Akhir dari permainan

51 3 0
                                    

SELFISHNEES LOVE

~Chapter 20~
--------------

Vote, comment and read
Ok enjoy it
===============

*****
Suara isak tangis membahana di SMA X. Tangis itu meledak setelah mendengar pengumuman dari pengeras suara, bahwa Ellyanara Caesaria telah meninggal dunia. Hampir semua siswa meratapi kepergiannya yang begitu mendadak. Tampak Melani yang menangis histeris bahkan sempat beberapa kali pingsan. Baru saja kemarin mereka bercanda dan makan siang bersama. Seolah mereka akan bertemu lagi keesokan hari, esok harinya lagi dan esoknya lagi. Namun nyatanya, Nara pergi begitu tergesa. Bahkan tidak memberi kesempatan untuk sekedar berpamitan. Siapa juga yang tidak mengenal Nara? Nara sang bunga sekolah. Cantik, cerdas namun lembut. Semua suka padanya. Tapi itu semua tidak sebanding dengan apa yang Rama rasakan.

Saat ini Rama termenung sendiri di sudut ruangan. Setelah istirahat, kelas XI IPA2 memperoleh dispensasi untuk pergi mengunjungi dan menghadiri pemakaman Nara. Tampak siswa-siswa yang masih diliputi duka membereskan barang-barangnya untuk pergi ke kediaman Nara. Melani masih terisak dan lemas, dia harus dirangkul oleh Cici untuk berjalan. sementara itu, Esa menoleh ke arah Rama. Rama masih belum beranjak dari bangkunya. Ia masih menunduk dan termenung. Esa pun menepuk pundaknya pelan.

"Ram.. ayo"

Rama masih diam.
"Aku ga kuat sa.. kamu saja pergi, aku disini saja" ujarnya lirih.

Esa menatapnya iba. Ia menghela nafas dan beranjak dari kursinya. Saat ini mungkin Rama ingin sendiri. Ia memahami perasaan Rama kenapa dia tidak mau menghadiri pemakaman. Ini mungkin terlalu menyakitkan untuknya. Biarlah dia disana mengenang masa-masa indah yang sempat ia lalui bersama Nara yang terasa begitu singkat. Esa pun menghilang dari pandangan. Ruangan kelas itu tampak sunyi. Hanya ada Rama disana yang dipaku kesedihan.

Dengan berat, ia bangkit dari kursinya. Ia berjalan pelan menuju bangku Nara. Ia mengusap lembut meja itu. Meja yang sering Nara pakai untuk alas menulis dan sesekali untuk merebahkan wajahnya yang lelah. Rama tersenyum lirih. Dia ragu apa yang akan ia pandang dari tempat ini begitu pemiliknya sudah tidak ada lagi. Kursi ini mungkin akan kosong hingga semester terakhirnya di kelas 11.

Setelah puas memandangi meja itu, Rama memalingkan wajahnya dan beranjak dari kelas itu.

Suasana pemakaman terasa begitu pilu. Langit yang mendung menambah pilunya suasana. Dinginnya angin seakan mampu menembus dan membekukan hati. Begitu juga yang Esa rasakan. Ia mengenakan jaket hitam. Ia tangkupkan hoodienya dan ia menunduk, sehingga sebagian wajahnya tidak terlihat. Namun masih tampak bibir tipis esa bergertar.

Jenazah Nara sudah dimasukkan kedalam liang lahat. Tangisan para pelayat makin memilukan seiring dengan tanah yang menutupi dan menumpuk. Hingga akhirnya gundukan tanah itu dengan sempurna mengubur tubuh Nara. Esa mendongakkan wajahnya. Dilihatnya kedua orang tua Nara masih menangis tersedu-sedu, tangan ibunya gemetar saat menaburkan bunga di atas kubur Nara. Wajahnya memerah, dia bahkan tidak mengenakan make up apapun. Rambutnya dibiarkan awut-awutan di dalam kerudung hitam yang ia selempangkan di kepalanya. Tampak ayah Nara meski masih menangis mencoba menenangkan istrinya yang saat ini memeluk nisan dan tanah kubur Nara.

Pemandangan itu menyayat hati Esa. Ini seperti ironi yang kejam. Selama ini mereka hanya bersenang-senang dengan kesibukannya. Mereka seakan telah yakin oleh sebuah kalimat, bahwa 'Nara akan baik-baik saja'. Kini begitu putri mereka satu-satunya pergi mendahului mereka. Yang timbul hanya penyesalan. Penyesalan karena tidak sempat mendampingi Nara didetik terakhirnya. Penyesalan karena mereka tidak punya waktu yang lebih untuk bersama dengan Nara. Mungkin jika diberi 1 kesempata lagi, jika waktu terulang dan nara masih hidup, mungkin mereka akan meninggalkan semua pekerjaannya dan terus merangkul tubuh Nara erat. Mereka menyesali hal itu, bahwa waktu tak akan terulang kembali.

SELFISH OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang