Srrrsshhh
Air mengalir deras dari keran wastafel. Jeje menangkup air mengalir itu untuk membasuh wajahnya sekaligus menyadarkannya dari pelet kasur yang begitu kuat.
Ia mengikat tali sepatunya kuat-kuat. Melakukan sedikit pemanasan agar tubuhnya tidak kaget. Melangkahkan kakinya keluar dari rumah, mengihirup dalam-dalam udara pagi yang masih segar ini dan melangkahkan kaki menyusuri komplek perumahan yang cukup luas ini.
Saat matahari bahkan belum terbangun dari tidurnya, Jeje sudah memulai harinya dengan jogging. Perumahan Permai Indah. Perumahan yang umumnya ditempati oleh orang-orang menengah ke atas.
Dari Blok Dㅡblok rumah Jejeㅡ sampai blok C diitari olehnya. Beberapa orang juga sudah memulai harinya sepagi ini. Ada yang sudah mau berangkat kerja, ada yang mau pergi ke masjid, ada juga pedangang sayur keliling.
Jeje memberikan senyumnya pada semua orang yang ia temui selama jogging. Saat matahari sudah sedikit menunjukan diri, Jeje sampai di minimarket di komplek itu. Ia membeli sebotol air mineral dan langsung menghabisakannya dalam satu kali teguk.
Setelahnya, ia hanya berjalan santai sambil merenggangkan bahu dan tangannya. Dalam perjalanannya, ia melewati taman dengan pohon rindang juga beberapa jenis bunga, kursi taman, juga permainan anak seperti ayunan, perosotan, dan lainnya. Tempat dimana biasanya anak-anak bermain dan ibunya bergosip.
Ia memberikan senyum pada beberapa ibu-ibu yang sedang membeli sayur di pedagang sayur keliling yang sempat ia temui tadi.
"Wih, udah mulai jogging lagi nih koh," sapa salah satu ibu-ibu tersebut.
"Iya nih, baru mulai lagi bu," jawabnya ramah dan hendak menyudahi percakapan.
"Koh, sekarang tinggal sama kakak yang tattoan itu ya?" tanya ibu yang sama dengan ibu yang bertanya sebelumnya.
Beberapa ibu yang lain menegur ibu yang bertanya ini dengan berbisik-bisik tapi masih bisa Jeje dengar. Sedangkan yang ditegur malah menghiraukannya dan menunggu jawaban dari Jeje.
Jeje tersenyum, "Iya bu. Pernah ketemu bu?" balas Jeje.
"Sering liat aja ko, kalo lagi mau berangkat atau pulang kerja," jawab ibu yang sama.
"Oooh," jawab Jeje sambil menganggukan kepalanya. "Kalau gitu saya duluan ya bu, pak," lanjut Jeje menyudahi percakapan dan kembali berjalan menuju rumahnya yang sudah dekat itu.
Jeje mendengar bisik-bisik para ibu tadi tentang Jo, tattonya Jo, juga hubungan Jo dengannya. Jeje menggelengkan kepalanya. 'Pagi-pagi udah ngegosip aja' begitu ucapnya dalam hati.
Jeje memasuki rumahnya dan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tenang, keringatnya sudah kering karena hembusan angin pagi yang cukup kencang saat ia berjalan santai dari minimarket.
Setelah kurang lebih 30 menit berada di kamar mandi, Jeje keluar dan mendapati Jo yang berdiri di depan pintu kamar mandi dengan wajah yang setengah sadar. Jo langsung masuk ke wc begitu Jeje melangkahkan kakinya keluar. Gadis iy sudah tidak bisa menahan pipisnya lagi.
Jeje bersiap ke kamarnya sedangkan Jo setelah selesai dengan urusannya di kamar mandi, ia langsung memasak dua bungkus indomi soto sebagai sarapannya. Dengan rambut berantakan dan satu kaki yang diangkat ke atas kursi, Jo menyantap sarapannya dengan nikmat.
Saking nikmatnya Jo tidak menyadari kalau Jeje duduk dihadapannya dengan secangkir kopi dan menatap ke arahnya.
"Ahhhh," desah Jo nikmat setelah menyuruput mienya. Jo melihat Jeje yang melihat dirinya seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Mau?" tawar Jo akhirnya sambil menyodorkan mangkuknya ke Jeje.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silver Lining
General FictionSetelah ditinggalkan sang ibu untuk selama-lamanya, Sena Jovanka harus menerima kenyataan bahwa ayahnya memilih untuk menikahi wanita lain. Kecewa dengan sikap ayahnya setelah meikah lagi. Jo memilih untuk hidup mandiri di atas kakinya sendiri. Sela...