3

242 52 3
                                    

Cahaya senja membelai wajah (name) dengan lembut, terlihat paras cantiknya bertambah saat bertemu dengan senja. (Name) yang sedang menyapu halaman depan kuil merasa damai.

Sejak ingatan mengenai Douma, (name) masih belum terbiasa saat bertemu padanya. Ia masih berpikir kalau dia akan disantap oleh tuannya sendiri apabila melakukan kesalahan. Sedangkan Douma sendiri tidak ada pikiran untuk melakukan hal itu padanya.

(Name) memasukan dedaunan kering yang sepertinya musim gugur akan datang, karena diiringi dengan suhu yang lumayan dingin. (Name) membersihkan kimono warna putih nya dari kotoran karena akan menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.

Ia pergi ke dapur dan ternyata Douma sudah ada di sana menyalakan api dan merebus beberapa sayuran untuk nya.

"Tuan jangan melakukan itu, biar aku saja. Tuan duduk saja."

Douma menjadi sedikit kesal, ia yang ingin menyiapkan sesuatu untuknya malah tertolak. "Nona, aku ingin kau mencicipi hidangan ku."

"Tuan, jangan memanggil aku dengan sebutan seperti itu. Aku rasa aku tidak pantas mendapatkan itu." Ujar (name) sambil meracik bumbu untuk masakan nya.

Douma menyesal dengan perkataan nya sendiri saat (name) dijadikan pelayan di kuil nya. Padahal Douma hanya ingin mengurusnya dan menyayangi nya layak manusia pada umum nya.

"Nona, bagaimana kalau kontrak tentang kau menjadi pelayan itu kita putuskan sampai sini saja?" Usul Douma.

"Asal tuan tau, aku datang kesini dibuat agar aku bisa membunuh mu dan kutukan keluarga ku hilang." Douma terdiam saat mendengar penjelasan (name).

"Padahal aku ada di hadapan mu, kenapa kau tidak menusuk ku?"

"Tuan, aku tau konsekuensi apa yang akan saya terima."

Douma tersenyum. "Kau pintar juga" batinnya.

(Name) menyajikan makanan nya dihadapan Douma, tanpa menawari Douma atas makanan nya.

"Kau tidak mengajak ku makan?"

"Apabila tuan tidak merasa jijik silahkan."

Douma yang penasaran akhirnya mencicipi air dari sup miso tersebut. Hanya beberapa tetes ia coba ia muntah-muntah karena ia rasa makanan itu tidak layak untuk nya.

"Makanan mu aneh sekali, padahal selama aku terlahir normal aku memakan sup itu juga." Ujar Douma namun dihiraukan (name).

Malam tiba, (name) merebahkan diri di kasur empuk miliknya. Meskipun hanya sebagai pelayan, (name) diberi fasilitas yang bagus oleh Douma seperti kasur, lemari, baju-baju kimono, bahkan makanan (name) yang sering kali dibelikan oleh Douma.

"Nona kau akan tidur sekarang?"

(Name) membuka matanya sekaligus saat mendengar suara berat tersebut. Douma yang merasa (name) bangun kini duduk ditepi ranjang (name).

"Ada apa tuan? Saya rasa anda baru saja menyuruh saya untuk tidur."

"Nona aku ingin kita berjalan ditengah malam yang sepi ini."

"Tuan tapi aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Tidak, lupakan. Kalau begitu kita akan pergi kemana?"

Di luar kuil, Douma segera memegang tangan (name) yang cukup dingin karena suhu pegunungan kini lebih tinggi dari pada dataran rendah.

"Kenapa kau tak memakai syal?" Tanya Douma saat melihat (name) hanya memakai kimono biasa.

"Tidak perlu tuan, aku tidak pantas untuk itu."

Tanpa berkata-kata, Douma melilitkan syal miliknya pada leher (name). (Name) yang terkejut berusaha menghentikan Douma karena anjing peliharaan sepertinya memang tidak pantas menggunakan barang mahal seperti syal yang Douma kenakan.

