BAYI KECIL MAMA

34 1 0
                                    

Sejenak aku melirik ke kursi sebelah kanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejenak aku melirik ke kursi sebelah kanan. Ia tampak sedang sibuk dengan smartphone ditangannya. Terkadang ia tersenyum dan tak lama kemudian tertawa geli. Seperti ada sesuatu menarik ia temukan disana. Aku pun ikut tersenyum karenanya. Itu membuatku tersadar. Anakku Mark, dia sudah besar sekarang.

"When the little baby is not little anymore." Ucapku lalu kembali fokus menyetir. Meninggalkan ia sejenak yang hanyut dalam dunianya.

"Siapa, Ma? Bayi siapa?"

Aku tak berniat mengusik kesenangan anak semata wayangku ini. Hanya saja ia terlalu asyik hingga lupa kalau aku menyetir untuknya hari ini.

"Lagi bahas apa sih, nak? Seru banget kayaknya sampai Mama kamu cuekin gini." Protesku pada Mark.

"Enggak Mama. Aku lagi chattingan di grup. Awalnya teman-teman ajakin mabar PUBG. Tapi malah bahas kasus Jeno. Kan jadi lucu." Kembali Mark tertawa geli. Banyak yang bilang kalau selera humornya Mark sangat buruk. Ia mudah sekali terbahak-bahak walaupun pembahasannya tidak lucu. Belum lagi lawakan Mark sangatlah payah. Melawak jelas bukan keahliannya.

"Tapi tadi kamu senyum-senyum, lho sayang. Lagi chattingan sama pacar kamu ya?"

"Mark belum ada pacar, Ma. Mark belum mau pacaran. Mau fokus sekolah dulu." Ia menjawab pertanyaanku degan lugas. Entah itu mengelak atau memang Mark belum punya pacar.

"Kata siapa anak sekolah belum boleh pacaran? Mama dulu dari SMP sudah punya pacar."

Aku memarkirkan mobilku di pinggir jalan depan sekolahnya Mark. Sambil melepas sabuk pengaman, aku memastikan barang bawaan Mark tidak ada yang tertinggal.

"Jangan sampai ada yang ketinggalan, ya. Barang bawaan kamu dicek lagi di jok belakang. Tadi kamu bawa raket kayaknya."

Mark mengambil tas berisi dua raket dan satu roll shuttlecock. Ia berencana bermain bulutangkis dengan Chenle, Jeno dan Renjun sepulang sekolah.

"Mama belum jawab pertanyaan aku tadi."

"Pertanyaan kamu yang mana?"

Mark menatapku serius. Ia ingin sekali tahu jawaban dari pertanyaan itu. "When the little baby is not little anymore. Bayi siapa yang Mama maksud?"

Aku tersenyum mendengarnya. "Mark Aiden Lee, bayinya Mama." Jawabku sambil mengelus lembut pipinya kemudian mencubitnya pelan karena gemas.

"Hmm.. no no no. I still your little baby no matter what." Sahutnya manja dan dengan singkat ia mencium pipiku. "Mark masuk dulu. Bye Mama."

Aku melihat anakku berlari menghampiri teman sekelasnya, Chenle, Jeno dan Renjun. Mereka berempat begitu akrab dan kompak. Tak jarang mereka bermain di rumah kami seharian. Itu membuatku senang karena suasana rumah menjadi ramai. Aku juga senang bila mereka menginap. Terutama Chenle, aku sering memintanya untuk bermalam di rumah kami.

Jujur, aku kasihan pada anak itu. Mark bercerita kalau Chenle pernah tinggal di panti asuhan. Ia terlahir dari keluarga yang tidak mampu. Kedua orangtuanya sudah meninggal dunia sejak Chenle dilahirkan. Neneknya Chenle yang saat itu sedang sakit-sakitan tidak bisa merawatnya. Alhasil, Chenle dititipkan di panti asuhan. Ketika neneknya sudah tiada, pamannya mengambil Chenle kembali dari panti. Ia memanfaatkan keponakannya itu untuk bekerja diusianya yang masih remaja. Aku pernah membawa permasalahan ini ke pihak berwajib. Tapi, Chenle sangatlah baik hati. Ia menolak pihak berwajib untuk mengusutnya dengan alasan karena hanya pamannya itulah satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang.

Chenle yang malang. Apa boleh aku jadi orangtua untuknya?





PS : Saya hanya seorang Noona yang bermimpi semoga nanti punya anak selucu, seiseng, sebawel, sebarbar, sekeren, seganteng dan sebaik Babies Dreamies. Not Sijeuni, but I love them so much. Please, don't expect about NCT Dream's mature stories. For me, they are still babies no matter what hahahaha...

With Love

-chrysantdrey-



The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang