Happy reading 💜
✨
Tepat hari ke 14 setelah sadar akhirnya Teresha di izinkan pulang. Kondisinya sudah pulih, lukanya hanya menyisakan bekas. Namun bekas luka itu sama sekali tidak menutupi kecantikan yang ia punya, ia tidak sedih dengan luka itu. Yang ada ia bersyukur karena masih di beri umur panjang, bergabung dengan keluarganya lagi.
Sebuah mobil mewah berwarna putih menjemputnya, kedua orang tuanya ikut bersamanya di dalam mobil itu sedangkan Lastri dan Remini bertugas membawa semua perlengkapan yang pernah Teresha gunakan di rumah sakit.
Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 30 menit, Teresha duduk di samping jendela, mengeluarkan kepalanya melihat-lihat keluar dan menikmati angin yang menerpa wajahnya. Ia tidak banyak bicara, sesekali menimpali atau menjawab pertanyaan orang tuanya.
Sesampainya mobil di pekarangan rumah mewah, Teresha terkesima dengan mata melotot. Rumahnya begitu besar berdiri di tengah pekarangan luas dengan hamparan rumput hijau. Beberapa orang berpakaian pelayan berdiri menyambut kedatangannya, wajah mereka berseri-seri terutama seorang wanita yang paling tua di antara semua pelayan.
Dalam rumah apa lagi, segala perabot mewah ada di dalamnya. Lampu di ruang utama bagai berlian bergelantungan. Teresha mengangkat kepalanya saat di depan lift.
“Kamu langsung ke kamar ya,” ujar Valen.
“Teresha mau lihat-lihat rumah ini dulu,” ujar Teresha.
“Kamu masih butuh istirahat, Tere, jangan sampe kecapean. Lagi pula kamar kamu jauh lebih bagus, lihat-lihat yang lain nanti aja.”
“Sebentar aja.”
Valen menatap langsung kedua mata Teresha. “Jangan ngeyel.” Teresha menunduk sedih.
Setelah di antar ke kamar, Valen menekan kan setiap katanya agar Teresha istirahat lebih banyak. Tubuh Teresha bahkan harus terbaring dulu di atas ranjang baru lah Valen keluar kamar. Ternyata rumah sakit dan rumah mewah ini tidak ada bedanya, sama-sama harus berbaring terus-menerus.
Terlalu baring pun tubuh akan pegal-pegal.
Teresha beranjak dari tempat tidur, ia berjalan membuka lemari. Di sana pakaian-pakaiannya rapi tersusun. Lemari besar yang isinya lebih banyak pakaian, kemungkinan dulu Teresha sangat suka berbelanja, bahkan masih ada baju yang ada labelnya.
Kemudian Teresha berjalan ke arah figura-figura kecil. Dalam satu frame ada dirinya dan kedua orang tuanya tersenyum cerah. Kedua, foto Teresha dan seorang perempuan yang tidak ia kenali. Ralat, yang Teresha lupakan. Dan yang ketiga, seorang laki-laki dan perempuan bergandengan tangan namun sayangnya berbalik badan. Mereka mengenakan seragam sekolah, latarnya di lapangan basket.
“Aku ada pacar?” tanyanya pada diri sendiri. Di figura itu ia yakini adalah dirinya, tapi laki-laki itu entah. Seharusnya pada saat itu mereka mengambil foto dengan memperlihatkan wajah.
Teresha jadi memikirkan teman-temannya. Entah akan seperti apa reaksi yang mereka timbulkan saat Teresha tiba-tiba muncul. Kata Ardi, setelah kecelakaan itu Teresha di sembunyikan agar Kakeknya tidak sampai tahu. Itu berarti teman-temannya tidak mendapatkan kabar apapun tetang dirinya selama ini. Mungkin kah mereka sedih karena Teresha tidak ada?
***
Di jam 9 malam Teresha berdiri menghadap keluar jendela. Letak kamarnya berada di lantai tiga, posisinya terlalu bagus apalagi saat malam hari di mana langit malam di hiasi banyak bintang. Teresha tidak masalah berlama-lama berdiri.