"in the first place, i don't believe that people have the right to judge someone"
-William moriarty from Yukakuno moriati-
***Malam ini, ku lihat lalu lalang polisi mulai memenuhi rumah ku. mereka berputar putar ke sudut taman dan ke sekeliling rumah untuk memastikan bahwa rumah ku aman untuk ku tinggali. Jujur kecemasan mulai menghantui setelah mendapatkan kejutan kelam tersebut.
Bunga-bunga dan foto Darla yang sebelumnya berada di loker ku sudah ku berikan seluruhnya kepada Brahmani. Ngomong-ngomong aku juga tidak menyangka bahwa polisi muda ini ternyata seumuran dengan kakak ku.
"Aku yakin pelaku ini adalah orang yang sama dengan yang membunuh Darla. Jadi ayolah tangkap dia secepatnya!" tekan ku yang mungkin sudah berulang kali ku ucapkan kepadanya. Namun seolah tak cukup, kecemasan ku terus saja meminta ku untuk mengulang kalimat yang sama.
"Aku paham dengan kondisi mu, tapi mulai saat ini kami akan melindungi mu jadi tenang lah tidak perlu merengek seperti anak kecil" Sahut seorang pria dengan jutek kepada ku. lihatlah caranya merespon ku. benar benar tidak berempati. Apa mereka tak punya hati?
"ANAK KECIL! KATA MU!" geram ku yang tak tertahankan. ku banting gelas ku ke arah kaca. ku katakan pada mereka bahwa seharusnya kasus ini cepat selesai bila mereka memang cerdas dan profesional namun tiba tiba seorang pria melangkah cepat ke arah ku.
Mendadal ia menarik kerah baju ku dengan kasar. Diangkatnya tinggi tinggi tubuh ku hingga jarak wajah kami hanya sekitaran 3 cm. Kini terdengar jelas helaan nafasnya yang memburu setiap kali matanya menatap tajam kearah ku.
Kemudian dengan wajah sangarnya ia mengatai ku bodoh. Dia bilang aku lemah. Baginya aku seperti anak kecil yang hanya bisa menangis dan gemetaran setiap kali melihat monster.
Baginya buket bunga hitam berdarah dan foto itu hanya hal sepele. jadi tidak perlu di lebih-lebihkan. Jadi sudah sepatutnya aku untuk diam dan tidak panik.
setelah puas mengomeli ku aku pun di hempaskannya ke arah sofa. Kurang ngajar, dia bahkan memperlakukan ku seperti sampah. Harus kah ku laporkan kepada atasannya?
GILA, INI SANGAT GILA
dalam satu hari hidup ku mulai berubah. sejak saat itu semua orang mulai mengaitkan ku dengan kasus pembunuhan berantai yang belakangan ini marak terjadi di ibu kota. Mereka bilang mungkin aku sedang di tandai oleh psikopat itu, namun jika memang seperti itu kenapa Darla yang pertama kali justru meregang nyawa?
"Sudah dapat petunjuk baru?" tanya seorang teman brahmani. Diantara polisi lain hanya dia yang paling berpakaian tidak rapih. Entahlah benar dia seorang polisi atau bukan namun yang jelas lebih terlihat seperti preman bagi ku. Apalagi setelah caranya yang mengomeli dan membuang ku seperti sampah.
"Aku sudah bertemu satpam yang bertugas di sekolah dan ia mengatakan ada pria bermasker yang masuk ke pekarangan sekolah tapi aku belum bisa memastikan identitasnya .." Balas Brahmani yang langsung mendudukan dirinya berhadapan dengan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be a Man
Aksi"you know what i hate the most in this life!" tuturnya sambil menodongkan pistol ke arah kepala ku. Tidak ! ini pasti hanya mimpi. "You! Giovan Andreas, your existence!" Saat itu hujan turun dengan deras, namun ku lihat tubuh kurusnya masih berdiri...