Suara pintu yang diketuk berulang kali membuat Jo menatap jengah ke arah datangnya suara. Di depan, ada Ivanna yang sedari tadi mencoba menjelaskan apa yang terjadi beberapa hari lalu di salah satu gerai McDonald's yang ia kunjungi, tapi Jo enggan mendengarkannya. Apa lagi yang perlu dijelaskan saat semuanya sudah jelas?
Ivanna pergi berkencan dengan lelaki lain saat suaminya sedang pergi ke luar kota. Tidak mungkin dia tidak mengetahui bahwa suaminya bekerja, mengingat betapa sayangnya David pada Ivanna. Bahkan perkiraan Jo adalah papanya pasti memberikan uang lebih untuk Ivanna selama ia pergi. Masih terekam jelas diingatan Jo bagaimana ekspresi Ivanna saat itu, bagaimana cara Ivanna menatap lelaki itu, bahkan lelaki itu mengecup bibir Ivanna.
"Jo, saya mohon dengerin penjelasan saya," lirih Ivanna.
"Nggak ada lagi yang perlu dijelasin. You better get yourself prepared." Jo menutup laptopnya dan memandang kosong ke arah jendela.
Pikirannya melayang, akahkah keputusannya untuk memberitahu David sudah benar? Dan akahkah David memepercayai perkataannya? Lalu, gadis itu menjatuhkan kepalanya ke atas meja dan menarik napas dalam-dalam.
Tidak lama setelahnya sebuah mobil memasuki pekarangan rumah. Itu David. Ivanna lekas pergi dari depan kamar Jo untuk menyambut David. Wanita itu mengambil tas David untuk ia simpan, lalu membuatkan secangkir kopi untuknya.
Tiga puluh menit kemudian, Jo melaksanakan rencananya. Ia turun dan melihat David sedang menonton TV sambil memakan buah, dengan Ivanna yang duduk di sampingnya.
"Pa, aku mau ngomong." Jo kemudian mengambil posisi di samping kanan David.
"Tumben? Mau ngomong apa?" David mengalihkan pandangannya dari TV ke arah Jo.
Sebelum mengungkap kebenaran, Jo menatap Ivanna sinis. "Ivanna selingkuh."
"Ngomong apa kamu? Sembarangan," ujar David tidak percaya.
"Aku lihat sendiri pake kedua mata aku, jelas banget, siang-siang, dia pergi sama cowo lain. Bahkan cowo itu nyium bibirnya," jelas Jo dengan penekanan di setiap kataya sambil menunjuk Ivanna.
David menoleh ke arah Ivanna dan menatapnya seakan menanyakan kebenarannya.
Ivanna menggeleng dan menggenggam erat tangan David, "Nggak mas. Aku bilang kan ke kamu? Aku sakit."
Jo menyeringai mendengar alibi yang Ivanna lontarkan. David kembali menoleh ke arah Jo. "Tuh, dengar sendiri kan kalo ibumu sakit."
"Pa, aku mohon percaya sama aku. Aku beneran lihat dia selingkuh. Kalo emang dia sakit, mana resep dokternya atau mana mutasi rekeningnya bukti kalau emang dia beneran pergi ke dokter?" Gertak Jo geram.
"Saya ke dokternya bayar cash, resepnya juga sudah hancur ikut ke cuci pas cuci pakaian," bantah Ivanna lagi.
"Lu kalo nyari alibi tuh yang pinteran dikit." Jo menyerang balik Ivanna. "Cuma orang bego yang bilang kayak gitu, tau nggak? Dimana-mana kalo nebus obat itu resepnya diambil sama pihak apoteker.
Let's say, lu ngomong yang sebenernya. Bener, resep dari dokter bisa lu bawa pulang kalau obat yang lu butuhin nggak ada di rumah sakit itu, dan lu harus tebus itu obat di apotik luar. Mana obatnya? Gua mau tahu lu sakit apa."
Skakmat. Ivanna terdiam seribu bahasa.
David setuju dengan pemikiran Jo tadi, tapi ia masih menunggu penjelasaan dari Ivanna. Namun, wanita itu hanya diam dengan pundak yang sedikit bergetar.
David mengelus bahu Ivanna dan membawa wanita itu ke kamar untuk menenangkannya. Beberapa menit kemudian David kembali ke ruang tengah.
"Kalo papa masih nggak percaya sama aku, papa bisa tanya Bian. Bian ada sama aku pas aku mergokan dia selingkuh."
David berdehem, "Okay, papa ngerti."
"Kalo giㅡ"
"Tapi, papa nggak mau ada berantem-berantem gini. Papa rasa kamu sudah cukup untuk bisa tinggal sendiri. Papa belikan apart untuk kamu ya?"
Jo menatap wajah David tak percaya, lantas ia tertawa sejadi-jadinya. Tak percaya dengan apa yang David katakan. Bukankah itu sama dengan mengusirnya keluar? David lebih memilih perempuan itu dibandingkan Jo, darah dagingnya sendiri.
Bagai luka yang ditaburi garam, hati Jo terasa sangat perih. Gadis itu memberitahu kebenaran pada David sebagai tanda sayangnya. Ia tidak mau papanya itu menghabiskan waktu, energi, dan kasihnya untuk orang yang salah. Tapi pada akhirnya, David tetap memilih Ivanna.
"Cih. Jo rasa seorang CEO DK group nggak sebego itu untuk percaya sama alibi tadi." Sarkasnya, enggan menatap wajah sang ayah.
"Fine. Papa nggak perlu beliin aku apart. Aku bakal pindah dari rumah ini besok. Dan papa nggak perlu anggep aku anak lagi." Amarah Jo tumpah seluruhnya, hatinya sudah hancur berkeping-keping karena perkataan David tadi.
"Jo, bukㅡ"
Jo mengabaikannya ucapan David. Ia melengos keluar rumah dengan air mata yang bercucuran deras. Ia muak.
°•°•°•°
"Gimana nih Bi? Udah jam segini tapi belom dapet juga kostnya." Jo mengacak rambutnya frustasi.
Setelah mendeklarasikan kalau dirinya akan keluar dari rumah David besok, Jo langsung mencari kost murah di internet dan meminta bantuan pada Bian untuk menemaninya survey ke lokasi kost. Karena tidak mungkin baginya berjalan kaki dari satu kost ke kost yang lain, dan akan jadi boros jika Jo memesan ojek online.
Total ada delapan kos yang sudah mereka kunjungi dan tidak ada satupun yang cocok. Dari kendala jarak, kelayakan kost itu sendiri, hingga harga yang tidak sesuai.
Mungkin jika ada orang yang lewat akan mengira kalau Jo ini adalah gelandangan. Rambutnya yang berantakan, mata yang bengkak dan sedikit memerah, kaos oblong yang sedikit melar, ditambah tiga kaleng bir kosong di sampingnya.
"Lu pulang dulu aja sekarang, beberes barang-barang lu. Atau lu bilang ke bapak lu kalo lu gak jadi pindah," cetus Bian tiba-tiba.
Jo menatap laki-laki itu tajam, seolah ada petir yang keluar dari sana. "Lebih baik gue jadi gelandangan beneran daripada gua balik ke rumah itu."
Bian memejamkan matanya dan sedikit mengerutkan keningnya. Jo sudah final dengan keputusannya. Anak keras kepala itu pasti akan melakukan apa yang sudah ia katakan.
"Ya udah, kan lu masih besok keluarnya. Sekarang pulang dulu, istirahat, beberes. Nanti di rumah gua bantu cari-cari juga. Kalo emang gak ketemu, nanti dipikirin lagi. Besok gak usah masuk kerja." Perkataan Bian sedikit menenangkan Jo.
Bian menaiki motornya dan mengisyaratkan Jo untuk naik dengan menggerakkan bola matanya. Keduanya lantas membelah jalan raya malam ini menuju rumah Jo.
Tiga puluh menit kemudian, Jo sampai di rumahnya dan ia langsung membersihkan dirinya. Gadis itu menjatuhkan dirinya ke kasur dan menutupi wajahnya dengan bantal. Tidak lama setelah itu, ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk dari Bian yang melegakan hatinya.
Bian🐵
|Gue dah dapet kost buat lu
|Udah gue pastiin semuanya cocok
|Lu tidur sekarang
|Besok pagi berangkat
|nomor yang punya kost 081344445555
23.08
ReadYeh, bukannya daritadi|
Kan, jadi nggak perlu keliling2 tadi|
But, thankyou bro 👍|
23.08
Read|Pengen gue gibeng aja rasanya
23.10
Readahihihaiahii|
23.12
Read
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silver Lining
General FictionSetelah ditinggalkan sang ibu untuk selama-lamanya, Sena Jovanka harus menerima kenyataan bahwa ayahnya memilih untuk menikahi wanita lain. Kecewa dengan sikap ayahnya setelah meikah lagi. Jo memilih untuk hidup mandiri di atas kakinya sendiri. Sela...