Happy reading ♡
***
Sudah seperti rutinitas, malam ini Sean kembali pulang larut. Selain karena pekerjaan yang menumpuk, alasan lain yang menyebabkan Sean selalu pulang larut adalah Anin. Sean berusaha untuk menghindari Anin.
Sean sebenarnya ingin menuju kamarnya. Namun entah mendapat dorongan darimana, ia mendekati kamar Anin yang kebetulan bersebelahan dengannya. Perlahan, Sean memutar gagang pintu. Dan terbuka. Rupanya Anin tidak mengunci pintu kamarnya. Sean menutup pintu dengan gerakan sangat pelan agar tidak menimbulkan suara.
Ia berjalan mendekati ranjang Anin. Wanita itu tampak tidur sangat pulas seperti bayi. Tidur menyamping dengan tangan sebagai bantalan.
Sean mendekatkan wajahnya pada Anin. Jemarinya bergerak dengan lihai memainkan rambutnya yang sangat halus bagaikan sutra.
"Jika aku bisa, aku pasti akan melepaskanmu, Anin. Tapi maaf, aku tidak bisa melakukannya," bisik Sean pada Anin yang tentu saja tak dapat di dengar oleh sang empunya yang tengah terlelap.
Merasakan adanya sentuhan di kepalanya, Anin terbangun dari tidurnya. Ia tersenyum saat melihat Sean duduk berjongkok di sampingnya.
"Kau pulang larut lagi." Itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan. Sebenarnya Anin sangat ingin menghabiskan waktunya bersama Sean. Ia sangat kesepian berada di mansion sebesar ini tanpa Sean.
Anin mendudukkan dirinya, menyesuaikan tubuhnya dengan Sean. Jemarinya yang lentik mengelus lembut dada biang Sean, membuat pola abstrak. Sementara Sean, pria itu berusaha menahan gejolak dalam dirinya. Sentuhan Anin seakan mampu membangkitkan sisi lain dalam dirinya. Karena bagaimana pun, Sean adalah pria normal dengan hasrat tinggi. Ia tak tahan jika berada di dekat Anin. Wanita itu memiliki wajah yang cantik serta tubuh yang menarik. Apalagi tatapan sendunya yang selalu berhasil membius Sean.
Sean berusaha menghindari sentuhan Anin, tangannya mendorong pelan jemari Anin yang masih bermain di dadanya.
"Aku lelah," alibi Sean.
Anin kecewa, tentu saja. Apa ia tidak menarik di mata Sean? Sean tidak pernah menyentuhnya, bahkan sampai saat ini. Apa dia semenjijikkan itu?
"Sayang, apa aku kurang menarik untukmu?" lirih Anin merasa pedih.
Sean mengalihkan pandangannya, tak ingin melihat netra yang menyaratkan kesedihan itu. "Anin, sudah ku bilang aku lelah."
"Aku harus bagaimana agar kau menyukaiku?"
"Anindya!" Geram Sean tak tahan dengan tingkah Anin.
Anin tersenyum lembut pada Sean. "Baiklah. Selamat malam, sayang."
Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh hingga kepalanya. Ia sedikit kecewa di tolak mentah-mentah oleh suaminya sendiri. Hingga sampai Anin mendengar suara decitan pintu yang ditutup, barulah ia melepaskan selimut yang menutupi wajahnya.
Ia termenung, biarlah hanya dia dan pekatnya sang malam yang mengetahui betapa sedihnya hati Anin.
Sementara Sean, lelaki itu memilih untuk berdiam di kamarnya. Ia melemparkan tubuhnya ke ranjang, menjadikan kedua tangannya yang terlipat sebagai bantalan. Pandangannya yang sedikit kosong menatap lurus pada langit langit kamarnya. Pikirannya terlempar pada kejadian satu tahun silam. Kejadian yang dengan sengaja membawa Sean ke dalam hubungan pernikahan yang tidak pernah ia inginkan, namun tidak bisa ia hindari.
Flashback on.
Isak tangis wanita dengan kuncir kuda itu seakan memenuhi setiap sudut ruangan. Kedua tangannya tak henti menggenggam erat tangan ringkih sang Ayah yang kini terbaring lemah di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender
Romance"Bisakah kita bergerak seirama diantara gejolak ombakmu, dan pasang surut arusmu?" Kata orang, cinta itu timbal balik antara yang satu dan lainnya. Namun berbeda dengan Anin, cinta yang ia berikan pada sang Suami justru tidak mendapatkan balas rasa...