Kamu Berharga

1.3K 172 3
                                    

Dear Osamu - Kamu berharga

Pintu kamarku diketuk, bersamaan dengan panggilan masuk dari salah satu teman sekolahku. Semalam, kedua temanku itu mengabari- bahwa mereka berdua ingin bertemu denganku.

Hanya saja, aku masih tidak ingin menggerakkan satu pun anggota tubuhku untuk membuka pintu. Weslife - My Love masih berkumandang dari speaker laptop milikku dengan volume maksimal.

To hold you in my arms.
To promise you, My Twin.
To tell you from my heart..
You're all i'm thinking of.

Terdengar sedikit memaksa, tapi aku mengganti lirik 'My Love' menjadi 'My Twin'.

Ada satu alasan mengapa aku tidak ingin bertatap muka dengan Osamu. Mengingat penyakitnya yang bisa merenggut nyawa kapan saja, aku hanya sedang melatih diriku untuk hidup tanpanya.

Namun nyatanya, sekarang aku sudah sangat merindukan Osamu. Aku terus merasa cemas akan kesendiriannya. Aku terus mengawasi kemanapun Osamu pergi mencariku.

TOK! TOK! TOK!

Ketukan pintu yang semakin keras mengganggu telingaku.

"Bacot." Aku menyambut kedua temanku, Suna dan Shinsuke dengan sebuah kata yang sangat indah.

"Ternyata adabnya Atsumu beneran hilang semenjak nggak sekolah." Shinsuke melemparkan tatapan yang terlihat biasa. Tapi bagiku, tatapan itu seolah memiliki pesan bahwa aku harus lebih menjaga ucapanku.

Iya, seperti yang Shinsuke katakan- Aku telah sah keluar dari sekolah. Lebih tepatnya, aku di Drop Out karena absensi yang tidak jelas. Untungnya Mamah dan Papah memaklumi tindakanku ini, mengingat keadaan mentalku yang sedang tidak jelas.

"Balik lah, Lo di gibahin anak basket." Suna menyamankan diri diatas ranjangku, lalu sibuk dengan ponselnya.

"Dih, bodo amat." Jawabku tidak perduli.

"Yang Lo ceritain itu bener?" Meskipun pertanyaan Shinsuke tidak jelas. Tapi aku tahu kalau ia menanyakan perihal Osamu.

Yah, aku memang banyak bercerita dengan dua teman dekatku ini. Hanya mereka berdua yang bisa kupercaya, meskipun aku banyak menutupi hal lain dari Suna. Lagipula seluruh orang yang ada di sekolah tahu kalau si Suna Rintaro itu tukang gosip. Aku masih menahan agar tidak oversharing kepadanya.

"Bener, makanya gw terpukul banget, Shin." Aku menghempaskan tubuhku di karpet yang ada pada samping ranjang.

"Ngebiasain diri hidup tanpa Osamu- itu cuma sekadar kambing hitam supaya Lo bisa ngeluarin sedikit dendam Lo ke Osamu, kan?" Shinsuke langsung menghajarku dengan pembicaraan yang cukup berat.

Meskipun apa yang dia ucapkan benar, tapi aku enggan untuk mengakuinya.

"Gimana Lo bisa tau itu?" Tanya Suna kepada Shinsuke.

"Atsumu itu terlalu gengsi buat ngalah. Bagi dia, selagi bisa dibales walaupun sedikit- kenapa enggak. Ibaratnya dia mau nyelam sekalian minum air." Shinsuke terus memojokkanku.

Jika disuruh memilih untuk bertengkar dengan Papah atau Shinsuke. Maka aku memilih untuk bertengkar dengan Papah.

Shinsuke terlalu menyeramkan untukku.

"Duh, Shin... Hibur gw kek, jangan malah mojokin." Omel-ku.

"Tsumu, otak Lo coba dipake deh." Intonasi Shinsuke semakin terdengar menyeramkan di telingaku. Menerimanya bertamu ke kamar hotel-ku adalah sebuah kesalahan besar.

Lepas dari amukan Papah, tapi malah dapat ceramah dari Shinsuke. Hidupku benar-benar sial sekarang.

"Atas semua permintaan Lo itu, pasti Osamu sering nggak didengerin lagi sama kedua orangtua Lo. Tsumu, kalo Lo terus diem disini tanpa kejelasan... Lo bisa aja dapet kabar kalo Osamu tiba-tiba meninggal karena Kanker'nya." Aku menatap Shinsuke setelah ia menyelesaikan kalimat terakhirnya.

Dear Osamu [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang