Chapter 1

1.5K 115 3
                                    

Happy reading...

Raina menatap bingung pada kedua gadis didepannya. Perasaan, ia tidak mengenal mereka. Apakah mereka murid kelas sebelah?

Lalu, untuk apa mereka berada disini? Ah, Raina bingung.

"Woy, jangan ngalamun aja dong, Din!" salah satu dari mereka berucap. Seketika, lamunan Raina buyar begitu saja.

Raina hanya mengernyitkan dahinya. Perasaan, namanya bukan itu. Tapi, kenapa mereka terus memanggilnya dengan sebutan 'Din'?

"Lo kenapa? Lo beneran sakit, ya?" tanya gadis satunya, yang ber nametag Bianca Anastasya.

"Tadi, lo panggil gue siapa?" tanya Raina, seperti tak masuk akal jika dipikir oleh dua gadis dihadapannya.

"Kok lo tambah bego sih, Din! Nama lo itu Nadine Ersania. Gak lucu tau, dari tadi lo bikin kita bingung," sewot gadis dengan pipy chubby itu.

Nadin Ersania. Raina merasa tak asing dengan nama tadi. Seperti.., nama figuran di cerita novel?

Ya, ia baru ingat. Nadin Ersania adalah salah satu tokoh perempuan, dalam cerita novel yang dirinya baca tadi.

Gila. Satu kata yang terlintas di pikiran Raina saat ini. Jadi, sekarang, ia masuk ke dalam cerita novel gitu? Sungguh gila. Ini tak pernah terbayangkan sama sekali dalam otak kecilnya.

Apakah mulai sekarang, ia harus menempati tubuh figuran ini? Buang buang waktu saja, pikirnya.

"Ambilin gue cermin!" suruh Raina dengan wajah datar.

"Beneran gak waras ni bocah," sindir Alika Amaliya, yang juga sahabatnya. Ia paham apa yang dimaksud oleh Raina. Gadis itu sedang menyuruhnya untuk mengambilkan cermin. Walau dari tadi Alika sewot terus, tapi dia mau saja disuruh suruh. Memang terbaik.

"Nih, ngaca tuh sampai puas! Sampai wajah lo berubah mirip Karina Aespa!" ketusnya lalu menyodorkan cermin yang berukuran kecil. Cermin itu, ia dapatkan dari saku bajunya, gadis itu memang suka membawa barangnya itu kemana-mana.

Seketika, Raina dibuat terkejut saat melihat wajahnya dari pantulan cermin. Ia hampir teriak, karena mendapati wajahnya yang berbeda. Tapi, ia lalu mengurungkan teriakannya.

Wajah figuran ini memang sangat cantik. Raina juga sempat kagum dengan wajah barunya ini. Ini beneran manusia kan? Pikirnya.

"Makasih, btw gue udah mirip mba Karina kok," seketika, percaya diri Raina kumat.

"Wah wah wah, gue baru tau kalo lo sekarang jadi narsis kaya gini. Gue kemana aja ya selama ini?" gumam Alika menepuk dahinya heran.

"Lo kan sibuk ngejar ngejar crush lo itu!" timpal Bianca seraya menjitak dahi Alika cukup keras.

"Sanca, sakit bego!" protes gadis itu, lalu mengelus lembut dahi kesayangannya.

"Sorry, kebawa suasana soalnya," ujar Anca dengan cengiran.

"Kibiwi siisini siilnyi, elah basi!" rajuk nya lalu bersidekap dada dan memalingkan wajahnya, kesal.

"Berisik, tau gak?!" ucap Raina malas, karena lelah mendengarkan keributan dari dua gadis tak dikenalnya itu.

"Ya lo juga hafal kan, sama sifat kita yang kek bocil ini, Din."

"Gue bukan Nadin, dari tadi Dan, Din, Dan, Din mulu," ketus Raina dengan nada kesal.

"Lebay," sinis keduanya bersamaan.

"Anj, malah dibilang lebay. Emang gue buk-" Raina menggantungkan ucapannya.

"Kalo dipikir, gue kan masuk ke dunia novel nih? Sebenernya, gue gak percaya sih. Tapi, mau gimana lagi? Apa mungkin, gue ikhlasin aja ya kehidupan gue yang dulu?" sambungnya dalam hati.

"Emang apa Din?" tanya Alika penasaran dengan ucapan Raina yang tak dilanjutkan tadi.

"Gak jadi," singkat Raina memotong ucapannya.

"Ishh, males banget gue kalo ngomong sama orang yang suka gantung ucapannya." Kesal Anca ikut ikutan.

"Ngikut aja lo, ular sanca," celetuk Alika menimpali.

"Serah gue dong!" balas Anca tak terima. Memang kebiasaan mereka sehari-hari adalah berdebat, membahas hal-hal kecil. Biasa, agar ada bumbu-bumbu persahabatan.

"Kenapa gue bisa di UKS?" tanya Raina serius.

"Tadi, lo pingsan pas upacara bendera," jelas Alika.

"Kok, gue bisa sampai pingsan?" tanyanya lagi.

"Ya mana gue tau, lo kan yang ngalamin. Mungkin lo belum sarapan?"

"Gue lupa, kayanya sih belum." Ucap Raina asal. Sekarang kita panggil dia dengan sebutan, Nadin.

"Gimana bisa lupa, sih?" celetuk Alika perhatian.

"Belum diingetin sama ayang, tuh," cibir Anca tiba tiba.

"Ayang mulu yang ada dipikiran lo!" gemas Alika dengan ucapan Anca yang nyeleneh sedari tadi.

"Sahabat gue gini amat, ya?" Nadin hanya geleng geleng dengan tingkah sahabatnya itu.

Apa, sahabat katanya? Raina yang menempati tubuh Nadin, harus bisa menganggap mereka sahabat mulai saat ini. Cie sahabat baru.

***

"Gue masih ga nyangka, kalo ini dunia novel," gumam Nadin.

Sekarang ini, ia masih tidur di brankar UKS sendirian. Kedua sahabatnya sedang membelikan makanan untuk Nadin, karena mengingat Nadin belum sarapan pagi tadi. Memang sahabat pengertian.

Nadin berpikir, bagaimana ia bisa hidup disini kedepannya? Mana gadis itu juga belum baca novel ini sampai ending. Bahkan, ia juga sedikit lupa dengan alur cerita ini. Sepertinya ia akan mengikuti alur kehidupan barunya saja. Tak peduli apa yang akan terjadi seterusnya.

"Anjir gue lupa, gue kan punya pacar di dunia fiksi ini. Dia ganteng gak ya, kira-kira?" gumamnya terus terusan. Mungkin jika orang lain melihat, Nadin akan dikatai 'gila', karena ngomong sendiri dari tadi.

"Cerita ini ngisahin apa sih? Pas gue baca tadi sih, gue gak paham sama alurnya. Tokoh utamanya aja gue agak lupa siapa namanya." Ujarnya seraya mengingat ingat isi alur novel.

"Tokoh utama cowok namanya Er-, Er siapa ya, Er-?"

"Ohh iya, Erlangga!" serunya setelah sedikit mengingat nama sang tokoh utama pria.

"Tapi, nama panjangnya, Erlangga siapa ya?" lanjutnya.

Bisa bisanya, baca novel tapi lupa sama tokoh utamanya.

-TBC-

Tandai typo dan kesalahan penulisan.

Rabu, 2 Maret 2022
Ay-

Nadine (transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang