-3: Merasa Aneh-

137 123 276
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

HAPPY READING

***

"Setiap orang pasti memiliki sisi kebaikannya, baik itu terlihat atau tidak"

"HALO, HAI, ASSALAMUALAIKUM!" Allura memberikan salam sekaligus sapaan ketika masuk ke dalam rumahnya dengan suara cempreng yang mampu membuat seisi rumahnya mendengar.

"Waalaikumsalam," jawab Oriana dan Irla bersamaan. "Jangan teriak-teriak kalau di rumah, Mama kan udah kasih tahu kamu beberapa kali," timpal ibunya dari dapur, mengingatkan pada Allura.

Gadis berkuncir kuda mengangguk, mengikuti nasihat Oriana. Ia pun berjalan mendekati dapur, meletakkan sebuah kantung kresek berwarna hitam di atas meja makan. Dengan cepat, ia mengambil piring yang berada di lemari sebelah kompor.

"Itu apa?" tanya Oriana bingung.

"Biasa, martabak coffee. Tadi aku beli sama Bang Dares," sahut Allura. Matanya fokus meletakkan martabak itu secara rapi berbentuk lingkaran di piringnya lalu duduk di kursi.

Irla datang ke dapur, ikut bergabung duduk di meja makan bersama Allura sehabis dari ruang keluarga. "Abang berangkat ke kampusnya, Al?"

"Iya, Nek. Katanya, dia hari ini mau ketemu dosennya." Spontan Irla pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Bagaimana sekolah kamu hari ini? Aman kan?" Oriana bertanya pada Allura sembari memotong sayuran yang hendak ia masak untuk makan malam.

Baru saja Allura ingin memasukkan satu buah martabak ke dalam mulutnya, namun itu terhenti ketika Oriana bertanya perihal sekolahnya. "Aman dan seru, Ma."

"Di kelas baru udah dapat teman belum?" tanya ibunya lagi penasaran.

"Sudah kok. Kan ada Stela dan Brenda. Aku juga duduk sama teman aku cowok, namanya Arsa. Tempat duduk itu dipilih sama walikelas aku, jadi aku nggak bisa nolak."

Sejak Oriana memilih berhenti bekerja, memang sudah tugasnya sebagai Ibu rumah tangga untuk mengurusi segala hal dalam rumahnya. Termasuk untuk mengetahui kegiatan anak gadisnya. Ia akan selalu menanyai tentang sekolah semua anak-anaknya, terutama dalam pertemanannya.

"Oke, baiklah. Mama cuman mau kasih tahu ke kamu, jangan pacaran dulu. Tujuan kamu sekolah untuk sukses. Berteman boleh, pacaran tidak. Kamu tahu kan akibatnya jika melanggar itu?" tutur Oriana, membuat Allura menghela napas lalu mengangguk.

"Iya, Al tahu Ma," balas Allura bosan mendengarkan peringatan itu.

Di depan Allura, terdapat Irla yang daritadi hanya mendengar sembari menatap wajah cucunya. Ia tahu bahwa cucunya seperti sudah sangat bosan dengan kata-kata itu. Sebab, Oriana sudah hampir berkali-kali memperingatinya. Apalagi, ketika Allura hendak pergi bersama cowok pun, Oriana pasti langsung memperingatinya dan mencari identitas cowok itu. Walaupun itu tanda Ibu yang sayang kepada anaknya, namun bagi Irla ini sangat berlebihan.

"Na, kamu jangan melarang Al terus. Al sudah besar, dia tahu mana yang baik dan buruk," saran Irla membela cucunya. Nenek satu-satunya yang Allura punya hingga saat ini.

Oriana berdecak sebal. "Ma, Oriana seperti ini juga untuk kebaikan Al. Mana ada sih, seorang Ibu yang ingin menghancurkan anaknya sendiri."

"Iya, Mama tahu tentang itu. Tapi semakin lama, kamu berlebihan Na. Memberitahu yang benar boleh, tapi jangan sampai ketika Allura dekat dengan cowok, kamu sampai mencari informasi dan mengintrogasinya."

"Bagaimanapun juga, Oriana akan tetap melakukan ini Ma. Biar Al nggak pacaran dan fokus untuk masuk PTN," kekeh Oriana mutlak.

Sementara Irla, ia hanya bisa pasrah. Anaknya itu memang keras kepala. Ia pun mengeluskan dadanya pelan, sabar. Tetapi, ia akan membela dan mendukung cucunya, selama Allura bahagia, ia tentu akan bahagia juga.

INURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang