BAB 6 [B]

76 45 29
                                    

"Eh, guru dateng!"

Ketika Rudi, spesialis penjaga-pintu-pengamat-ruang-guru berteriak sembari melangkah cepat menuju bangkunya di ujung paling belakang, seluruh komunitas 12 IPS-1 otomatis riuh tidak keruan, memburu bangku masing-masing. Yang sedang bermain remi langsung melemparnya ke meja, yang bermain gitar di belakang kelas langsung panik berdiri, yang sedang tidur langsung bangun dan banyak keributan lain yang kemudian berangsur menyepi.

Namun, tidak ada tanda-tanda kedatangan siapa pun, tidak ada suara sepatu mengetuk lantai.

"Satu kebun binatang lo kibulin, Rud, anjir." Radit garis miring mantan seksi kedisiplinan tiba-tiba menyeletuk di tengah nyenyat itu. Otomatis seluruh penghuni kebun binatang alias penghuni kelas 12 IPS-1 langsung menyoraki mereka berdua dan meyumpahinya dengan bermacam azimat.

"Mbah Rudi belajar bangsat dari siapa?" Suara Iyan terdengar setelah riuh hujatan mereda.

"Kenapa? Kamu ada masalah? Sini-sini cerita," jawab Rudi sekenanya.

"Nggak usah sok playboy. Alay, Rud, yakin," timpal Ezra.

Ari bertepuk tangan untuk mendramatisasi suasana. Apalagi Rudi orang yang mudah besar kepala jika sedikit dipuji. Ia mengeluarkan lolipop dari mulutnya saat akan melayangkan pujian, "Keren lo, Rud, nggak nyangka gue. Bangga banget gue sama lo." Terbukti, setelah mendengar itu Rudi bergaya membenarkan kerah seragamnya dengan bangga.

Saka, sang ketua kelas yang sempat terlelap beberapa saat lalu kini terbangun dengan kuyu. Beberapa helai rambutnya mencuat tidak beraturan dan matanya masih setengah terbuka.

"Berisik lu semua kek kucing kawin. Pak Ketua kebangun, 'kan jadinya."

"Emang kucing nek kawin kuwi piye, Dit?" (Emang kucing kalau kawin itu gimana, Dit?) Iyan pun merespons ucapan Radit dengan pertanyaan nyeleneh.

"Sperma karo sel telur ketemu, terus mengko dadi zigot. Kowe durung pernah ya, Yan?" (Sperma dan sel telur ketemu, terus entar jadi zigot. Lo belum pernah ya, Yan?) Pertanyaan yang dilemparkan pada Radit justru dijawab cepat oleh Ari.

"Emang kowe uwis?" (Emang lo udah?) Lagi-lagi keduanya bicara dalam bahasa daerah asal mereka sebelum hijrah yang sedikit-sedikit dapat dimengerti empat orang yang lain.

"Uwislah. Ndelok kucing kawin, 'kan?" (Udahlah. Lihat kucing kawin, 'kan?)

"Emang itu caranya gimana, Ri?" tanya Radit belagak bloon sedangkan Saka di sampingnya hanya geleng-geleng.

Sambil menepuk-nepuk bahu Ezra, Ari membalas, "Ini Ezra punya linknya. Ya, 'kan?"

Senyum sok misterius Ezra terbit. "Entar gue kirimin linknya." Terdengar umpatan keluar dari mulut manusia-manusia lain dalam lingkaran itu.

"Nggak percaya, sih gue kalo link-nya dari Ezra, paling entar isinya tilawah. Kalo dari Radit gue percaya." Iyan kembali menyahut.

"Astaghfirullahaladzim. Tobat, Nak." Rudi menengahi pembicaraan itu dengan tampang innocent-nya dan telapak tangan yang menyentuh dada. "Iyan, anak Mama nggak boleh ikut-ikutan, Nak."

Wajah sok polos Rudi pun menular pada Iyan. "Eh, astaghfirullah enggak, Ma Iyan, 'kan sekarang banyakan tadarus. Biar bisa jadi imam yang baik buat ayang Putri Kinasih."

Saka hanya membuang napas pasrah melihat polah tingkah teman-temannya. Kembali ia hanya geleng-geleng kepala. "Sakit semua."

"Ekhem." Suara Putri berdeham di sebelah Iyan menyadarkannya tentang situasi darurat.

"Eh, gue ke kamar mandi dulu." Namun, Putri justru menarik kerah belakang Iyan dan membuatnya tercekik. "Uhuk, uhuk."

"Ngomong sekali lagi cepet depan gue."

Hide and SeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang