Chapter Four - Twenty-Four and Stress Out.
Satu minggu berlalu dan Kana harus mengakui, sangat sulit untuknya terbiasa dengan rutinitas baru yang ia jalani saat ini. Bangun jam 6 pagi dan berada di jalanan jam 7 pagi, hanya untuk sampai jam 8 pagi di kantor yang hanya 8 kilometer dari apartment nya membuatnya lelah.
Jika dulu ia menghadapi 'realita' untuk menjadi seorang professional, kali ini 'realita' nya seperti kembali ke masa kuliah. Full of passion, dedication, ambition but also depression. Kata terakhir sedikit hiperbola. Namun yang pasti, ia menjalani kehidupan yang baru.
Tanpa mobil kesayangannya, tanpa kemacetan jalan raya dan tanpa kopi yang selalu dibuatkan oleh staff nya setiap kali ia terlihat 'kelelahan'.
"Good morning." Ucap Debbie menyapanya. Kana tersenyum, "How's your morning?"
"Tired as hell. I can't wait to work on the field and stop reading those reports that give me a headache." Balasnya santai yang membuat Kana tertawa kecil.
It feels good to be 'young' somehow. Menjadi anak muda yang penuh passion terasa lebih menggairahkan dibandingkan atasan yang harus melakukan segalanya. Most importantly, it's nice to work with young people who see her as a friend.
Ia berterima kasih kepada Raihan yang memanggilnya dengan Kana, sehingga seluruh anak magang mengikutinya. Ia bisa melihat bagaimana Debbi dan Vian hampir memanggilnya 'kakak'.
"Lo udah buat report analysis dari laporan kemarin?" Tanya Vian penasaran. Lelaki itu hampir tidak tidur karena menghabiskan waktu semalaman overthinking dengan format analisa yang ia tulis.
"Sudah, lengkap dengan ppt." Jawab Kana bersemangat.
"Gila lo, rajin banget." Ucap Vian lagi dengan nada kagum.
"Bukan rajin ini, jiwa overthinking gue cuma takut kalau tiba-tiba disuruh presentasi dan gue butuh waktu banyak untuk prepare." Balas Kana. "Apalagi kalau laporan gue ternyata dianggap jelek." Tambah Kana dalam hati. Sejujurnya, ia sedang berada di dalam fase mempertanyakan kompetensi dirinya yang sepertinya ketinggalan jauh dengan teman-temannya yang mengikuti masalah dan berita internasional yang terjadi. Sementara ia melupakan banyak hal.
"Duh, kalian malah berebut overthinking. Gue malah gak bisa mikir lagi karena otak buntu nih mikir laporan analisa. Apa gue gak cocok ya dengan riset-riset gini?" Kali ini Mila yang angkat bicara.
"Yah, ini lagi malah overthinking juga." Kata Debbie sambil tertawa.
Kana tersenyum, "Jalani aja dulu. Masa gak percaya diri padahal udah nulis thesis sepanjang jalan tol gitu?" Hiburnya dengan nada menggoda.
Mila balik tersenyum, "That's true. Udah ah, kalau kena marah ya mau gimana lagi." Balasnya ringan.
"Kalau lo?" Tanya Kana saat melihat Raihan yang duduk manis di bangkunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Twenty [discontinue]
RomanceKana decided to return to Jakarta and start a new role as an intern. She decided to step down from her role as CEO of her own small business and Director of a family-owned business. There are two reasons why she makes this decision at twenty-four...