Kalea melambaikan tangan untuk ayahnya. Setelah melihat mobil sudah menjauh, Kalea berjalan menuju area sekolahnya. Ia datang saat sekolah sudah ramai dipenuhi oleh para murid. Mengapa ia tidak berangkat bersama Zena dan Sheva? Itu karena Kalea bangun terlalu siang. Jadi dengan tega mereka sudah berangkat lebih dulu.
Langkahnya tiba-tiba terhenti. Menatap seorang pria yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Menghelah nafasnya pelan. Pasti bisa. Ia akan bersikap seperti tidak pernah mengenalnya. Mulai melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti sejenak. Berusaha bersikap biasa saja. Laki-laki itu Eldan, hampir terlihat jelas oleh pandangan Kalea. Sampai pada tubuh mereka yang saling berjalan melewati satu sama lain. Seperti orang asing yang tidak pernah mengenal.
Kalea mendengar suara Sheva dari luar kelas. Kalian bisa bayangkan seberapa hebohnya Sheva kan. Kalea menaruh tasnya. Duduk, lalu mengeluarkan ponselnya. Membuka satu persatu akun sosial media miliknya. Sheva memutar kursi yang ada di depan Kalea agar ia dapat berhadapan dengannya. Posisi duduk mereka saat ini masih bebas belum diatur oleh wali kelas. Sehingga Kalea duduk dengan Aca sedangkan Zena dan Sheva duduk berdua tepat di depannya.
"Lea nanti lo mau daftar jadi panitia apa?" tanya Sheva.
"Belum kepikiran apa-apa"
"kalo lo apa emang Shev?" tanya Kalea.
"Dekorasi"
"Kalo lo apa Zen?" tanya Kalea.
"Dokumentasi biar ga ribet"
Sheva ingin menanyakan hal lain pada Kalea, tapi suara bu Indah sudah mengintrupsi untuk melakukan pembelajaran hari ini. Kalea tidak fokus mendengar penjelasan guru, ia sibuk memikirkan kira-kira ia akan memilih sebagai panitia apa. Beberapa kali bu Indah sempat menegur, agar fokus dan tidak melamun.
Kalea mengangkat tangannya, meminta izin pergi ke toilet. Berjalan dengan langkah pelan, menikmati setiap langkahnya. Di dalam kelas terlalu membosankan, sekolah tampak sepi. Mengingat pembelajaran masih dilakukan, hanya sebagian yang ramai. Mungkin sedang tidak ada guru.
"Eh Kalea, mau kemana?"
"Mau ke toilet, kak Bian abis darimana?"
Kalea melihat tidak ada seorangpun bersamanya. Kemana Eldan? Biasanya mereka tidak pernah terlihat berpisah. Saat Kalea sedang berusaha meminta maaf dari Eldan, ia dan Bian menjadi akrab, bisa dibilang dekat.
"Dari kantin"
"Emang boleh kak?" tanya Kalea penasaran.
"Lagi ga ada guru"
Kalea menganggukan kepala sebagai jawaban dari pernyataan Bian. Kalea pamit melanjutkan jalannya, ia tidak ingin Bu Indah curiga karena terlalu lama di luar.
*****
Menatap kosong pada lembaran yang belum terisi satu hurufpun. Mempertimbangkan akan keputusannya, ini bukan lagi soal ia bisa atau tidak dalam menjalaninya nanti. Ia tahu bahwa ketika iya sudah menyutujui ia harus benar-benar fokus. Kalea sudah membicarakan perihal ini kepada ayahnya saat berangkat bersama tadi pagi. Ayahnya dengan senang hati menyutujui rencana Kalea.
Dengan menghela nafasnya pelan, ia mulai menggoreskan setiap tinta pada kertas. Mengisi dengan serius.
"Gimana le udah diisi?" tanya Sheva.
Saat ini mereka sedang di kantin. Mereka telah menyelesaikan makanan yang mereka pesan, lalu mulai mengisi formulir yang diberikan oleh Sheva. Ia sempat pergi sebentar untuk mengambil formulir tersebut di ruang osis.
"Udah" ucap Kalea.
"Daftar jadi apa Le?" tanya Zena.
"Seksi Acara"
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGGAH
Teen FictionHal paling indah yang pernah aku dapetin adalah ketika aku diizinkan oleh tuhan untuk bertemu dan mengenal kamu el. -Kalea Beri aku alasan mengapa aku harus menyesal pernah mengenalmu? Tidak ada. -Eldan