Prolog

119 5 19
                                    

Deandra POV on

Hai hallo semuanya, perkenalkan namaku Deandra Arista Adiwijaya atau kalian bisa memanggilku Dean. Aku merupakan anak bungsu dari pasangan Farellio Adiwijaya dan Anindya Adiwijaya. Sebenarnya aku punya saudara kembar, laki-laki tapi aku tidak tahu dia ada dimana. Kata mama dulu sebuah kejadian yang cukup mengerikan yang memisahkan kami, kecelakaan yang menimpa kami sekeluarga yang menyebabkan aku masuk rumah sakit dan saudara kembarku hilang. Bahkan kata mama dulu aku sempat dinyatakan koma selama hampir 2 minggu. Jadi kalian bisa bayangkan menjadi mama atau papa, kehilangan seorang putra dan putri mereka satu-satunya terbaring koma. Tapi sudahlah aku tidak mau mengingat itu, yang sekarang menjadi harapan besarku adalah bisa bertemu dengan saudara kembarku entah dalam wujud masih hidup atau sudah dalam bentuk nisan, paling tidak aku bisa bertemu dengannya.

*****

Pagi ini suasana ruang makan tampak tenang. Disana sudah ada mama dan papa yang sepertinya menungguku untuk sarapan. Pemandangan yang indah bukan? Tapi mungkin akan lebih indah jika ada kakak. Dulu sebelum kejadian naas itu, aku dan kakak selalu berebut kursi untuk bisa makan didekat papa, tapi sekarang itu hanya sebuah kenangan. Bahkan aku sudah lupa bagaimana rupa kakak karena saking lamanya kami berpisah. Kalo aku tidak salah dengar dari papa, kakak hilang ketika kami berusia 6 tahun dan sekarang aku berusia 18 tahun. Sudah 12 tahun kami berpisah, lama bukan?

"Pagi mama, pagi papa." sapaku kepada kedua orang tua hebat yang selama ini menjadi pendukung setiaku.

"Pagi anak cantiknya papa, sini nak kita sarapan dulu." senyum yang selalu menyapaku setiap hari, senyum yang selalu menguatkan aku meskipun dibalik senyum itu menyimpan luka yang amat sangat dalam.

"Nih sarapan yang banyak biar gak lemes sekolahnya!" lagi senyum tulus nan hangat mama yang menyapa indraku. Aku hanya membalas dengan senyum dan mulai menyantap sarapan yang sudah tersedia di depanku. Hah lagi-lagi pikiranku melayang kepada kakak, apa dia sudah sarapan pagi ini?

*****

"Deandra!" panggil seseorang dari belakang saat aku baru tiba di depan kelas. Rupanya Anya teman sekelasku sekaligus teman pertamaku di bangku SMA ini.

"Kenapa Nya? Kok ngos-ngosan gitu?"

"Hih dasar ya, kan gue bilangin tungguin di depan gerbang eh elonya main nyelonong masuk ke dalem, ya gue kejar." jawab Anya sambil mengatur nafasnya.

"Hehe maaf aku lupa." Sepertinya Anya sudah mulai lelah dengan sifatku yang satu ini. Maklum aku memang pelupa anaknya, jadi jika perlu denganku harus ada yang mengingatkan aku.

Oh iya ngomong-ngomong soal Anya, dia itu gadis yang cantik namun perawakannya sedikit tomboy. Dia anaknya juga seru apalagi kalo dia dan teman sekelas kami yang bernama Haidar, ku jamin kelas akan ramai seperti pasar malam. Aku punya satu lagi teman yang bernama Aresha tapi biasa dipanggil Chaca, sayangnya kami tidak sekelas. Aku di kelas Mipa 1 sedangkan Chaca ada dikelas Mipa 2, kami biasanya bertemu ketika istirahat.

"Eh De, lo harus tahu si Chaca kemaren kan abis nangis gara-gara ditakutin kucing sama Shaka hahaha sumpah kocak banget nangisnya ahahahaha"

"Masak sih? Ish Shaka emang jail banget sama sepupunya sendiri, kadang suka ikut kesel juga"

"Iya mana abis itu kan ing.."

"Apa apa apa, ghibahin gue kan lo?" nahkan orangnya muncul, mana mukanya sewot banget lagi. Ciri khasnya Chaca kalo lagi marah atau sewot pasti melipat tangan di depan dada sambil ngelihatin lawannya.

"Hih pede banget mbaknya." Dan sepertinya setelah ini akan ada adu mulut antara Anya vs Aresha. Dan aku akan siap menjadi wasit seperti biasanya. Haha memang dua orang ini jago banget buat naikin moodku. Terima kasih teman setidaknya beban ku berkurang meskipun belum sepenuhnya.

Deandra POV off

*****

Keandra POV on

Apa yang kalian pikirkan tentang anak yang tinggal di panti asuhan? Anak haram? Anak hasil hubungan gelap? Anak yang dianggap nyusahin? Atau anak pembawa sial? Enggak enggak itu semua bukan gue. Kata bunda gue dulu dibawa sama seseorang yang bunda sendiri gak tahu siapa dia ke panti asuhan Tali Kasih. Orang yang bawa gue dulu cuma bilang "tolong rawat anak ini dengan baik, dia anak korban kecelakan", setelah itu orang itu gak pernah balik lagi dan gak ada informasi lebih tentang siapa gue sebenarnya. Yang bunda tahu saat itu adalah nama lengkap dan tanggal lahir gue yang kebetulan ada diukiran gelang yang gue pakai pas itu, Keandra Aresta A./20 Maret 2000. Dan udah itu aja yang gue tahu tentang diri gue sendiri bahkan huruf A yang ada dibelakang nama gue aja gue gak tahu. Gue sedih karena gak tahu siapa orang tua gue, tapi disisi lain gue seneng dan bersyukur karena bunda Sania mau ngerawat bocah bebal dan keras kepala kayak gue.

"Abang, gimana soal tawaran beasiswa itu? Abang terima gak?" suara halus bunda di pagi ini yang pertama kali gue dengar. Tumben banget bukan suara bocah-bocah nakal yang hobinya gangguin gue terus kalo abis sholat subuh.

"Abang bingung, Nda. Kalo abang terima nanti bunda ngurusin adek-adek sendiri dong? Tapi kalo ditolak sama aja abang buang kesempatan abang buat sekolah di sma favorit di Jakarta."

"Kalo emang abang mau ya gak apa-apa, bunda seneng kalo misalnya abang terima. Abang gak usah mikirin bunda ngurusin adek-adek sama siapa, kan masih ada mbak Syifa sama mbak Aini kan yang bantuin bunda."

Jujur gue bingung sekarang, kalo gue terima otomatis gue bakalan merantau ke Jakarta dan ninggalin Bandung, juga sama bunda disini. Sekali lagi gue lihat ke arah wanita yang hampir masuk usia 50 tahun itu. Senyum teduh itu masih sama setiap harinya, walau bukan ibu kandung gue tapi beliau sayang banget sama gue begitupun sebaliknya. Tanpa bunda mungkin gue gak akan selamat sampai sekarang. Gue berhutang banyak sama bunda.

"Bunda beneran?" tanya gue sekali lagi.

"Iya abang, bunda izinin abang siapa tahu kan nanti di Jakarta abang bisa ketemu sama keluarga asli abang."

Bicara soal keluarga asli gue, gue sendiri gak yakin akan hal itu. Gue bener-bener buta sama identitas gue sendiri. Tapi entah kenapa bunda selalu bilang kalo keluarga asli gue pasti nunggu gue buat balik lagi. Mungkin bunda dengar rumor bully yang gue dapat semasa sd sampai smp atau mungkin sampai saat ini? Entahlah. Ya gue adalah salah satu anak korban bullying di sekolah, alasannya juga masih sama karena gue anak yang gak jelas asal-usulnya.

"Kenapa bunda seyakin itu kalo keluarga abang ada di Jakarta?" pertanyaan yang lagi-lagi sama yang gue lontarkan buat bunda.

"Bunda sendiri gak tahu, tapi bunda yakin kalo kamu akan ketemu sama mereka." Senyum yang selalu menyakinkan gue untuk setuju dengan apa yang bunda titahkan.

"Kalo emang bunda yakin abang bakal ketemu mereka, abang bakal terima dan semoga itu benar, Nda. Tapi tenang aja abang gak bakalan ngelupain bunda sama yang lain kok, suwer deh.", ucapku dengan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V sambil tercengir.

"Yaudah kalo gitu, ayo kita siapin barang-barang keperluan kamu."

Ajakan bunda itu jadi penutup sesi sarapan kali ini. Setelah ini gue akan mulai hidup baru di Jakarta, di kota yang sangat familiar dimata orang-orang tapi entah kenapa terasa asing buat gue.

Ayo semangat Keandra, lo pasti bisa. Lo pasti bisa wujudin semua impian lo di Jakarta termasuk ketemu lagi sama keluarga lo.

Keandra POV off

***** 

Hai hai aku bawa cerita baru nih, semoga kalian pada suka ya

Vote & comentnya ya jangan lupa
Thank you

My Beloved TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang