2: Aku dan Sebuah Perkenalan

23 2 4
                                    

Sendja Kala

Bagian 2: Aku dan Sebuah Perkenalan

***

Angin laut yang bertiup kencang, terasa dingin kala berhasil membelai wajahnya. Suara deburan ombak yang menghantam karang, terdengar seperti teriakan penuh amarah dari seseorang yang kesal bukan kepalang.

Eh?

Sebentar. Aku ada di ... pantai?!

"HAH?"

Saat pertama kali membuka mata, Arunika pun langsung disuguhkan dengan pemandangan alam yang memanjakan mata. Bukan sulap bukan sihir, laut yang terbentang puluhan—bahkan ribuan kilometer itu sudah terpampang jelas di depan wajahnya. Ingin sekali gadis itu menyangkal kenyataan yang ada, namun suara burung camar dan gulungan ombak itu terasa terlalu nyata untuk disebut sebagai khayalan.

Tetapi, segala hal ruwet yang berputar di kepala Arunika sontak buyar begitu saja ketika gadis itu menyadari sesuatu. Pantai, angin, pasir, dan langit biru yang cerah ini ... Arunika pun spontan mengepalkan tangangannya.

"Ya! Enggak salah lagi. Ini, 'kan, tempat di mimpiku!"

"Benar sekali katamu itu! Kita ketemu lagi di sini!"

"HUAH!"

Bagaikan melihat hantu, Arunika langsung berteriak ketika sebuah suara tiba-tiba saja menghampiri indra pendengarannya. Detak jantungnya memacu dengan cepat, rasa-rasanya organ lunak itu bisa melompat kapan saja dari rongga dadanya.

Merasa bersalah karena membuat gadis itu ketakutan, sosok itu refleks menyengir dan meminta maaf. "Astaga ... maaf, ya, karena bikin kamu kaget. Lagi pula, dari tadi aku sudah berdiri di belakangmu, tapi kamu ndak sadar juga."

Diiringi embusan napas yang masih terengah-engah, Arunika segera menggerutu dengan mulut monyongnya. Mengeluh. "Ya, tapi, kamu bisa, 'kan, enggak usah nongol tiba-tiba, gitu? Namanya enggak sopan, tahu! Terus, ya, mana aku tahu kalau kamu—"

Cling!

"Loh?"

Sedetik setelah Arunika mendongakkan kepalanya, sebuah ingatan yang solid mendadak muncul di otaknya. Paras manis orang itu memang tak terasa familiar di ingatannya, namun suara itu sudah melekat erat di benaknya. Ditambah lagi dengan rambut panjang dan kebaya putih sederhana, membuat Arunika yakin kalau tebakannya yang kali ini pasti benar lagi.

"Kamu ... perempuan 'itu', 'kan? Yang selalu hilang kalau aku dekati? Kenapa kamu kali ini enggak hilang? Malah ngomong sama aku lagi!"

Pertanyaan bertubi-tubi dari Arunika—orang yang notabene baru pertama kali ia temui—itu, berhasil membuat gadis itu meringis. Ia kemudian menggaruk rambutnya yang tidak gatal sembari menjawab pertanyaan Arunika. "Iya, perempuan 'itu', adalah aku. Tapi, aku juga punya nama sendiri, loh," perempuan itu lantas menyunggingkan senyumnya, "kamu ndak mau tanya gitu, siapa namaku?"

Walaupun masih merasa kesal karena kejadian tadi, Arunika tak bisa berbohong kalau dia benar-benar penasaran dengan nama gadis itu. "Um ... siapa namamu?"

"Mita. Namaku, Mita. Kalau kamu?"

Arunika berdeham pelan, mengalihkan pandangannya. "Arunika. Tapi, kamu bisa panggil aku Aru."

Kemudian, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka sebelumnya, Mita pun segera menarik paksa tangan Arunika. Tubuh Arunika yang belum siap untuk berdiri, langsung terhuyung kehilangan keseimbangannya. Mulut gadis itu pun sudah terbuka lagi untuk memarahi Mita, namun tertutup kembali saat perempuan itu mulai bicara. Arunika bungkam, terdiam seribu bahasa.

Sendja KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang