari zaman kakek moyangnya telah menjadi tentara, begitu juga keluarga Dirga, itu sebabnya kedua orang tua mereka terlihat sangat akrab.
Walau begitu tidak ada satu pun dari mereka yang mau membahas tentang perjodohan, karena mereka khawatir salah satu anak keberatan dan akhirnya persahabatan mereka akan menjadi serba canggung.
Jujur Zee malah selalu berharap keluarganya mau menjodohkan dirinya dengan Dirga yang sudah sejak lama dia kagumi.
"Ada apa?" tanya Dirga.
"Tidak ada, aku hanya ingin melihatmu saja," sahut Zee cuek sambil duduk di kursi asrama depan kamar Dirga.
"Baiklah, sekarang kamu sudah melihatku, silahkan kembali ke posmu karena aku juga ingin beristirahat," kata Dirga blak-blakan.
"Kamu mengusirku?" tanya Zee sambil membulatkan mata tidak percaya.
" Zee! Hari sudah hampir malam, tidak pantas jika seorang wanita berada di depan kamar seorang pria!" Ingat Dirga.
"....." Zee terdiam.
"Silahkan!" kata Dirga lagi kepada Zee dengan wajah serius.
"....." Zee menghentakkan kakinya kesal, kemudian berlalu dari hadapan Dirga.
Jaka yang sedang berjalan ke arah kamarnya yang bertepatan di samping kamar Dirga berpapasan dengan Zee dan merasa heran melihat gadis itu berjalan ke arahnya dengan wajah merah dan mata berkaca.
Ketika Zee telah melewatinya Jaka menolehkan kepalanya menatap punggung gadis itu yang tampak kesepian.
"Zee kenapa?" tanya Jaka kepada Dirga.
"Gak papa!"
'Oh men?! Gak mungkin wajah zee seperti itu kalau tidak ada apa-apa,' batin Jaka cemberut.
"Kalau kamu peduli ikuti saja dia!" kata Dirga cuek sambil masuk kamar dan menutup pintunya.
"......" Jaka terdiam, merasa tidak habis pikir dengan sikap cuek Dirga terhadap Zee, padahal Jaka yakin, Dirga pasti tahu kalau Zee itu sebenarnya sudah lama naksir Dirga.
Sementara itu di rumahnya, Sunmi sedang di sidang di meja makan oleh kedua orang tuanya, karena pergi dan menginap tanpa izin dari kedua orang tuanya.
Sunmi memang menginap di rumah Dessy semalam, paginya mereka bersama-sama berangkat ke kampus dan baru pulang ke rumah pada sore harinya.
"Papa kira kamu lupa jalan pulang ke rumah," sindir papa Sunmi datar.
"....."
"Kalau kamu tidak setuju pada perjodohan itu, kamu hanya tinggal bilang saja ke papa dan mama, tidak perlu kabur ke rumah orang lain," kata papanya lagi.
"Lagian kenapa sih kamu gak mau dijodohkan dengan nak Edo? Padahal dia masih muda, tampan, sukses, mau cari yang bagai mana lagi coba?" sela mamanya cemberut.
"Kenapa gak mama tawarin aja ke Lidya? Kalau memang menurut mamah Edo itu calon suami yang sempurna?" cibir Sunmi berani.
"Kamu...." Shinta tidak dapat berkata-kata menghadapi sikap keras kepala Sunmi.
Dia sebenarnya enggan untuk terus membujuk Sunmi agar mau dijodohkan dengan Edo mengingat sikap keras Sunmi menolak perjodohan tersebut. Namun, dia juga merasa tidak enak jika tidak membujuk Sunmi karena sudah terlanjur berjanji pada Edo untuk terus membujuk Sunmi sampai mau menjadi istrinya.
Apalagi Edo sudah mengirimkan berbagai barang mewah dan bermerek untuk dirinya, yang membuat Shinta merasa semakin tersanjung atas perhatian Edo terhadap dirinya.
Shinta pun mulai berangan-angan kalau Edo menjadi menantunya pasti dia akan lebih banyak mendapatkan hadiah barang-barang mewah yang belum tentu bisa dia miliki seumur hidupnya.
"Kamu juga....berhenti membicarakan soal perjodohan itu!" tegur papa Sunmi kepada istrinya.
"Tapi ..." Shinta hendak membantah perkataan suaminya.
"Tidak ada tapi! Oke?!" Potong suaminya tegas.
"......" Shinta terdiam. "Tapi pah, kalau Sunmi tidak mau dijodohkan dengan Edo, tantenya pasti akan mempengaruhi ibu-ibu lain untuk menjauhi aku di grup arisan," keluh Shinta memelas.
"Kalau begitu berhenti saja dari grup arisan itu!" Putus papa Sunmi tegas.
"......"
Sunmi tersenyum terhibur ketika mendengar papanya melarang mamanya untuk ikut grup arisan, sejauh yang Sunmi tahu kegiatan arisan itu lebih banyak hal negatifnya dari pada hal positifnya.
Mereka jadi sibuk saling menilai dan membandingkan tentang banyak hal terutama soal materi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mamanya sendiri kalau mau berangkat arisan pasti akan sibuk membongkar kotak perhiasannya dan bolak balik bertanya pada Sunmi dan Lidya perhiasan mana yang terlihat lebih canggih, agar tidak kalah jika dibandingkan dengan ibu-ibu lainnya.
"Ck! Ini semua gara-gara kamu!" kata Shinta marah kepada Sunmi, sambil cemberut dia berlalu masuk ke dalam kamarnya.
"......" Sunmi hanya menggedikan bahu tidak peduli, baginya keputusan sang papa itu sudah sangat bijaksana. Dengan keluarnya sang mama dari arisan otomatis dia juga akan terlepas dari jerat perjodohan itu.
Sunmi dan papanya dengan spontan melongok ke arah pintu ketika mendengar suara ketukan di pintu. Dengan sigap Sunmi beranjak ke pintu dan membukanya.
"Kamu?" Sunmi bengong melihat sosok Edo yang berdiri di depan pintu rumahnya dengan seikat bunga yang di tengahnya di taruh coklat berbentuk hati.
"Hai," sapa Edo sambil tersenyum manis.
"......" Sunmi hampir menutup pintu ketika terdengar suara papanya bertanya tentang siapa yang bertamu ke rumah mereka.
"Malam om," sapa Edo ketika melihat papa Sunmi yang berjalan ke arah mereka.
"Malam, Edo? Ini Edo kan? Anak pak Sumargo?" tanya papa Sunmi tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya.
"Papah kenal dia?" tanya Sunmi.
"Ya kenal dong, dia ini anak salah satu komisaris di tempat papa bekerja, selama ini dia kuliah di luar negri, makanya jarang terlihat....iya kan?" tanya papa Sunmi kepada Edo.
"Betul sekali," kata Edo sambil tersenyum senang karena papa Sunmi masih mengingatnya.
'Gawat!' keluh Sunmi dalam hati. Apakah dia memang tidak bisa terlepas dari perjodohan konyol ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dejavu
ParanormaleSunmi tak henti hentinya meneteskan air mata, dipenghujung kehidupannya tidak ada satupun kerabat yang hadir menemaninya. adik yang dulunya diurus dan dibiayai sekolahnya pun menghindarinya dengan berbagai alasan apalagi sanak kerabat lain. Sunmi t...