"Diam nona, aku tidak ingin anjing peliharaan ku sakit."

Setelah 2 jam mereka menuruni gunung, akhirnya sampai disebuah festival makan malam. Semua orng sangat ramai disini bahkan banyak sekali makanan yang dapat dicicipi.

"Silahkan tuan ada yang bisa dibeli??" Ujar salah satu pedagang mie udon.

"Ya, aku pesan satu."

"Tapi anda tidak suka-hmpp"

Douma menutup mulut (name) ia rasa ia takut sesuatu akan terjadi pada (name) dan dirinya sendiri.

"Silahkan, sup udon yang hangat akan menghangat kan tubuh mu." Ujar pedagang. Douma menerima semangkuk udon itu namun ia berikan pada (name) dan menyuruhnya untuk menghabiskan nya.

Douma merasa kasian karena selama seminggu ini (name) hanya memakan sup miso dan belut goreng yang ia tangkap sendiri di sungai.

"Bagaimana? Lezat?" Tanya Douma.

"Lezat sekali. Terimakasih tuan."

"Ya ya sama-sama."

Dari kejauhan, terdengar anak kecil yang sangat kencang namun mereka berdua hiraukan mungkin banyak orang yang akan peduli pada anak kecil itu. Namun, insting (name) merasa kalau anak itu butuh bantuan. Kala itu (name) memberikan mangkuk nya pada Douma dan segera menuju arah suara tangisan tersebut.

"Ada apa? Kenapa kau menangis?"

Anak itu memperlihatkan wajah nya, betapa tetkejutnya (name) saat melihat wajah nya.

"Bunda? Bunda!!!!" Teriak anak itu lalu memeluk (name) dengan erat.

"Ayah bilang bunda sudah meninggal aku sangat merindukan bunda, bunda jangan pergi kemana-mana aku tidak mau kehilangan bunda"

Air mata (name) jatuh seketika, hatinya menjadi luluh atas perbuatan anak nya sendiri.

Shinazugawa (name), atau bisa disebut sebagai istri dari keluarga Shinazugawa. Pada saat kejadian itu suami dari (name) yang tak lain Sanemi menamparnya keras karena anak nya-Ayumi hilang dan tak pulang kerumahnya setelah larut malam tiba.

Tengah malam tiba, Sanemi tidak berhenti memukul (name) atas kelalaian nya menjaga anak. Bel rumah berbunyi dan menampakkan Ayumi yang bersih dan utuh. Seketika Sanemi langsung memeluknya dan membawanya ke kamar untuk segera tidur.

(Name) yang kesakitan kini hanya terduduk lemas di ruang tamu. Berjalan terseok-seok menuju kamar sang anak, (name) berniat membunuh nya namun niat nya iya urungkan karena Sanemi pasti akan membunuh nya balik. Oleh karena itu ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di dunia.

Tidak satu atau dua kali Sanemi memukul (name), melainkan ia sering melakukan nya karena hal sepele. Seperti masakan yang terlalu asin, Ayumi menangis karena ia larang, dan banyak lagi.

"Ayumi, maafkan bunda ya nak." (Name) menangis sejadinya dan Ayumi pun masih memeluk (name) erat.

"Ayumi dengar." Ujar nya membuat Ayumi menatap matanya. "Ayumi bunda tidak akan pulang ke rumah dan juga Ayumi jangan mengenal bunda lagi ya nak, ini demi kebaikan mu dan kebaikan ayah juga. Kamu mengerti kan?"

"Tapi bunda kenapa?--"

"Sudahlah, sekarang pergi ke ayah mu dia akan membawa mu pergi dari sini." (Name) segera bangkit dan menjauh dari anak kesayangannya.

"Ayumi, ayo pulang." Ujar Sanemi. "Ayumi?"

"Ayo ayah"

"Tadi kau bertemu siapa?" Tanya ayah nya.

"Tidak, hanya bertemu dengan seorang bibi pedagang."

"Hm, bagus kalau begitu."

In The Middle Of The NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang