Happy reading...
Jo menuruni tangga terburu-buru. Sepatu putih yang tengah ia tenteng ditangan kirinya terlihat bergoyang-goyang mengikuti langkahnya.
"Bundaa"
Teriaknya seraya duduk di anak tangga terakhir memasang sepatunya.
Teriakan jo yang cukup keras sukses membuat perempuan yang ia panggil bunda tersebut tersenyum sambil menggeleng melihat tingkah anaknya.
"Tumben banget terlambat bangun abang"
Ucap rosaline sambil tangannya membawa segelas susu dan sebuah kotak berwarna navy.
"Begadang ngerjain tuges semalem bun"
Jo meringis. Sialan! Ia terpaksa berbohong ke bundanya.
Rosaline yang mendengar jawaban anaknya menghela napas pelan. Bukannya ia tak senang karna anaknya tekun dan rajin, hanya saja jo ini terlalu memaksakan diri menurutnya.
Ia akui fisik anaknya memang kuat, sakit pun sangat jarang lelaki tersebut alami. Akan tetapi hal itu justru membuat rosaline merasa takut, takut anaknya menjadi stres.
Hell, bisa saja kan. Jo termasuk pemikir keras dibalik fisiknya yang kuat persis seperti mendiang ayahnya. Fisik yang kuat tidak menjamin mental lelaki tersebut baik-baik saja.
"Bunda abang berangkat sekarang, udah telat soalnya"
Jo mengulurkan tangannya mengambil susu yang rosaline siapkan, meneguknya hingga tandas sebelum bangun dari duduknya.
"Abang nanti pulang jam berapa?"
Rosaline bertanya seraya tangannya memasukkan kotak navy yang ia bawa tadi ke dalam ransel yang jo bawa.
"Agak telat kayaknya bun. Soalnya selese kelas abang mau konsul ke dosen PA abis itu mau ikut seminar juga"
Memasuki semester 6 ini membuat jo semakin sibuk tentu saja. Apalagi dengan jurusan yang ia ambil adalah Akuntansi jurusan yang full dengan hitungan, anak kuliahan pasti paham lah ya pusingnya bagaimana.
"Hati-hati, bekal nya dimakan. Inget pesen bunda jangan terlalu memaksakan diri"
Ucapnya mengambil alih gelas di tangan jo kemudian mengelus lengan anaknya lembut.
Jo mengangguk kemudian mencium punggung tangan rosaline kemudian berpamitan.
Rosaline memandang punggung tegap anaknya yang semakin menjauh, fikirannya menerawang.
Hanya juan yang ia punya saat ini, kehilangan suaminya tercinta adalah hantaman telak dalam hidupnya yang tidak akan pernah ia lupakan.
Ia ingin egois, rasanya ia tidak ingin melihat jo menikahi perempuan manapun dan hanya akan mengurus dirinya sampai mati nanti.
Ia terlalu takut ketika nanti jo telah menemukan pendamping hidupnya, hal tersebut tentu saja akan menuntut jo untuk lebih fokus dengan pasangannya, dan sampai hari itu tiba maka ia akan benar-benar sendiri.
Rosaline menggelengkan kepalanya menyingkirkan pemikirannya yang mulai melenceng.
****
Jo melangkah tergesa bahkan hampir berlari menuju kelasnya.
Bodoh! Bagaimana mungkin ia memikirkan fara berlarut-larut bahkan sampai membuatnya bangun kesiangan!
