Ketiga

26 4 8
                                    

Setelah keterkejutan anak 12 Mipa 2 yang diwakilkan oleh Panji, Shaka dan Hanafi, kelas menjadi hening kembali. Keandra yang kini duduk bersama Shaka bergerak tidak nyaman. Shaka yang mendapati teman barunya itu langsung menanyakan sebab pemuda itu begitu tidak nyaman.

"Lo kenapa deh? Kebelet?" tanya Shaka tiba-tiba dan membuat Kean terkejut.

"Enggak kok hehe." Jawab Kean sambil tercengir lucu dan menampakkan bulan sabit di matanya.

Sebuah gelombang tergambar di alis milik pemuda virgo ini. Tapi karena tidak mau mengambil pusing tentang teman barunya ini, Shaka kembali memfokuskan kegiatannya pada buku kimianya. "Lo gak perlu mikirin orang-orang yang gak suka sama lo, biarin mereka dengan cara mereka. Lo cukup pantau dari jauh dan bales mereka dengan cara yang lebih elegan." Ucapan mendadak yang terlontar dari mulut Shaka membuat Kean mengalihkan pandangannya ke arah pemuda itu dengan wajah bingung.

"Gue tahu lo pasti denger cibiran dari para manusia pojokan itu, makanya gue bisa bilang gini. Lo tahu di era sekarang informasi gampang banget menyebar, dan kemungkinan informasi soal diri lo juga udah dipegang sama orang-orang itu. Dan lo juga pasti tahu apa artinya kan?"

"Iya gue tahu banget kok. Dan itu memang bikin gue gak nyaman, sampai kapan gue bakal gini terus? Dipikir gue mau jadi kayak gini, hidup tanpa kejelasan identitas, enggak Ka gue juga mau hidup dengan damai. Tapi gue bisa apa kalo Tuhan aja belum ngasih jalannya buat gue. Mau marah juga gak ada guna, mau marah sama siapa coba? Keadaan? Haha"

Perkataan dan tawa hambar yang sangat menyayat hati itu, untuk pertama kalinya Shaka dari teman barunya. Dia memang tidak mengalami hal yang sama, namun rasanya sangat menusuk relung hatinya. Diperhatikan Kean yang kini sibuk mengerjakan soal kimia di buku, perasaan iba dan kagum datang disaat yang bersamaan. Iba karena anak ini harus menanggung rasa sakit sejak kecil, dan kagum karena anak ini mampu bertahan sejauh ini tanpa menyalahkan keadaan sedikit pun.

*****

Keandra POV on

Hal pertama yang gue pikirkan akan kedatangan gue ke kelas baru gue adalah gue bakal dapet sorakan dan cemoohan karena latar belakang gue. Tapi ternyata gue salah, justru teriakan dari tiga orang yang kompak sampai mengundang atensi dari guru kelas sebelah. Dan sekarang gue tahu nama dari tiga orang itu adalah Panji yang mirip panda, Shaka yang pakai behel dan Hanafi yang mukanya mirip tupai. Tapi yang bikin gue kembali kepikiran adalah siapa Deandra. Dua kali dalam sehari gue dengar nama yang sama, dan sebanyak dua kali itu juga gue dengar kalau muka gue mirip sama dia. Sebenarnya siapa Deandra? Kenapa gue sampai kepikiran kayak gini.

Saat gue melangkah buat duduk disamping Shaka, gue kembali dengar bisik-bisik tetangga yang gak enak buat hati gue. Tapi apa kuasa gue sekarang, mau minta mereka buat diam juga pasti gue bakal lebih diinjak lagi. Jadi gue mutusin buat diam. Semakin gue diam suara itu semakin menjadi, gue gak nyaman jujur gue pengen teriak dan bilang ke mereka kalo gue pengen sekali aja dihargai tanpa pandang bulu soal latar belakang gue. Tapi sekali lagi gue siapa?

Rupanya ketidaknyamanan gue dinotis Shaka, ternyata dia juga orang yang peka sama keadaan. Setelah gue jawab kalo gue gak apa-apa justru perkataan yang dia bilang cukup membuat gue kaget. Dia tahu apa yang gue rasain sejak awal gue duduk. Dan entah kenapa curhatan gue keluar begitu saja.

"Kean, mau ikut ngantin gak?" kini Hanafi yang datang sambil ngunyah chiki yang kayaknya dia selundupin di laci mejanya.

"Ehm kayaknya enggak dulu deh, gue mau minta tolong sama Chaca buat ngenalin area sekolah dulu, maaf ya Han." Gue tolak pelan-pelan takutnya Hanafi tersinggung sama omongan gue.

"Aaaaaaaaa gitu toh, yaudah selamat berkeliling deh. Oh iya satu lagi, hati-hati sama Chaca lambenya tuh cewek pedesnya ngelewatin level bon cabe."

"Gue denger ya tupai."

My Beloved TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang