[1]

334 19 0
                                    

Petra pov

Sore hari telah tiba. Matahari masih setia menyinariku, awan masih setia menemaniku, dan bunga-bunga menari bersamaku. Kupejamkan mataku sejenak, ku rentangkan tanganku sejenak, sejuk dan tenang kurasakan. Membuatku seperti melayang kegirangan. Kekagumanku kepada alam semesta ini memang sulit dipendam. Dari sore hingga malam pesonanya tidak pernah padam.

Senja kali ini, sangat cantik. Mentari dari barat bersiap-siap menutup diri, langit membentang luas sejauh mata memandang. Keindahan alami senja sangat menawan hati. Perpaduan warna yang indah harmonis, dengan awas tipis yang melintas. Coretan lukisan terindah sepanjang masa. 

Tapi sayang... Aku selalu merasa ada yang kurang.

Ini bukan karena alam, bukan karena senja, atau karena yang lainnya.

Tapi karena dirimu.

Iya, dirimu.

Disini aku duduk seorang diri di atas batu yang pernah aku dan kau duduki bersama. Aku masih selalu melangkah ke tempat yang sama, berharap kau masih disini, disampingku. Tersenyum tipis di balik wajah datarmu sambil memainkan rambut orange-ku. Apa kau masih ingat itu? Kau bilang rambutku mirip labu, atau seperti senja di sore hari, benar begitu?

Tapi kini kau tak pernah kutemukan lagi. Hanya ada secercah senja yang melewatiku sebelum gelap mengusirku. Ragamu tak pernah pulang, kau pergi begitu saja. Sebenarnya kau ini ada dimana? Kenapa kau pergi meninggalkanku? Bukankah kau berjanji untuk selalu ada untukku? Kau membiarkanku jatuh kedalam jurang penantian menunggu dalam ketidakpastian.

Aku benci menunggu, aku benci! Sungguh. Menunggu itu melelahkan. Dan aku tidak suka itu. Kau juga tidak suka menunggu kan? Dulu kau pernah bilang begitu. Tapi kenapa? Kenapa sekarang kau malah membuatku menunggu?

Setiap hari aku sendiri, berteman dengan kesepian. Betapa lama menunggumu kembali, sama seperti hari itu, hari kemarin, bahkan hari ini. Kadang aku tidak sanggup, kadang aku gugup, namun harapanku tak pernah redup. Kau tahu karena apa? Karena kepercayaanku padamu tiada dua.

Hampir aku menyerah.. Namun sekarang ada secercah harapan di hatiku. Aku senang. Dua hari lalu kau mengirimiku surat. Kertas putih polos kecil yang saat ini kugenggam seperti barang berharga bagiku. Iya, karena ini darimu. Aku membuka kembali benda berbentuk kotak itu, meski sudah beribu-ribu kali aku membacanya, hatiku kerap kali berdesir melihatnya. Tulisan itu, adalah tulisan dirimu kan? Tangan yang menulis surat ini pernah menggenggam tanganku dulu.

Petra...

Mungkin kau akan tertawa membaca ini, tapi bolehkah aku jujur? Jujur bahwasanya aku ternyata sangat merindukanmu. Kadang aku selalu berpikir, jika aku bisa terbang, mungkin aku sudah datang ke tempatmu lalu memelukmu. Haha konyol sekali.
Hei Petra, kau tahu? Orang lain pernah bilang jika kita merindukan seseorang maka seseorang itu juga akan merindukan kita. Apakah kau merindukanku sebagaimana aku merindukanmu?
Aku masih ingat saat kita duduk berdua di atas batu dekat padang bunga. Aku selalu membelai rambutmu, dan kau tersenyum manis ke arahku. Aku ingin kita seperti dulu lagi. Bisakah?

Petra...

Aku tidak tahu harus menulis apa lagi. Hanya satu yang aku rasakan padamu saat ini, yaitu rindu. Wajah, pipi, bibir, belaian tangan, senyummu, semua yang ada di dirimu aku suka, tak akan pernah hilang dari benakku. Awalnya aku hanya menganggapmu sebagai teman biasa, tidak lebih. Tapi seiring berjalannya waktu rasa ini tumbuh berbeda dari biasanya.

Dan sekarang akan kuberanikan diri bahwa aku mencintaimu. Iya, kau tidak salah baca, aku benar-benar mencintaimu.

Maafkan aku karena telah meninggalkanmu dulu, itu karena aku tak bisa membantah perintah orang tuaku. Kuharap kau mengerti. Tapi sekarang aku sudah berhak memilih jalan hidupku sendiri. Dan tujuanku sekarang adalah dirimu. Sudah 5 tahun kita berpisah, kuharap kau tidak lupa aku.

Surat Cinta Untuk PetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang